Senin, 24 Oktober 2016

Perjalanan Mencari, LAGI



Hai, malam ini aku merindukan anda. Lusa, anda akan terbang lagi melintasi pulau untuk kesekian kalinya. Dan seperti biasa aku khawatir. Kita sekarang berjarak ribuan kilometer, benar-benar tak bisa menjangkau anda. Apapun itu doaku menyertaimu. Semoga selalu dalam lindungan-Nya dalam setiap tarikan nafas anda dan semoga selalu diberikan kelancaran urusan disetiap derap langkah anda.Aamiin.semoga apa yang anda cari sekian lama, anda temukan diperjalanan kali ini sehingga perjalanan yang anda lakukan tidak sia-sia. Bukan berarti perjalanan sebelumnya sia-sia kendati tak mendapatkan hasil ataupun hanya mendapat kebaikan dari perjalanan tersebut.
Malam ini aku dikuasai rasa kantuk tapi mata tak mau berkompromi. Pikiran terus melayang mengingat anda dan persiapan perjalanan yang mungkin sedikit anda pusingkan seperti biasa. Sambil mendengarkan lagu dari The Overtunes-dunia bersamamu. Seakan aku ingin mengirimkan lagu ini untukmu, menguatkanmu, menyemangatimu.
Diriku...
Ingin ku tahu arti hidupku
Hanya dirimu yang melengkapiku
Engkaulah nafasku
Dirimu...
Kaulah yang terindah di hidupku
Air matamu lemahkan hatiku
Yang ada untukmu
Inilah duniakuUntuk bersamamu
Dan walau waktu berjalan
Ku akan terus bertahan
Pelukku yang akan selalu menghangatkanmu
Dan tak kan ada yang bisa melepasmu dariku
Pelukku yang akan selalu menjagamu
Genggam tanganku bersandar kepadaku
Inginku berada di sampingmu sepanjang hidupku
Rasa ini hanya ada saat bersamamu
Bahagia ku dengar canda tawamu terangi hatiku
Inilah duniakuUntuk bersamamu
Dan walau waktu berjalanKu akan terus bertahan
Pelukku yang akan selalu menghangatkanmu
Dan tak kan ada yang bisa melepasmu dariku
Pelukku yang akan selalu menjagamu
Dan walau waktu berjalan
Ku akan terus bertahan
Pelukku yang akan selalu menghangatkanmu
Dan tak kan ada yang bisa melepasmu dariku
Pelukku yang akan selalu menjagamu

Hanya bisa berharap, Tuhan mengirimkan Guardian Angel-Nya untuk anda.sekali lagi, semoga anda mendapatkan apa yang anda cari diperjalanan kali ini.Aamiin (26/11/2016)



Rabu, 19 Oktober 2016

TEARS IN HEAVEN (Aku Akan Merindukanmu)

tak sedetikpun hatiku luput dari denyut perih karena kehilanganmu
kau tinggal terlalu sebentar, pergi terlalu cepat
seperti rahasia Ilahi lainnya yang tak kumengerti
kadang aku bertanya-tanya
kenapa Tuhan hanya memberi waktu sedikit untuk kita
tapi aku tidak menyesalinya
karena sejak awalpun aku tak pernah
berusaha menghindari kebersamaan kita
aku akan merindukanmu
dan aku tahu, mulai hari ini
perasaan ini akan senantiasa menyiksaku
tapi tak apa, sungguh tak apa
sakitnya masih tak seberapa
ketimbang harus melupakanmu

Selasa, 18 Oktober 2016

KEPADA MATAHARI


Kepada matahari, yang enggan tenggelam dan ingin meneruskan perjalanan. Tetap saja begitu, biarkan rambut cahaya menahan pintu malam. Tahan saja dulu kepergianmu, sebab aku masih ingin menatap seseorang yang menghadiahkanku degap. Dari cahayamu, aku menelusuri kelopak mata seorang wanita, menemukan ikanikan cinta yang terpendam di antara selaput kornea. Matanya yang gelap, berujung cahaya pada sebuah kota, tempat kita merangkum kata dan jumpa.
Kepada matahari, aku ingin kau panjangkan hari, menunda esok menjemput pagi. Biarkanlah dulu aku merapikan coretan langit yang kulukis berdua. Sebab tak ada yang bisa mengerti sejauh mana kerelaan mengiringi keikhlasan. Dan aku, terpaksa diam melihat langit sakit.
Ketika sekian lama kita berdua melukis awan juga sekelompok burung beterbangan. Tetiba saja, esok hanya ada langit kosong. Mungkin kita hanya bisa terbengong menanyakan perginya awan. Tanpa pernah tahu ke mana pergi perjalanan kita ciptakan, kerelaan hanyalah pintu tersisa menuju pulang.
Kepada matahari, kepada kita yang ingin lari setelah terjebak pada kekacauan nada nadi darah menepi. Ketakutan kita seperti matahari mencium selembar daun, mau tak mau kelak lahirkan bungabunga. Begitupun cinta terlahirkan, terpaksa menjelma ketika kata dan kita saling berbagi ruang. Bersiap merasakan tenggelam dan menyelam, sampan dan layar kita bentangkan, angin berarah ke luas lautan, lalu kemarin adalah rahasia yang siap dipecahkan ketika pagi kembali.
Pada sebuah perjalanan, kita memang menatap ke depan, dengan sesekali menengok ke belakang. Begitulah cinta. Mungkin kita bisa ikhlas, tapi hati tetap saja sulit melepas. Maka biarkanlah cinta berjalan sampai hari mengetuk pagi, dan kita mencaricari alasan untuk mengerti, kenapa hari kemarin kita harus ikhlas menjadikannya lepas tak berbekas.
Kadangkala kita enggan memasuki malam. Sebab malam adalah waktunya merindu. Mau tidak mau, kau dan aku, terjebak pada sebuah cinta yang lahir dari pertemuan tak sengaja. Layarlayar berbatas dinding kamar tetiba saja menjadi bingar. Pertemuan siang tadi, kini tersaji dalam bingkai langit kamar.
Kau mungkin tidak percaya, sebab matahari tidak pergi, dia hanya bersembunyi pada ruas jemariku yang sempit ini. Melihat diriku yang merengek tak ingin matahari pergi, dia menjelma semburat, menyisakan ekor dan rambut cahaya. Ketika gelap mendekap, cahaya itu terbang membingkai dinding kamar, melukiskan kita yang siang tadi melamun, lalu tertegun, dan terpenjara senyum masingmasing.
Di luar sana, malam tetaplah datang, sebab rindu bukan milik kita berdua. Ada sepasang hati lain yang menunggununggu malam tiba. Dengan bulan yang sedang cantikcantiknya, dengan bintang yang sedang kedipkedipnya, di antara dua hati juga ada yang sedang menggebugebu menyambut rindu.
Kepada matahari, aku ingin merasakan pergi dan kembali dalam satu nadi, seperti ombak lautan, riak dan gemuruh terangkum utuh bersama kaki yang merencanakan ke mana hati baiknya melaut.
Dan dengan malam, aku merasakan rindu seperti pasir menunggu buih. Tak perlu mata juga kata, kita hangat disengat cinta, yang percaya pergi pasti kembali.
Dan dengan siang, aku merindukanmu seperti peluh jatuh ke tempat bersimpuh. Tak perlu mati untuk sekadar berarti, sebab cinta, lahir dari kerelaan berjuang.

Selasa, 11 Oktober 2016

Dalam Kenanganku

-Pada sebuah perjalanan, kita memang menatap ke depan, dengan sesekali menengok ke belakang. Begitulah cinta. Mungkin kita bisa ikhlas, tapi hati tetap saja sulit melepas. Maka biarkanlah cinta berjalan sampai hari mengetuk pagi, dan kita mencaricari alasan untuk mengerti, kenapa hari kemarin kita harus ikhlas menjadikannya lepas tak berbekas-

-Aku merindukanmu pada jarakjarak yang tak mudah ditebak, meski harus tersentak pada waktu yang tak berdetak. Semoga kau tak beranjak dari namaku. Aku mencintaimu di antara jarakjarak yang terselip jejak kita dahulu, walau terhentak tempat yang tak terungkap. Semoga kau masih sediakan rumah untukku di hatimu-

-Kenanglah, Bahwa kau pernah bersamaku, pada detik yang kita sebut kemarin, pada rentang yang kita namai masa lalu. Jika akhirnya kini, entah sejak dulu ataukah sebelum kau bersamaku, aku tak memainkan detak lagi, kenanglah-

-Aku tidak berpikir untuk memilih, ketika masa lalu mengirimkan dirimu untuk seluruh waktu, sampai akhirnya kau bungkus waktu dengan bisu. Bersamamu jalani dunia menuju surga, menjadikan luka semacam gula, ataulah, melepaskanmu demi luka tak semakin menganga. Haruskah itu menjadi pilihanku?-

-Kita tertawa pada saat itu. Aku tersenyum sempit dan matamu menyipit bersama paruh parkit yang malumalu mengintip di balik ranting. Sengaja kita tidak berucap dengan banyak bait. Ini perpisahan, tak semestinya kita bermainmain dengan rasa pahit. Kecuali selamat tinggal, tak ada lagi yang bisa kuabadikan dari banyak pertemuan kita.-

-Seumpama langit, kau itu semacam langit yang sedikit sedikit berganti warna, begitu sempit waktuku mengerti dirimu. Dari banyak yang tak terduga, kaulah mungkin makna terujung dari ketidakpastian. Ketika langit memberi awan tanpa hujan, penantian menjadi harapan tak bertuan. Pun langit berikan hujan tanpa awan, tibatiba saja semua serba prahara, duka dan bahagia terbungkus harapan yang pupus.
Haruskah aku jadi malam, hanya merindu tanpa ada yang dituju. Ataukah menjadi siang, berlamalama menyiapkan kenangan tanpa harapan. Maka biarlah aku menyimpan sedikit air matamu yang pernah membasah di bajuku. Meski melupakanmu adalah kebebasan. Aku ingin menempatkannya sebagai kebebasan tersempit. Mengingatmu mungkin aku sakit, tapi melupakanmu semacam menjepit aorta di jantungku-

-Kau dan aku mungkin juga hanyalah pertemuan tak sengaja saat memilih pulang. Biarkan semua berjalan tanpa penghalang. Kita berjalan saling menunjuk alamat pulang. Semoga kelak di antara kita, datang menggandeng untuk sebuah rute baru dalam bertualang.
Ke mana pun aku beranjak, di mana pun kamu berpijak, juga bagaimanapun kita berjejak, pulang adalah memeluk ingatan-

-Ketika hujan adalah kenangan, maka langit yang mendung adalah bendungan rindu, siap mengaliri pematang perasaan yang limbung setelah sekian lama diterangi harapan.
Langit yang mendung adalah tanda, bahwa sebelum kenangan tiba, kau dan aku adalah satu cerita yang tak selesai. Dan ketika kita tak saling melerai di tengahtengah cerita, langit yang mendung adalah koma, sebuah jeda tempat menafsirkan bahagia, sebelum akhirnya titik menjadi rintik hujan, dan kita pun pasrah terjebak dalam kenangan.
Langit yang mendung, rindu yang dikandung, pada akhirnya hanya melahirkan kenangan. Begitulah kita yang setia mengingat langit, saat kita berdua duduk bersandar pada rumput di atas bukit. Mungkin nanti kau dan aku akan sendiri, tanpa ada kita, hanya ada kesepian yang masih tetap setia menatap langit-

kumpulan bait by Ijonk Muhammad
"syuukaa syekalii"


all about abalone



I.    PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pemanfaatan sumberdaya laut tidak hanya dilakukan melalui penangkapan, tetapi juga perlu dikembangkan usaha budidaya.Saat ini pengembangan budidaya laut lebih banyak mengarah kepada ikan-ikan ekonomis tinggi dan tiram mutiara, sementara diperairan Indonesia masih banyak biota-biota laut yang masih dapat dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, salah satunya adalah kerang abalon.
Abalon (berasal dari bahasa Spanyol, Abulón) ialah suatu spesies kerang-kerangan (moluska) dari familia Haliotidae dan genus Haliotis. Ia dikenal pula sebagai kerang mata tujuh atau siput balik batu, ormer di Jersey dan Guernsey, perlemoen di Afrika Selatan, dan pāua di Selandia Baru.
Abalon merupakan salah satu jenis kerang yang telah menjadi komoditi perikanan dunia yang saat ini sedang mengalami peningkatan permintaan terutama dari pasar intenasional.  Jepang, Cina, dan Hongkong merupakan negara konsumen abalon terbesar (Grubert, 2005). Tingginya permintaan dan harga abalon di pasaran membuat para nelayan melakukan penangkapan dari alam secara besar-besaran  dan terus menerus, sehingga  menyebabkan populasi abalon di alam menjadi terancam.Hal ini telah dialami oleh hampir semua negara dimana terdapat abalon (ACIAR, 2009).Di Negara-negara seperti Jepang, New Zea Land, Australia, Amerika Serikat, Mexiko, dan Afrika Selatan, teknologi budidaya abalon telah berhasil dikembangkan (Grubert, 2005). Pada tahun 2002, produk abalon hasil budidaya mencapai 4.076 ton dari total produksi perikanan laut dunia 8.000 ton. Sementara di Indonesia data produksi abalon hasil budidaya belum tersedia (Hamzah, 2012).
Menurut Sofyan, dkk (2005) daging abalon (Haliotis asinina) mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%; lemak 3,2%; serat 5,60%; abu 11,11% dan kadar air 0,60% serta cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Selain nilai gizi yang tinggi, pengaruh prestise bagi yang mengkonsumsinya menyebabkan abalon memiliki nilai ekonomis tinggi.Daging abalon merupakan sumber makanan berprotein tinggi, rendah lemak, makanan tambahan (food suplement) dan di Jepang dianggap mampu menyembuhkan penyakit ginjal.Cangkang dari abalon juga memiliki nilai ekonomis yang tidak kalah tinggi dibandingkan dagingnya (Suwignyo, 2005).
Budidaya abalon di Indonesia mulai diteliti di Loka Budidaya Laut Lombok sejak tahun 1997 (Litaay dkk. 2012). Sementara UPT. Loka Pengembangan Bio Industri Laut Mataram, Puslit. Oseanografi LIPI mulai mencoba melakukan penelitian pada tahun 2008 yang terfokus pada pemijahan induk dan pembesaran larva abalon tropis (H. asinina) di laboratorium.
Saat ini budidaya abalon, khususnya H. asinina dan H. squamata, telah dikembangkandi Indonesia (ACIAR, 2009).Ketersediaan pasokan benih yang dapat diandalkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, merupakan suatu pertimbangan yang penting pada usaha budi daya abalon secara komersial.Namun demikian, produksi benih saat ini tidak terlalu besar untuk dapat memenuhi permintaan dari para pembudidaya abalon.
Secara biologis abalon  jenis H. asininamempunyai pertumbuhan yang lambat yaitu 20-30 mm per tahun (Pillay, 1993) sedangkan secara ekonomis, usaha perdagangan abalon terus meningkat sehingga diperlukan perhatian terhadap keseimbangan antara laju populasi dan laju eksploitasinya demi tetap berlanjutnya usaha pemanfaatan abalon. Oleh karena itu, untuk menjamin ketersediaan stok abalon diperlukan adanya suatu usaha pengembangan teknik budidaya.
B.       Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sistem budidaya dan produksi benih abalon sebagai salah satu langkah mengatasi eksploitasi abalon di alam, mengetahui metode perbaikan pembenihan serta lokasi yang layak untuk kegiatan budidaya dan produksi benih abalon H.asinina.






II.   TINJAUAN PUSTAKA
A.      Klasifikasi
Menurut Barnes (1974) dalam Buen-Ursua (2007), klasifikasi dari abalon adalah sebagai berikut:
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Sub class : Orthogastropoda
Ordo : Vetigastropoda
Super Family : Pleurotomarioidea
Family : Haliotidae
Genus :Haliotis
Spesies :Haliotis sp.

B.       Morfologi dan Anatomi
Abalon mempunyai bentuk yang hampir menggulung, gulungannya meluas dengan sangat cepat sehingga cangkangnya lebih kelihatan seperti mangkuk atau mirip telinga.  Cangkang abalon dapat diidentifikasi lebih lanjut melalui urutan lubang kecil mengikuti tepi bagian sisi kiri cangkang. Cangkang berwarna khas hijau lurik dan merah hingga kekuningan, warna yang bagus untuk melindungi diri bagi binatang yang hidup dibatu (Shiemack, 2001).
Abalon mempunyai bentuk cangkang memanjang yang tipis, rata dan tidak simetris. Ukuran tubuhnya (otot) sangat besar dibandingkan cangkangnya.  Kepala berwarna kehijauan dan pada pinggir sekitar kepala berwarna hijau dengan bintik-bintik hijau gelap dan coklat.  Kakinya berwarna krem kelihatan berbintik kecoklatan (Effendy,  dkk.,  1998).
Cangkangnya berbentuk seperti telinga dan berwarna kemerah-merahan sampai coklat dengan gelombang cincin yang tumbuh pada permukaannya. Terdapat strip hitam dan kekuningan pada dorsal dan warna kehijauan sampai keunguan pada strip atau jalannya (Bose, at al.,  1993). 
            Hegner andEngeman (1968) menyatakan bahwa abalon adalah gastropoda laut yang memiliki spiral datar, bukan cangkangnya sangat besar bila dibandingkan dengan ukuran cangkangnya. Ciri khas abalon adalah lubang-lubang yang berjejer secara spiral disepanjang cangkang sisi kiri bagian dorsal.  Abalon memiliki dua insang, sebuah kaki yang sangat besar, epipodial disis cangkang dengan tentakel epipodial keluar darilubanglubang yang terdapat pada cangkang.Adapun penampakan morfologi dari Haliotis asinina dapat dilihat pada Gambar 1.
H. asinina memiliki ciri khas yaitu lubang di sepanjang cangkangnya dengan enam atau tujuh buah di antaranya terbuka, dan kaki yang lebih besar dari bukaan cangkangnya sehingga abalon dapat menyembunyikan tubuhnya dengan sempurna di dalam cangkang.Abalon memiliki epipodial seperti renda di sekeliling tubuhnya.Epipodial ini diselingi oleh tentakel-tentakel epipodial yang berfungsi sebagai alat peraba (Tissot, 1992).
            Menurut Bose at al. (1993) H. asinina memiliki cangkang yang berbentuk memanjang, berwarna hijau coklat, spiral, tipis dengan enam sampai tujuh tremata dan mencapai ukuran maksimum yaitu 100 mm.Warna kaki abu-abu, mencapai berat total yaitu 250-280 g.Cangkang abalon jenis H. asinina, berbentuk seperti telinga dan berwarna mulai dari kemerah-merahan sampai coklat dengan gelombang cincin yang tumbuh pada permukaannya.  Terdapat strip hitam dan kekuningan pada dorsal dan berwarna kehijauan sampai keunguan pada strip otot jalannya.
Adapun penampakan anatomi dari abalon menurut Cox (1962) dalam Effendy(1997) dilihat pada Gambar 2.






                                                                 
Gambar 2. Penampakan anatomi abalon

Keterangan  Gambar :
1.      Chepalic tentakel                 6.Epipodium 
2.      Mata                                     7. Kaki
3.      Tangkai mata                       8. Lapisan otot
4.      Insang                                  9. Tentakel
5.      Mantel                                  10. Gonad

Jarayabhand dan Paphavasit, (1996) dalam Effendy (1997) menjelaskan bahwa H. asinina memiliki cangkang yang berbentuk memanjang, berwarna hijau coklat, spiral, tipis dengan 6 – 7 tremata dan mencapai ukuran maksimum yaitu 100 mm, warna kaki abu-abu, mencapai berat total yaitu 250-280 gram.
Mgaya (1995) dalam Effendy (1997) mendeskripsikan famili dari Haliotodae sebagai berikut nacreous cangkangnya berada disebelah dalam, dan berwarna pada sebelah luarnya, berbentuk seperti telinga dengan pertumbuhan lingkaran yang sedikit cepat, dimana pada bagian bawahnya terbuka, sehingga seluruh sisi sebelah bawah cenderung kedalam.  Hewan ini memiliki kaki yang lebar  berbentuk oval, tanpa operculum, baik diatas dan dibawah mantel, perkembangan epipodium saat ini sangatlah cepat, dimana anteror akhir sampai ke kepala tentakel, diatas dan disamping kepala tentakel terjadi proses pembukaan mata, yang bergabung dengan sisi cuping yang terbungkus oleh integumental.
C.      Sistem Organ dan Syaraf
            Kerang abalon adalah kerang siput yang unik, memiliki cangkang tunggal dan datar dengan ukuran yang menutupi tubuhnya dan terdapat satu baris lubang sepanjang salah satu sisi cangkang (sisi kiri).Lubang-lubang tersebut terus ada sepanjang hidup abalon.Ketika mereka tumbuh, lubang baru yang telah terbuat muncul dan mengisi lubang yang lama.Lubang ini digunakan dalam respirasi, sanitasi dan reproduksi dari abalon.Bagian spiral khas cangkang bekicot yang sangat datar pada abalon disebut puncak. Bahkan mungkin sulit untuk melihat spiral ini pada hewan yang lebih tua yang mungkin memiliki organisme lain yang tumbuh di cangkang atau memiliki banyak abrasi pada bagian tubuh tersebut.
a)    Cangkang DalamAbalon
Cangkang abalon, pada bagian dalamnya terlihat lubang-lubang yang  terbuka, otot parut (tengah), dan puncak (kanan dan bawah cangkang).
Gambar 3. Organ Bagian Dalam Abalon






Abalon melekat pada cangkang mereka secara permanen yakni pada bagian tengah  yang disebut lampiran otot. Beberapa spesies dari abalon menghasilkan bekas luka pada bagian ini.Pertumbuhan cangkang dimulai dalam bentuk larva dan abalon hanya bisa masuk ke cangkang setelah tahap larva mereka selesai.Jika mereka dikeluarkan dari cangkang, mereka masih dapat tetap hidup tanpa mengalami cedera ataupun terluka. Tetapi tidak dapat membuat cangkang baru lagi dan tidak akan bisa  kembali ke cangkang yang lama. Abalon bergantung pada cangkang mereka untuk melindungi diri, Karena seperti yang kita ketahui bahwa binatang yang tidak memiliki cangkang lebih mudah dimangsa oleh predator yang ada di alam dibandingkan dengan binatang yang memiliki cangkang.
b)   Kaki Abalon
Abalon memiliki kaki yang digunakannyauntuk berpindah tempat. Kaki tersebut seluruhnya melekat pada tempat mereka berjalan, sangat persis dengan cara siput berjalan.
Gambar 4. Otot Kaki Abalon
            
                 
Pada gambar di atas kita dapat melihat kaki abalon dengan jelas. Kaki tersebut akan menekan tubuh abalon pada kaca atau dimanapun dia berjalan. Terlihat tepi epipodium lobed dan epipodial tentakel sepanjang tepi kaki.
            Kaki abalon memenuhi sebagian besar ruang yang ada pada cangkang.Kaki abalon merupakan otot yang kuat, luas dan datar.Dengan menggunakan kaki inilahabalonmampu menempel pada lingkungannya (biasanya permukaan berbatu) dan membantunya menjelajah sekitar untuk mencari makanan.Kaki abalon terkenaldengan kekuatannya menempel.Oleh karena itu, para pemburu abalonbiasanya membawa alat khusus (besi abalon) untuk mempermudah mereka mengambil abalon.
Organ abalon berada disekitar otot kaki.Organ tersebut adalah organ pencernaan, pernapasan, peredaran darah dan sistem reproduksi.Kepala dan mulut abalon berada tepat di dekat lubang terbuka yang paling baru terbentuk pada cangkang.Tikungan saluran pencernaan kiri (jika dilihat dari atas), kembali ke puncak (di bawah spiral) dan di sepanjang sisi kiri hingga berakhir di anus.Anus berada tepat di bawah lubang terbuka terakhir dan pada akhir celah di dalam mantel di sisi kiri dari abalon.

c)      Kepala
            Di bagian kepala abalon terdapat mulut, sepasang tentakel oral, sepasang mata, dan radula internal.Tentakel oral dapat diperpanjang keluar, tentakel yang berada di bawah cangkang ini berguna untuk merasakan daerah sekitarnya.Berada dekat dari tentakel oral, terdapat sepasang mata abalon yang sensitif terhadap cahaya. Mulut abalon yang letaknya berada ditengah akan ditekan ke bawah menghadap makanan (ganggang) ketika makan, dan radula berguna untuk mengikis potongan makanan. Semua jenis abalon merupakan hewan herbivora, pemakan tumbuhan terutama berbagai jenis ganggang laut.
Gambar 7.Bagian Kepala Abalon






d)       Radula
            Radula seperti rantai mini yang terdiri dari deretan gigi tajam yang saling berkait. Para moluska terus membentuk gigi radula baru seumur hidup mereka. Bahan keras yang digunakan untuk menekan radula di abalon disebut odontophore. Radula berfungsi sebagai alat untuk mengikis makanan sebelum kemudian ditelan oleh abalon.
Gambar 8. Radula Abalon




e)        Organ Reproduksi
            Organ reproduksi abalonterlihat di sisi kanan dari abalon berwarna kehijauan.Kaki dan epipodium dari abalon ada pada bagian bawahtangan orang yang memegangnya.Mantel tipis terlihat di bawah cangkang.Abalon pada gambar di samping ini adalah betina.
Organ ini terletak di saku mantel dan akan membesar dan membengkak ketika hendak pemijahan. Abalon betina memproduksi telur hijau dan organ reproduksi mereka adalah warna kehijauan.Abalonjantan menghasilkan sperma krem ​​dan organ reproduksi mereka berwarna krem.Abalon melakukan pemijahan secara massal. Telur dan sperma yang telah dihasilkan akanmeninggalkan organ reproduksi dan melakukan perjalanan melalui saluran kecil menuju ke daerah dekat anus, tepat di bawah lubang terbuka cangkang.

f)       Jantung
Gambar 10. Letak jantung abalon
Jantung abalon berkontraksi secara berkala untuk memompa darah ke seluruh tubuh abalon.Abalon mengandung darah yang sangat bersih, yang dipompa oleh kontraksi otot jantung.Abalon memiliki sistem peredaran darah yang sederhana.Darah abalon bersirkulasi melalui tubuh dan insang.Dalam oksigen tubuh diambil dari darah oleh sel-sel dan karbon dioksida yang dilepaskan dari sel ke darah.Dalam karbon dioksida insang dilepaskan dari darah ke dalam air dan oksigen yang diambil dari air ke darah.Darah abalontidak dapat membeku bahkan setelah dipotong. Ini berarti bahwa jika mereka dipotong di alam atau jika penyelam abalon sengaja memotong mereka, mereka akan mati karena kehabisan darah. Kebanyakan penyelam yang mencari abalon tidak akan mengambilabalonlangsung dari batu kecuali mereka yakin mereka akan membawanya pulang dan mereka selalu menggunakan besi abalon tumpul untuk mengangkatabalonagar tidak memotong tubuhnya.
g)         Insang
Gambar 11. Insang
            Insangabalon terletak tepat di belakang kepala, di sisi kiri tubuh, di mana lubang-lubang cangkang berada.Di daerah ini terdapat celah pada mantel yang siap terbuka langsung di bawah cangkang. Jaringan tubuh tersebut ditutupi dengan silia yang mengarahkan ke arah tertentu untuk membuat aliran air konstan dalam, di bawah kepala cangkang, kemudian ke sisi kiri tubuh yakni insang, kemudian melewati anus dan keluarmelalui lubang terbuka. Tidak hanya menyediakan air beroksigen bersih untuk insang abalon, tetapi itu juga membuat daerah ini bersih karenamembuang limbah dari anus secepatnya. Disaatabalon yang mereproduksi gamet (telur atau sperma), juga akan dicuci di sinidan kemudian keluar melalui lubang-lubang cangkang atau melalui arus pernapasan.
h)   Usus
Usus dan rektum dari sisi belakang ke margin depan tubuhnya akan bulat sisi kiri otot adduktor dan kemudian kurva kembali ke sisi depan lagi. Panjang usus adalah 3,27 kali dari shell. Sistem pencernaan dari abalon yang panjang dan rumit, seperti halnya dengan banyak herbivora.
i)     Anus
Gambar 12. Bagian anus
Anus abalon terletak di ujung celah dalam mantel (yang mengekspos insang).Anus abalon berada langsung di bawah lubang terbuka terakhir dari cangkang. Air yang beredar pada insang abalon keluar secara perlahan ke atas lubang terbuka, kemudian dengan cara seperti itu kotoran abalon terambil.

j)        Sistem Saraf
  Sistem saraf abalon berkembang kurang baik.Terdapat empat pasang pusat saraf otak yang terletak disekeliling mulut, rangkaian saraf kaki, pusat saraf usus, rangkaian saraf tepi dan saraf penghubung yang terhubung panjang dan saling silang.
           Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalon lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat.Ditinjau dari segi perairan, kehidupan kerang abalon sangat dipengaruhi oleh kualitas air.Secara umum, spesies kerang abalon mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H. kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H. asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (30oC).

k)   Enzim pendegradasi pada pencernaan
Herbivora laut termasuk abalon umumnya memiliki enzim-enzim pendegradasi dinding sel komponen pakan di dalam saluran pencernaannya (Gomez-Pinchetti dan Garcia-Reina 1993) dan memiliki kemampuan untuk menggunakan agar-agar, alginat, karagenan sebagai sumber energi (Erasmus et al. 1997).Disamping itu, dalam saluran pencernaan abalon juga ditemukan enzimenzim polisakarase eksogen yang disumbangkan oleh bakteri enterik.Kelompok bakteri enterik memainkan peranan penting bagi penyediaan nutrisi abalon dengan menghidrolisis komplek polisakarida menjadi molekul sederhana yang dapat diserap oleh abalon.Sebanyak 70-90% aktivitas bakteri polisakarolitik menghasilkan enzim-enzim polisakarase ekstraseluler yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan abalon (Erasmus et al. 1997).
Katabolisme monosakarida oleh bakteri enterik menghasilkan sejumlah besar asam asetat dan format yang dapat digunakan sebagai sumber energi atau prekursor sintesis asam amino oleh abalon (Thompson et al. 2004; Prado et al. 2010).Michel et al. (2006) dalam ulasannya menyebutkan bahwa beberapa kelompok bakteri laut menghasilkan enzim agarase ekstraseluler yang dapat mendegradasi agar-agar menjadi agarooligosakarida dan galaktosa.

l)     Endokronologi abalon
Endokrinologi merupakan cabang ilmu biologi yang membahas tentang hormone, osmoregulasi, pengeluaran, dan metabolisme air dan garam.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kematangan gonad meliputi temperatur, air, kualitas air, periode panjang (phoperiod), pasang surut, gelombang, temperatur udara, salinitas dan makanan (kualitas dan kuantitas) (Setyono, 2011).Menurut Sutisma dan Sutarmanto (1995), pematangan gonad di dorong oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, lama penyinaran matahari, organisme makanan yang tersedia diperairan bebas dan lain-lain.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hahn (1992) dalam Setyono (2004) bahwa sistem endokrinologi/hormonal dimana reproduksi berhubungan dengan tersedianya hormon neurosecretory pada cerebral, pleural/pedal dan visceral ganglia.
Semua tingkatan pada fase-fase reproduksi kekerangan dikontrol oleh system hormonal, dan peningkatan kadar hormonal di dalam tubuh kekerangan dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk lama penyinaran (photopheriod), suhu air (temperature) dan nutrisi (Lasiak, 1987; Grange, 1976).Proses reproduksi pada hewan dikendalikan oleh hormon. Pada ikan, reproduksi bukan hanya dipengaruhi oleh hormon, tetapi juga oleh faktor lingkungan luar seperti foto periodik, kondisi air, makanan dan rangsang luar. Menurut Isnaeni (2006), rangsang luar tersebut diterima oleh ikan melalui reseptor, kemudian diteruskan ke pusat neuroendokrin dan akhirnya akan mempengaruhi perubahan dalam gonad (organ reproduksi). Perkembangan dan fungsi testis dipelihara oleh hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior.LH disebut juga Interstitial Cell-Stimulating Hormon (ICSH) karena hormon ini bekerja merangsang sel interstitial Leydig.Sintesis dan sekresi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior distimulasi oleh Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus (Seeley et.al., 1998 dalam Hestiana, 2002).  FSH bekerja di dalam tubulus seminiferus untuk merangsang proses spermatogenesis melalui sel Sertoli (Veldhuis, 1991 dalam Hestiana, 2002). FSH berikatan dengan reseptor spesifik yang melekat pada sel-sel Sertoli yang menyebabkan sel-sel tumbuh dan mensekresi berbagai substansi spermatogenik, serta merangsang fungsi sel Sertoli yang lain. Sementara itu, LH merangsang sel Leydig untuk menghasilkan testosteron.Testosteron ini kemudian masuk ke tubulus seminiferus (sel Sertoli) dan mempunyai efek tropik yang kuat terhadap spermatogenesis (Guyton dan Hall, 1996 dalam Hestiana, 2002).

D.      Kebiasaan Makan
      Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan budidaya kerang abalon, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan.Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pakan.Makanan utama abalon dewasa adalah potongan-potongan makroalga yang hanyut terbawa arus dan gelombang, terutama kelompok alga merah.Juvenil abalon memakan alga yang hidup di batu karang, diatom, dan bakteri, sedangkan larva abalon memakan plankton (Anonymous, 2007a dan Anonymous, 2007c).Jenis pakan kerang abalon adalah seaweed yang biasa disebut makroalga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber makanan.
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat, tidak mempunyai akar dan batangnya berupa thalus (Anggadiredja et al., 2006).Abalon dapat mencerna rumput laut karena memiliki enzim yang dapat melisis jaringan dinding sel rumput laut seprti enzim selulase dan pektinase atau secara komersial disebut dengan macerozyme (Mulyaningrum & Suryati, 2008).
            Saat ini, pakan yang terbaik yang diberikan rumput laut jenis Gracilaria sp. yang merupakan makanan favorit untuk kerang abalon. Selain Gracilaria sp. jenis seaweed yang lain juga dapat diberikan, seperti Ulva sp. Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predator-predator yang terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang abalon (BBL Lombok, 2008). Menurut Millamena dan Teruel (1999) menyatakan bahwa makanan abalon sebesar 2-5% dari berat tubuhnya per hari memanfaatkan pakan kering yaitu  makanan alami berupa rumput laut  jenis Gracilariaopsis bailinea.
Hal yang juga menarik dari budidaya abalon adalah bersifat low tropic level (larvanya memakan benthic diatom dan dewasanya memakan rumput laut/makroalga) dengan demikian dapat dikatakan biaya produksinya relatif murah.Konsekuensi logis dari pengembangan budidaya abalon adalah tersedianya benih dalam jumlah dan kontinuitas yang memadai.
            Abalon termasuk herbivora, pemakan jenis rumput laut seperti alga merah, coklat, dan alga hijau (Fallu, 1999 dalam Effendy, 1997).Selanjutnya abalon memakan Gracilaria sp. dan Ulva serta Ecklonia, Laminaria, Macrocytis, Undaria, dan Sargasum (Fallu, 1991 dalam Pantjara dkk, 1994).
Spesies G. arcuatamerupakan makroalga dari kelas rhodophyta, Famili Gracilariaceae, Genus gracilaria. Makroalga jenis ini mempunyai bentuk thalus silindris, berwarna cokelat kekuningan, relative pendek dan meruncing kearah ujung.Membentuk rumpuan yang kaku.Hidup pada daerah bebatuan dan berpasir, dan umumnya menempel pada substrat.Mengandung agar, karagenan, alginate, protein, vitamin dan mineral (Setyobudiandi dkk., 2009). Berikut beberapa contoh rumput laut yang merupakan makanan bagi abalon :
Gambar A. Ulva fasciata

Gambar  B. Glacillaria sp.
A
B
Penelitian tentang pakan dari jenis rumput laut berbeda pada abalon pernah dilakukan oleh Bambang et al., (2010).Dilaporkan hasil penelitian tersebut bahwa pakan dari jenis rumput laut Gracilaria sp adalah pakan yang terbaik untuk abalon.Abalon termasuk hewan herbivora, sehingga dapat mengkonsumsi rumput laut sebagai pakan.Jenis rumput laut yang dapat digunakan sebagai pakan abalon adalah Gracilaria sp. maupun Ulva sp (Nurfajri, 2014).

E.  Kualitas Air
Parameter kualitas air untuk budi daya kerang abalon (H. asinina), antara lain adalah salinitas ppt 30-33, Suhu 29,5-30°C,  DO mg/l 5,9-6,11,  pH 8,2-8,9, kecerahan m >10.  Lokasi untuk pembesaran abalon adalah perairan karang yang terlindung dari gelombang dan angin yang kuat, abalon membutuhkan media air yang bersih dan jernih. Nilai parameter kualitas air untuk suhu 27-30oC, salinitas 29-33, pH antara 7.6-8.1 dan DO 3.27-6.28ppm. Jika akan dipelihara di bak, kualitas airnya harus diusahakan sama seperti di perairan karang. (Fishblogs, 2009).
Abalon dapat beraktivitas secara normal pada suhu dan salinitas normal yaitu antara 28-340C dan salinitas 29-37‰. Abalon akan mengalami stres dan berakhir dengan kematian karena kenaikan atau penurunan suhu dan salinitas yang tajam (Fallu, 1991).
Parameter kualitas air yang menunjang untuk pertumbuhan abalon pada sistem resirkulasi yaitu NH3 0-0.025mg/l, NO2 0-0.5mg/l, NO3 0-50mg/l, dan DO 90-100%-6.5-8mg/l (Leighton, 2008).
F.       Jenis- Jenis Abalon
Di perairan Indonesia terdapat 7 jenis abalon yaitu Haliotis asinine, H. varia, H. squamosa, H. ovina, H. glabra, H. planate dan H. crebrisculpta (Dharma, 1988). Ditemukan lebih dari 100 species abalon (Geiger, 2005), 20 jenis diantaranya bersifat ekonomis (Andy Omar, et al. 2000) dalam Litaay dkk.(2012). Beberapa jenis abalon dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Beberapa jenis abalonHaliotis sp.
Spesies
Gambar
Ø  Haliotis asinine
Ø  Haliotis squamata
Ø  Haliotis brazier

Ø  Haliotis cyclobates

§   



Ø  Haliotis corrugate (The Pink Abalon)

Ø  Haliotis diversicolor

Ø  Haliotis jacnensis

Ø  Haliotis laevigata



Ø  Haliotis midae

Ø  Haliotis ovina

Ø  Haliotis rufescens
Ø  Haliotis rugosa

Ø  Haliotis stomatiaeformis


Ø  Haliotis tuberculatacoccinea
Ø  Haliotis virginea

Ø  Haliotis alfredensis


Ø  Haliotis australis

Ø  Haliotis coccoradiata

Ø  Haliotis elegans


Ø  Haliotis glabra


Ø  Haliotis madaka


Ø  Haliotis mariae


Ø  Haliotis planate

Ø  Haliotis pourtalesiiaurantium


Ø  Haliotis pustulata

Ø  Haliotis roei


Ø  Haliotis rubiginosa


Ø  Haliotis howensis


Ø  Haliotis rubra

Ø  Haliotis semiplicata


Ø  Haliotis spadicea



G.      Sistem Reproduksi
Abalon merupakan hewan yang tergolong dioecious (jantan dan betina terpisah) seperti moluska lainnya.Abalon memiliki satu gonad, baik jantan maupun betina yang terletak di sisi kanan tubuhnya.Abalon jantan dan betina dewasa mudah dibedakan, karena testis menampakan warna krem sedangkan ovarium menampakan warna kehijau-hijauan saat gonad matang.

Gambar 13. Letak gonad abalon

Ket : (A) Gonad abalon betina, (B) Gonad abalon jantan

Pembuahan terjadi di luar (fertilisasi eksternal).Garnet jantan dan betina dilepaskan ke suatu perairan, kemudian terjadi pembuahan (Setyono, 2004a).Telur yang sudah dibuahi menetas menjadi larva yang melayang, kemudian pada tahap selanjutnya akan memakan plankton hingga mulai terbentuk cangkang. Ketika cangkang sudah terbentuk, juvenil abalon akan cenderung menuju ke dasar perairan dan melekatkan diri pada batu dengan memanfaatkan kaki ototnya. Setelah menenggelamkan diri, abalon berubah menjadi pemakan makroalga (TOM, 2007).Siklus hidup abalon mulai dari terjadinya pemijahan hingga abalon menjadi dewasa dan kembali memijah, disajikan pada Gambar 13.
Gambar 14. Siklus hidup abalon

Abalon dapat mencapai matang gonad, ketika masih berukuran kecil.Fekunditas abalon tinggi dan meningkat secara eksponensial, seiring dengan pertambahan ukuran.Sel telur dan sperma, dilepaskan ke perairan melalui lubang pernafasan.Walaupun abalon betina mampu menghasilkan jutaan telur pada satu waktu, laju mortalitas larva dan juvenil abalon sangat tinggi (Anonymous, 2007b).
            Reproduksi abalon diatur oleh hormon neurosecretory (Hahn, 1992).Di daerah yang beriklim empat musim dan subtropis, abalon pada umumnya memiliki musim pemijahan yang jelas dan bervariasi berdasarkan jenis dan suhu perairan (Setyono, 2004a).Abalon hitam (H. cracherodii), hijau (H. fulgens) dan merah muda (H. corrugate) memijah antara musim semi dan gugur, sedangkan abalon Pinto (H. kamtschatkana) memijah selama musim panas. Pada beberapa lokasi, abalon merah (H. rufescens) mampu memijah sepanjang tahun (Tom, 2007 dalam Octaviany, 2007 ).
H.    Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah abalon memijah.  Untuk menentukan tingkat kematangan gonad ada dua cara, yaitu: pertama penentuan yang dilakukan di laboratorium berdasarkan pada penelitian mikroskopik dan yang kedua yaitu penentuan yang dilakukan dilapangan atau di laboratorium berdasarkan tanda-tanda umum serta ukuran gonadnya (Effendie, 1979).
Gambar 15.Perkembangan gonad abalon
Kriteria tingkat kematangan gonad (TKG) abalon dapat dibedakan dengan ciri – ciri sebagai berikut :
-          TKG 0   = gonad  tidak ada
-          TKG I   = gonad 25% menutupi bagian hepatopankreas.
-          TKG II  = gonad 50% menutupi bagian hepatopankreas.
-          TKG III = gonad 75% menutupi bagian hepatopankreas.
-            TKG IV = gonad matang siap memijah. 100 % menutupi bagian hepatopankreas.

I.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi TKG
Ada beberapa hal yang sangat mempengaruhi tingkat kematangan gonad pada abalon.Kualitas air merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam usaha budidaya abalon demi kehidupan dan tingkat perkembangannya.  Kualitas air yang sesuai akan meningkatkan pertumbuhan maupun kelangsungan hidup abalon.  Sebaliknya, kondisi kualitas air yang kurang baik merupakan faktor yang akan menghambat pertumbuhan bahkan kondisi tertentu dapat menyebabkan kematian.  Berberapa parameter lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup abalon meliputi suhu, salinitas, photoperiode dan makanan (Effendy, 2000).
Nutrisi juga berperan dalam pematangan seksual, sehingga dapat mempengaruhi reproduksi hewan di alam ataupun dalam lingkup budidaya.Di alam, nutrisi yang tersedia bervariasi dan tergantung pada tingkat tropik.Kondisi ini secara alami merupakan salah satu faktor eksternal penting bagi siklus reproduksi. Dalam budidaya, lingkungan fisik dan nutrisi induk dapat dimanipulasi untuk mempercepat pematangan gonad dan proses pembentukan gamet (gametogenesis). Keberhasilan pengkondisian induk tergantung pada penyediaan kondisi di hatchery yang mendekati kondisi di alam selamasiklus reproduksi alami, yaitu dengan cara manipulasi air laut dan penyediaan makanan yang memadai.Perbedaan jenis memperlihatkan komposisi biokimia yang beragam pada tingkat perkembangan yang berbeda tergantung pada proses dan tuntutan energi dari telur. Selain konsekuensi perbedaan jenis, kualitas nutrisi induk betina berpengaruh langsung pada perkembangan embrio dan larva untuk melewati tahapan ketergantungan pada cadangan energy endogen (Rainuzzo et al. 1997).Utting & Millican (1998) menernukan bahwa diameter dari telur moluska berhubungan dengan suhu dan ketersediaan makanan.Pada hewan laut lainnya seperti pada ikan, keberhasilan fertilisasi, penetasan dan ketahanan hidup dariembrio dan alevin merupakan indikator biologi.Disamping itu, ukuran telur, volume kantongkuning telur, dan ukuran alevin pada penetasan merupakan indikator morfologi dari kualitas telur (Srivastava & Brown, 1991).
Proses pemijahan abalon, dipengaruhi oleh faktor alam di luar tubuh abalon (eksogen) dan faktor di dalam tubuh abalon (endogen). Faktor alam yang mempengaruhi pemijahan antara lain adalah perubahan temperatur air laut, kontak dengan udara selama air laut surut rendah, perubahan periode penyinaran (photoperiod), siklus bulan, garnet yang dilepaskan oleh individu lain dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Adapula faktor dari dalam tubuh yang mempengaruhi pemijahan yaitu prostaglandins (PGs) dan beberapa amino yang dihasilkan oleh sel-sel saraf yang diduga sangat berperan penting pada proses pemijahan abalon (Setyono, 2004b).
Kenaikan berat gonad menjelang pemijahan disebabkan oleh bertambahnya ukuran oosit sejalan dengan penimbunan nutrien dalam proses pematangan tersebut. Komposisi “karkas” terutama lemak disimpan sebagai sumber nutrisi yang akan dipakai untuk perkembangan embrio. (Berthelein et al. 2000) menemukan jaringan lain seperti otot yang diketahui sebagai salah satu gudang protein yang bukan merupakan sumber energy utama selama siklus reproduksi. Peneliti ini juga menambahkan bahwa glikogen dan lemak yang tersimpan dalam kelenjar pencernaan, gonad dan daerah mantel selama periode musim dingin merupakan sumber utama energi pendukung siklus reproduksi.Hal serupa juga telah diteliti pula pada kekerangan oyster dan abalon lainnya (Carefoot et al., 2000).
Wada dan Wada (1953) dalam Longo (1988) mengungkapkan bahwa kenaikan pH pada media dapat meningkatkan kematangan dan motilitas spermatozoa, selain itu dapat menjadikan telur moluska yang tidak subur menjadi subur sehingga dapat dibuahi oleh spermatozoa.Induk betina abalon (H. asinina) yang telah matang gonad tidak menyemprotkan telur seluruhnya dalam satu periode.Selain itu, perkawinan sangat dipengaruhi oleh siklus peredaran bulan (bulan gelap atau terang), pasang surut air laut, suhu air, suhu udara di permukaan air dan kualitas air. Menurut Botsford et al. (2006), kesesuaian antara kematangan gonad dengan periode pemijahan merupakan faktor kritis bagi kesuksesan pembuahan atau fertilisasi.
J.        Habitat dan Penyebaran
Siput Abalon ditemukan di perairan dangkal pada daerah yang berkarangatau berbatu yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel.Abalon bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki.Gerakan kaki Abalon sangat lambat, sehingga memudahkan predator untuk memangsanya (Tahang et al., 2006).             
            Abalon menyukai daerah bebatuan di pesisir pantai terutama pada daerah yang banyak ditemukan alga.Perairan dengan salinitas yang tinggi dan suhu yang rendah juga merupakan syarat hidup abalon.Abalon dewasa lebih memilih hidup di tempat-tempat dimana banyak ditemukan makroalga. Di daerah utara (Alaska sampai British Columbia), abalon umumnya berada pada kedalaman 0-5 m, tetapi di California abalon berada pada kedalaman 10 m. (Lepore, 1993 dalam Octaviany, 2007).Di perairan Indonesia terdapat 7 jenis abalon yaitu Haliotis asinine, H. varia, H. squamosa, H. ovina, H. glabra, H. planate dan H. crebrisculpta (Dharma, 1988).
            Penyebaran kerang abalon sangat terbatas.Tidak semua pantai yang berkarang terdapat kerang abalon.Secara umum, kerang abalon tidak ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan air laut dan tawar yang biasa terjadi di muara sungai.Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.Pada siang hari atau suasana terang, siput Abalonlebih cenderung sembunyi di karang atau batu.Sedangkan pada suasana malamatau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat (bersifatnocturnal).Selanjutnya Bosch, (1982) dan Johnson at.al. (1992) dalam Hamzah (2013) mengemukakan bahwa abalon (Haliotis mariae) senang menyebar dan terkonsentrasi pada daerah intertidal sampai subtidal yang berkarang hingga pada kedalaman 20m.
            Salah satu negara produsen abalon terbesar di dunia yakni Australia.Australia merupakan salah satu wilayah dengan penyebaran abalon melimpah dengan berbagai jenis seperti abalon blacklip, greenlip, brownlip, dan roei.Berikut dapat dilihat pada Gambar 16.


Jenis abalon di alam diperkirakan lebih dari 100 spsies, namun yang telah berhasil dibudidaya hanya beberapa spesies saja. Di jepang ada 7 spesies yang dibudidaya yaitu H. gigantean, H. sieboldii, H. discus, H. discus hannai,H. diversicolor, H. asinine dan H. supertexta(Takashi, 1980dalam Susanto dkk., 2010).

III.   METODE PRAKTEK
A.      Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada bulan agustus 2012 sampai dengan Maret 2015 dan bertempat di HatcheryAbalon PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK Desa Tapulaga Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe, Sulawesi tenggara.
B.       Alat dan Bahan
No.
Alat dan Bahan
Kegunaan
1.
Alat


-      Plat
-      Aerator
-      Lampu
-      Filter bag
-      Saringan
-      Toples
-      Fiber

-      Mikroskop

Sebagai substrat bentik
Penyuplai oksigen
Sumber cahaya
Menyaring air
Menyaring telur
Wadah kultur pakan alami skala lab
Tempat pemeliharaan abalon dan kultur massal pakan alami
Untuk mengamati telur

2.
Bahan


-      Abalon (Haliotis asinina)
-      Rumput laut
-      Lamun
-      Pupuk
Obyek pengamatan

Sebagai pakan induk abalon
Sebagai sumber pakan alami larva






C.      Kegiatan Pembenihan
Kegiatan pembenihan ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :
1.        Persiapan dan Pemeliharaan Induk
Pemilihan induk untuk pembenihan di ambil dari alam dan induk dari hatchery, dengan persyaratan harus sehat dan matang gonad. Induk yang dipilih berukuran 4-5 cm, pemeliharaan induk dilakukan di bak pemeliharaan dengan pemberian pakan yang memicu gonad untuk berkembang lebih cepat.
Gambar 16. Induk diambil dari alam (sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)
Gambar 17. Bak penyimpanan pakan induk
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)


Gambar 18. Bak pemeliharaan induk
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)
 




















2.        Produksi pakan alami (bentik diatom) untuk larva
Produksi pakan alami dilakukan dengan mengisolasi diatom  dari lamun dan padina kemudia dilakukan pemupukan dan pemeliharaan sesuai dengan petunjuk (Effendy, dkk 2004 dan Personal Komunikasi, 2012), kegiatan kultur pakan alami dalam sekali kultur mampu mencapai 12 bak. Pakan alami yang dikulltur bervariasi, diantaranya: nitzchia, coconeis, ampora. 
Pemupukan inoculum diatom yang dikutur dalam toples 5 liter menggunan TMRL Medium atau F medium yaitu:
TMRL MEDIUM (1ml/L)
1.  KNO3NaNO3         ------------------------                  100g/1L DW
2.  NaHPO4.12H2O     ------------------------                  10 g/1L DW
3.  FeCl3.6H2O                        ------------------------                  3g/1L DW
4.  Na.SiO3.9H2O        ------------------------                  1g/1L DW

F MEDIUM
1.  NaNO3                         -----------------------------------------       84.148g
     NaHPO4.12H2O     ---------------------------              10.g
DW 1L
2.  Na.SiO3.9H2O        ---------------------------              30g
                                                                                    DW 1L
3.   FeCl3.6H2O           ---------------------------- 2.90 g
                                                                                    DW 1L
4.   Na2EDTA             ---------------------------- 10g
                                                                                    DW 1L
5.   Vitamin Stock      
            B1       -------------------------------------  0.2g   
            B12 Primary stock      -------------------            1ml
            Biotin Primary stock   -------------------            1 ml
                                                                                    DW 1L
6. Trace metal  A, B,C,D, E    -------------------            1ml each
                                                                                    DW 1L
dikultur selama 15 hari didalam toples.
 










Gambar 19. Pupuk TMRL dan isolasi diatom
Sumber: sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK

Pemeliharaan bentik diatom dilakukan dengan cara pemberian pupuk setiap hari selama 3 hari. Adapun jenis pupuk yang digunakan diantaranya pupuk UREA, TMRL dan KCL dan diberi aerasi serta flow-through.
Kultur massal diatom yang telah berumur 15 hari dilakukan dengan cara memindahkan diatom dari toples kemudian diberi pupuk komersial yaitu:
1.  urea                        ------------------------------------               7.5 g/L
2. 21-0-0 (NPK)          ---------------------------              150g/L
3.  16-20 (Ammonium phosphat)        ---------             25  g/L
4.  EDTA                                            ---------             5g/L
5.  FeCl3                                                             -------------                   5g/L
6. Silicate                                            ---------             15g/L  
Gambar 20. Proses pencucian dan penyaringan lamun
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)

 

















 





Gambar 21. Fiber Kultur Massal pakan alami (bentik diatom)
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)
                                                                                               

Gambar 22. Jenis pupuk yang diberikan
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)
 







3.        Pemijahan
Pemijahan abalon diawali dengan pemilihan induk yang betul-betul matang gonad, abalon yang matang gonad dipisahkan ke bak pemijahan dengan diberi perlakuan dan pakannya.Abalon memijah secara alami pada bak pemijahan.

Gambar 23. Bak-bak pemijahan
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)
 













4.        Pemeliharaan Larva
Abalon yang telah mengalami pemijahan hingga fertilisasi kemudian disaring dan dipindahkan ke bak pemeliharaan larva yang telah berisi pakan alami berupa diatom dan diberi aerasi dan flowtrough, akan tetapi flowtrough diberikan setelah larva abalon melekat pada permukaan bak atau plat karena abalon yang dipindahkan dari bak pemijahan ke bak pemeliharaan larva tidak langsung melekat, abalon yang dipindahkan ke bak pemeliharaan larva akan melayang-layang selama 2-4 hari. Flowtrough dimaksudkan agar air selasu berganti agar terhindar dari cacing air yang akan menjadi pesaing abalon untuk mendapatkan makanan berupa bentik diatom.
Gambar 25. Di stok pada fiber kultur pakan alami
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)
Gambar 24. Penyaringan dan pengamatan telur
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)

 














Tahap Pemeliharaan larva
-        Pemupukan
            Pemupukan pada bak pemeliharaan larva dilakukan pada saat pakan alami sudah mulai berkurang.Pemupukan dilakukan setiap 2 hari sekali dengan penambahan air lamun yang disaring sebanyak 10 liter/3 hari pemberian air lamun.
-        Sistem air pemeliharaan
            Sistem pemeliharaan air yang digunakan adalah system flow trough atau system air mengalir pada bak pemeliharaan larva.System air mengalir digunakan ketika larva abalone telah melekat pada permukaan wadah/plat, system air mengalir digunakan untuk tetap menjaga kualitas air pada bak pemeliharaan larva tetap dalam kondisi baik, system ini juga baik dugunakan karena dapat mengurangi parasit seperti cacing air karena cacing air tidak dapat hidup pada kondisi air mengalir.
-        Penyiponan
Penyiponan dilakukan pada bak pemeliharaan larva ketika telah dipastikan bahwa larva abalone benar-benar melekat pada permukaan wadah sehingga apabila dilakukan penyiponan pada bak pemeliharaan larva tidak lagi dikhawatirkan benih/larva ikut terbawa dengan kotoran pada saat penyiponan.Penyiponan dilakukan untuk mengurangi kotoran yang ada pada pada bak pemeliharaan, penyiponan juga dilakukan untuk menghilangkan cacing air yang menjadi pesaing larva abalone untuk mendapatkan makanan berupa bentik diatom.


-        Pengkayan pakan alami bentik
            Tahap pemeliharaan larva abalone dilakukan pada bak pemeliharaan yang telah berisikan pakan alami/bentik. Abalone ditebar pada bak pemeliharaan dengan menyediakan pakan alami, pakan alami pada bak pemeliharaan diperkaya dengan menambahkan air saringan dari lamun ke bak pemeliharaan sebanyak 10 liter/bak dengan interval waktu  3 hari sekali. Bak pemeliharaan yang diperkaya dengan pakan alami kemudian dipupuk.
-        Pencahayaan
            Pemeliharaan larva abalone yang dilakukan pada bak diberi pencahayaan dengan cahaya lampu pada saat malam hari selama 12 jam dan pada siang hari kondisi terang, salah satu fungsi pencahayaan dilakukan untuk menjaga agar bentik dapat berfotosintesis pada bak pemeliharaan sehingga larva tetap mendapat asupan makanan (bentik).
-        Pemeliharaan 3-4 bulan
            larva abalone yang dipelihara pada bak pemeliharaan selama 3-4 bulan dengan pemberian pakan alami berupa bentik, abalone yang dikultur tidak semua hidup sampai umur 4 bulan. Larva abalone yang ditebar pada bak pemeliharaan selama 3-4 bulan dengan ukuran rata-rata 5 mm.

5.        Panen juvenile / benih
Setelah dilakukan pemeliharaan beberapa bulan dan tetap disediakan bentik diatom sebagai pakan alami larva. Larva abalone yang dipelihara selama 2 bulan pada bak pemeliharaan dapat mencapai ± 300 ekor larva abalone/bak . Larva kemudian tumbuh menjadi juvenil dan kemudian dilakukan panen juvenil untuk dipindahkan pada bak pemeliharan dan mulai diberikan pakan alami rumput laut.
Gambar 26. Produksi juvenil muda
(sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK)
 







Sistem Budidaya
Kegiatan berikutnya yaitu melakukan kegiatan budidaya dengan menggunakan beberapa sistem budidaya yaitu:Sistem Karamba Jaring Tancap (KJT), Sistem Resirkulasi Tertutup, Sistem Pergantian Air 100%, Sistem Flow Through dan Sistem IMTA. Benih yang digunakan untuk kegiatan budidaya ini yaitu benih yang berasal dari hatchery yang telah dipelihara selama beberapa bulan dan telah diberikan pakan alami berupa rumput laut.
a.    Karamba Jaring Tancap (KJT)




Gambar 27. Budidaya Abalon dengan Sistem Karamba Jaring Tancap (KJT) menggunakan prinsip-prinsip budidaya secara intensif, dimana lahan yang digunakan terbatas, pemberian pakan yang teratur, dan mudahnya dilakukan kontrol terhadap lingkungan.(Sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK).

b. Sistem Resirkulasi Tertutup





Gambar 28. Budidaya abalon dengan Sistem Resirkulasi Tertutup pada prinsipnya menggunakan kembali (re-use) air untuk budidaya sehingga dapat mengurangi penggunaan air dari luar sistem, dalam pelaksanaannya air yang digunakan tidak berhubungan langsung dengan sumbernya tetapi melewati filter, pergantian air dapat dikatakan tidak pernah dilakukan dan  hanya penambahan air untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan.


b.        Sistem Pergantian Air 100 %





Gambar 29. Budidaya abalon dengan Sistem Pergantian Air 100% pada prinsipnya pergantian air dilakukan setiap hari sehingga kualiatas air tetap terjaga serta mengurangi penumpukan feses abalon.(Sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK).

d. Sistem Flow Through








Gambar 30. Budidaya abalon dengan sistem flow through pada prinsipnyaketersediaan air menjadi pertimbangan yang penting dalam menjamin kelangsungan budidaya dimana air akan dipompa secara terus menerus dan akan terjadi pergantian air sehingga kualitas dan kesegaran air akan tetap terjaga. (Sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK).
e. Sistem IMTA







Gambar 31. Budidaya abalon dengan sistem IMTA yang pada prinsipnya dikombinasikan dengan berbagai organisme budidaya lainnya yaitu rumput laut, teripang, kerang dan tiram, dimana abalone berperan sebagai organisme tingkat tropic yang  paling tinggi, teripang berperan sebagai pengekstrak sisa-sisa kotoran dari  abalone, kemudian kerang memanfaatkan sisa-sisa metabolism teripang dan rumput laut menyerap unsur-unsur inorganik. (Sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK).












4. Pakan dan Pemberian Pakan








Gambar 32.Dalam kegiatan budidaya abalon pakan yang diberikan untuk berupa makroalga/rumput laut seperti Gracillaria Verucosa, Arcuata, Sallicornia dan Ulva sp. (Sumber: PT. Sumber Laut Nusantara kerjasama LP2T-SPK).



                                   






Lay out hatchery pembenihan abalonH. asinine








 












Gambar 27. Lay out hatchery (Kerja sama PT Sumber Laut Nusantara dan Lembaga PenelitianLP2T-SPK)



IV.   KEGIATAN BUDIDAYA
A.      Pengadaan Induk
Produksi dari kebanyakan budidaya abalon tergantung dari induk yang diambil dari alam.Untuk abalon dari alam, karakter reproduksi terutama induk betina tidaklah mudah dievaluasi hanya berdasar kondisi eksternal.
Penyediaan induk abalon yang matang gonad dan siap dipijahkan merupakan faktor utama dalam kegiatan pembenihan dan ketersediaannya baik kuantitas maupun kualitas menjadi tolok ukur keberhasilan produksi benih. Secara teknis tahapan pematangan abalon telah dihasilkan akan tetapi tahapan lain yang cukup membutuhkan pemikiran adalah memperoleh telur yang terbuahi dan menetas menjadi larva hingga benih. Untuk mendapatkan telur harus melalui proses pemijahan yang dapat berlangsung secara alami maupun buatan. Secara alami, abalon yang telah matang gonad akan melakukanpemijahan karena rangsangan perubahan suhu secara tiba-tiba oleh kondisi pasang-surut dalam Soleh dan Suwyono (2008).
Pilihan induk siap memijah dalam budidaya abalon berdasarkan penampakan eksternal dari hewan dewasa, dimana kriteria utama yang digunakan adalah : ukuran, warna dan bentuk gonad (HAW, 1989; SETYONO, 2004). Namun demikian hewan pilihan berdasarkan kriteria tersebut tetap memperlihatkan variabilitas reproduksi.Misalnya variasi yang cukup besar pada tingkat fertilitas telur, persentase keberhasilan penetasan dan keberhasilan menempel pada substrat.Pada abalon yang berukuran besar dengan telur yang berdiameter rata-rata 250 μm diharapkan memperlihatkan karakter reproduksi yang baik (dari berbagai sumber). Variabel kualitas telur merupakan salah satu faktor pembatas pada keberhasilan produksi massal dari benih atau nener ikan dan spesies kultur lainnya untuk tumbuh mencapai ukuran pasar (KTORSVIK et al. 1990). Observasi tentang kualitas telurdalam hubungannya dengan keberhasilan larva yang dihasilkan akan memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan dan merupakan alat untuk identifikasi awal kualitas induk (Litaay, 2005).
Induk yang dipijahkan biasanya berukuran cangkang ≥ 4-5 cm, dalam kondisi segar dan sehat, tidak terluka serta gonadnya tampak menggembung dengan warna gonad yang jelas. Warna gonad menunjukkan jenis kelamin.Gonad jantan berwarna putih keruh dan gonad betina berwarna biru tua kehitaman.Tingkat kematangan gonad abalon dilihat dengan memegang cangkang abalon kemudian menyingkap otot kaki pada sisi yang berlawanan dengan letak lubang cangkang menggunakan spatula berbahan plastik.
B.       Pembenihan
Abalon bersifat gonokoris, memiliki satu gonad (jantan atau betina) yang berada di sebelah kanan tubuh.Abalon mengalami matang gonad setelah berumur 6-8 bulan dengan panjang cangkang 35-40 mm. Jenis kelamin Abalonmudah dikenali, yaitu ketika gonad telah masak testes berubah warna menjadicream dan ovari menjadi kehijauan. Fertilisasi eksternal terjadi saat jantan dan betina mengeluarkan gamet langsung ke kolom air. Ukuran telur sangat kecil,sekitar 0,2 mm dan berjumlah sangat banyak (Faisal, 2005).Pemijahan pada H. asinina menurut Counihan et al (2001) sangatteratur dibandingkan famili Haliotid dan invetebrata laut lainnya, di mana periode pemijahan cenderung serentak (syncronous).Peristiwa yang terjadi ini dipengaruhi lebih dari satu faktor lingkugan.Musim pemijahan abalon di HeronReef Australia berlangsung dari Oktober – April yang berhubungan erat dengan temperatur air.
Setyono (2004) membuat sebuah pedoman berupa deskripsi pengelompokan tingkat kematangan gonad abalon H. asinina (Tabel 1).
Tabel 1.Klasifikasi tingkat kematangan gonad H.asinina (Setyono, 2004)
Tingkat Gonad
Tingkat kematangan
Visual Gonad (%)
Deskripsi
0
Pengisian/ Pembentukan
<25
Gonad terlihat di ujung dari kelenjar pencernaan, gonad jantan terlihat berwarna krem putih dan gonad betina terlihat berwarna hijau muda.
1
Pematangan
25-49
Gonad berkembang dan menutup kira-kira 25-49 % dari bagian kelenjar pencernaan.
2
Matang
>49
Gonad berkembang penuh, menutup lebih dari 49% dari kelenjar pencernaan. Gonad jantan berwarna orange, betina berwarna hijau. Biota yang matang penuh gonad akan menutup >75% dari kelenjar pencernaan, menjadi cembung dan dapat terlihat dengan jelas.
3
Pemijahan sebagian dan istirahat
<50
Biota melepaskan gamet dan gonad menjadi mengerut dan pucat. Sulit dibedakan antara biota yang baru mengalami pembentukan gonad dan yang telah mengalami pelepasan gonad, dan hanya dapat dibedakan berdasarkan ukuran presentase area gonad.



Pengeluaran gamet terjadi dalam 2 malam setiap 2 minggu pada periode bulan gelap dan purnama.Hubungan antara pemijahan dengan periode bulan (lunar periode) belum diketahui secara pasti.Secara umum Abalon tropis hampir memijah sepanjang tahun kecuali pada bulan Mei – Juni yang merupakan masa istirahat. Pada musim-musimdimana suhu air rendah maka periode pemijahan akan menurun dan kondisitersebut umumnya terjadi antara bulan April – Juni (Capinpin, Encena danBayona, 1998). Musim pemijahan abalon di Korea menurut RAS (1990) mulai bulan Juli/Agustus ketika air laut sekitar 20 °C dan pada beberapa kasus hinggaakhir September dan Oktober.
Ø  Pemijahan
Kerang dan siput laut biasanya melepaskan sperma dan telur ke air pada malam hari.Pembuahan atau fertilisasi terjadi di luar tubuh atau di kolom air.Kebiasaan memijah pada malam hari dan pada saat air laut pasang, ada kaitannya dengan naluri keamanan, yaitu untuk menghindarkan telur dari ancaman predator, dan upaya penyebaran zygotes secara luas melalui arus air pasang.(Hickman, 1992). Sebagai contoh penurunan suhu air diperlukan untuk memulai proses perkembangan gamet (gametogenesis) pada chiton (Chaterinatunicata) dan kemudian peningkatan kembali suhu air diperlukan untuk proses pematangan gonad (telur dan sperma), sedangkan pemijahan (pelepasan telur dan sperma) terjadi pada saat kondisi fitoplankton di suatu perairan berlimpah.
Untuk mendapatkan telur harus melalui proses pemijahan yang dapat berlangsung secara alami maupun buatan. Secara alami, abalon yang telah matang gonad akan melakukan pemijahan karena rangsangan perubahan suhu secara tiba-tiba oleh kondisi pasang-surut. Pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa abalon dari hasil tangkapan di alam melakukan pemijahan alami di bak bertepatan dengan phase bulan muda dan purnama selama 2 bulan pertama dengan interval pemijahan berikutnya terjadi kira-kira 2 minggu (Capinpin and Hosoya, 1995) dalam Soleh dan Suwyono (2008). Pada T.niloticus pemijahan terjadi terutama pada fase bulan baru (Hahn, 1993).Beberapa faktor dapat berpengaruh dalam pemijahan abalon yaitu ukuran induk, kematangan gonad dan musim.Induk betina umumnya berumur muda dan induk jantan berumur lebih tua. Secara umum abalon tropis hampir memijah sepanjang tahun kecuali pada bulan Mei - Juni yang merupakan masa istirahat (Capinpin et.al.,1998) dalam Soleh dan Suwyono (2008). Pada musim-musim dimana suhu air rendah maka periode pemijahan akan menurun dan kondisi tersebut umumnya terjadi antara bulan April – Juni (Singhagraiwan and Doi, 1992). Terkait dengan hal tersebut maka suhu nampaknya menjadi faktor paling penting yang mempengaruhi reproduksi moluska pada umum nya (Newman, 1967).Sebagian dari aksinya untuk rangsangan memijah dan perubahan suhu dapat juga sebagai bagian penting dalam maturasi (Uki and Kikuchi, 1984; Hahn, 1994) dalam Soleh dan Suwyono (2008).
Pemijahan abalon secara buatan telah dilakukan dengan cara merangsang abalon dengan metode kejutan suhu. Menurut Kotke et aldalam Anonim (1995) menggunakan kejutan suhu untuk merangsang pemijahan induk abalon. Hal ini dilakukan dengan cara pertama-tama mengangin-anginkan abalon di udara luar selama 30-60 menit, kemdian menaruh dalam kantong (sendiri-sendri atau berpasangan dalam satu jenis kelami) da kemudian merendamnya dalam wadah pemijahan. Suhu air dalam pemijahan sebaiknya 4oC di atas suhu air saat pemeliharaan (18oC).Abalon mulai memijah antara 5-24 jam kemudian. Perubahan suhu air ini merupakan su trigger yang diterima oleh indra perasa melalui syaraf tepi, kemudian diinformasikan ke pusat syaraf atau hipotalamus. Selanjutnya hipotalamus melepas hormone pelepas hormone gonadotropin (Gn-Rh-= Gonadotropin Releesing Hormon) dan menjadi target dari hormone ini adalah hipofisa. Terlepasnya hipofisa Gn-RH maka hipofisa diperintahkan untuk melepaskan hormone gonadotropin yaitu hormone yang menunjang aktifitas gonad sebagai organ sasaran dari hromon gonadotropin ini adalah alat kelamin (gonad) baik gonad jantan maupun gond betina (Rudiana, dkk., 2005).
Pendekatan nutrisi dan reproduksi secara buatan belum menghasilkan kualitas benih abalon yang baik. Oleh karena itu, para ahli mengtakan bahwa dengan pendekatan genetik akan membantu dalam meningkatkan kualitas benih melalu kawin silang kemudian dibantu dengan menajemen pemberian pakan yang bernai gizi tinggi dan pengelolaan kualitas air yang baik (Hayashi, 1982 Fallu, 1991) dalam Rudiana, dkk., (2005).
Pada abalon Haliotis discus hannai yang telah matang gonad, fekunditas telur per 100 gram gonad jumlah telur yang dipijahkan sekitar 1,5 juta butir (RAS, 1990). Pada abalon tokobushi, fekunditas telur per ekor antara 48.000 – 290.000 butir, tingkat pembuahannya sekitar 90 % dan daya tetas > 80 % (Sofyan, 2006). Abalon H. varia betina yang memijah menghasilkan telur rata-rata 76.530 butir telur (Najmudeen dan Vector, 2003) dengan maksimum 215.200 butir pada panjang cangkang 48,23 mm. H. diversicolor supertexta berukuran 60-75 mm dapat bertelur hanya 130.000-200.000 butir (Chen, 1989) dan H. coccinea canariensis ukuran 49 mm, bertelur sekitar 70.000 butir (Pena, 1986) dalam Soleh dan Suwyono (2008).
Telur terbuahi dalam 1 jam periode pemijahan. Telur yang terbuahi berdiameter 180 μm dan berbentuk spherical.Telur-telur segera menyerap air dan tenggelam ke dasar.Ekses sperma dapat mengganggu keberhasilan penetasan.Rata-rata tingkat pembuahan adalah 50 % (Najmudeen dan Vector, 2003). Telur H. varia yang terbuahi lebih kecil (180 μm) dibandingkan H. iris (230 μm; Harrison and Grant, 1971) dan H. midae (222 μm, Genade et.al., 1988 dalam Soleh dan Suwyono (2008). Sofyan (2006), menyatakan bahwa telur abalon tokobushi yang dikeluarkan akan mengendap di dasar, berwarna putih keabu-abuan, setelah menetas melayang. Hingga mencapai trochophore butuh waktu 5-6 jam (sama dengan asinina). Pelepasan telur abalon asinina sering di lapisan permukaan air, bilamana tidak diberi penutup.Sedang untuk tokobushi (Sulculus supertexta), pengeluaran telur selalu terjadi dalam badan air (Sofyan, 2006) dalam Soleh dan Suwyono (2008).
Ø  Pemanenan Telur
Pembuahan telur terjadi secara alami pada saat induk jantan dan betina memijah bersama dalam satu wadah. Telur yang terbuahi akan cepat mengendap di dasar wadah dibanding telur yang tidak terbuahi atau abnormal (di lapisan atas) Soleh dan Suwyono (2008).
Proses pembuahan abalon terjadi di luar tubuh (external fertilization). Betina dan jantan yang berdekatan akan mengeluarkan telur dan sperma kemudian bercampur di dalam air. Telur abalon tidak mengapung tetapi tenggelam, namun karena ukuran dan masa jenisnya sangat kecil dan tidak berbeda jauh dengan masa jenis air menyebabkan telur-telur ini terangkat ke kolom air oleh gerakan air. Selama 4 jam telur akan mengapung di permukaan selanjutnya memasuki kolom air dan melayang mengikuti arus (Fallu, 1991).
Telur yang menetas menjadi larva terus berubah bentuk menjadi larva trocophore dan stadia veliger.Setelah satu minggu, larva tenggelam untuk menempati subtrat (tempat menempel). Pada stadia ini abalon disebut stadia spat dengan ukuran 5 mm (Fallu, 1991). Larva abalon membutuhkan stimulan yang sangat spesifik untuk melangsungkan proses metamorfosis dan menetap menjadi larva bentik. Apabila larva tidak menemukan tempat menetap, ia akan bertahan sebagai plankton hingga 3 minggu dalam kondisi lingkungan yang optimal. Walaupun demikian, kurang dari 1% yang akan berhasil menyelesaikan metamorfosis dan tumbuh menjadi abalon dewasa (Searcy-Bernal et al.,1992dalam Feisal, 2006)
Rearing plate merupakanmedia penempelan pakan alami dan larva abalon yang terbuat dari vinil gelombang berbentuk persegi panjang berukuran 50x40 cm2. Enam lembar vinil gelombang disatukan dengan batang aluminium berdiameter 0,5 cm dan panjang 20 cm. Antar lembar dipisahkan dengan potongan pipa paralon sepanjang 3-4 cm. Dengan demikian, padat tebar pakan alami maupun larva abalon dapat ditingkatkan.
Ø  Pemeliharaan larva
Stadia larva merupakan stadia paling kritis terkait dengan ketersediaan pakan alaminya.
Sebelum larva abalon ditebar ke bak pemeliharaan larva, pakan alami sudah harus menempel di plate dan bak.Setyono (2004), menyatakan bahwa pertumbuhan juvenil abalon dapat dipercepat dengan kondisi pemeliharaan yang bagus termasuk pakan yang sesuai dan melimpah.Oleh karena itu, pakan alami sudah harus ditebar dua minggu sebelumnya.Indikator bahwa pakan alami telah menempel adalah warna coklat pada plate dan dinding-dinding bak.
Telur yang dilepaskan ke kolom air dan dibuahi akan berkembang menjadi embrio dan menetas sebagai larva trochopore. Larva trochopore berenang di kolom air mengunakan rambut getar (velum) atau dengan selaput renang (pedi-veliger).Selaput renang ini kemudian berkembang dan berfungsi sebagai kaki (bysus dan foot) pada saat larva bermetamorfosis dan menempel pada substrat.Keberhasilan telur yang telah dibuahi untuk berkembang menjadi embrio, menetas menjadi larva, dan bermetamorfosis menjadi anakan banyak dipengaruhi oleh kualitas air dan ketersediaan pakan (mikro-alga) pada stadia awal (larvae).
Larva abalon tidak makan (lesitotrofik) dan tidak memiliki alat pencernaan.Manahan (1992) mengemukakan bahwa larva abalon dapat memanfaatkan karbon organik yang secara alami terlarut dalam air laut sebagai sumber energi.Larva abalon yang baru menetas bersifat planktonik dan disebut larva trokofor (trocophore), pada perkembangan selanjutnya larva yang sudah mulai memiliki cangkang dan memiliki velum disebut larva veliger. Setelah memiliki statosis (statocyst) atau alat keseimbangan, larva abalonakan mencari tempat untuk menetap dan memulai kehidupannya sebagai organisme bentik yang kemudian akan berkembang menjadi juwana (juvenile). Larva bentik ini sudah mulai menggerus alga pada batu-batu karang sebagai makanannya. Larva abalon membutuhkan stimulan yang sangat spesifik untuk melangsungkan proses metamorfosis dan menetap menjadi larva bentik. Apabila larva tidak menemukan tempat menetap, ia akan bertahan sebagai plankton hingga 3 minggu dalam kondisi lingkungan yang optimal (Morse, 1984 dalam Searcy-Bernal et al, 1992).
Ketersediaan makanan bagi abalon yang baru memasuki masa post larvae adalah penting, karena hal ini berkaitan dengan kelangsungan hidupnya (Takami et. at., 2000 dalam Octaviany, 2007). Laju pertumbuhan pada fase hidup awal abalon bergantung pada ketersediaan makanan dan kemampuan masing - masing individu dalam memanfaatkan makanan yang tersedia (Rusdi, dkk., 2010).
Pada stadia larva, abalon sangat menyukai bentik diatom sebagai mekanannya sedangkan abalon yang sudah mencapai ukuran yang lebih besar memakan makanan dari jenis rumput laut. Abalon biasanya dipelihara dengan pemberian makanan berupa rumput laut segar dari jenis Glacilaria spp dengan disis yang berlebih (adlibitum) dan cara pemberian pakannya dilakukan dengan interval satu minggu Anonim, (2000) dalam Susanto (2009) sedangkan metode pembesaran abalon yang dilakukan secar terkontrol diberi pakan berupa pellet dan seminggu sekali diberi pakan rumput laut Susanto, (2006), dalam Susanto (2009). Rumput laut merupakan mikro-alga yang mempunyai nilai kandungan EPA da DHA yang cukup tinggi dan dibutuhkan untuk pertumbuhan manusia maupun hewan dan biak juga untuk pertumbuhan abalon Hidayat, 1995 dalam Amini dan Hastarini, 2003  dalam Susanto, dkk., (2009).
Setyono (2003) menambahkan bahwa fase juvenil dibagi menjadi dua, yaitu fase juvenil awal dan juvenil.Fase juvenil awal dimulai pada saat terjadinya penempelan sampai abalon memiliki cangkang sepanjang 10 mm. Selanjutnya, fase juvenil dimulai dari ukuran ini, yaitu ketika abalon mulai makan makro alga. Abalon umur 1,5 bulan sudah mulai diberi pakan rumput laut berukuran halus. Hal ini disebabkan pada fase ini ukuran mulutnya kira-kira mencapai 1/5 dari panjang tubuhnya dan insang sudah terbentuk sehingga peredaran darahnya sudah berfungsi.Namun, hingga saat ini belum diketahui kecepatan tumbuhnya, baik di habitat alaminya maupun dalam wadah budidaya (Feisal, 2005).
Abalon dapat beraktivitas secara normal pada suhu dan salinitas normal yaitu antara 28-34 0C dan salinitas 29-37 ‰. Abalon akan mengalami stres dan berakhir dengan kematian karena kenaikan atau penurunan suhu dan salinitas yang tajam (Fallu, 1991). Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan menggunakan sistem flowtrough pada wadah pemeliharaan sehingga air selalu terganti. Sirkulasi air juga menyebabkan kualitas air lebih bagus serta mencegah timbulnya penyakit karena air selalu berganti (Fallu,1991).
Kualitas air yang masuk ke dalam bak pemeliharaan larva abalon dijaga dengan menyaring air yang masuk melalui saluran inlet menggunakan cartridge filter dengan serat polipropilen mesh size 1 μm yang selalu diganti setiap pagi dan sore. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen, di tiap bak pemeliharaan larva dipasang 4 titik aerasi yang dipasang secara merata.namun demikian, teknik ini masih kurang karena air dari laut yang masuk ke tandon utama tidak difilter. Akibatnya, banyak ditemukan biota-biota kecil baik di air maupun menempel di tubuh dan cangkang abalon karena tidak tersaring oleh cartridge filter. Dikhawatirkan, hal ini akan menjadi agen pembawa (carier) penyakit dan mengganggu pertumbuhan abalon.
Abalon akan tumbuh lebih baik pada tempat yang terdapat lebih banyak shelter (Setyono, 2003). Umumnya, konsentrasi oksigen terlarut dalam kegiatan budidaya ≥ 5 ppm. Pada wadah pendederan dan pemeliharaan induk, shelter dibuat dari potongan pipa PVC berdiameter 6 inci dengan panjang 30 cm yang dibelah menjadi dua, dan ditempatkan di dalam kotak industri masing-masing 1 potong per kotak industri (3 potong dalam 1 bak). Abalon akan bersembunyi di balik shelter sepanjang hari dan akan merayap keluar pada malam hari. Sedangkan pada pemeliharaan larva digunakan rearing plate.
Ø  Kultur pakan alami
Larva abalon bersifat menempel di dinding bak dan plate, oleh karena itu pakan alami yang digunakan sebagai pakan awal larva adalah yang juga memiliki sifat menempel.Pada umumnya digunakan pakan alami berupa Nitzschia, Amphora dan Navicula yang dikultur secara bertingkat dari skala laboratorium sampai semi massal.

Gambar 33.Pakan alami untuk larva abalon

Kultur murni merupakan rangkaian dari kegiatan pengadaan pakan alami/kultur plankton.  Bibit kultur murni diperoleh dari hasil isolasi atau dari hasil kultur dalam media agar.  Plankton hasil biakan/kultur dalam media agar, dipindahkan dalam tabung reaksi volume 10-15 ml, kemudian dikultur secara bertingkat ke dalam erleumeyer 100ml, 500ml, 1000ml, 2000ml dan volume 5-20liter.  Kultur massal diatom dapat dilakukan setelah Setelah empat-lima hari masa pemeliharaan skala laboratorium (Tisna, 2008).Kultur mikroalga untukmemenuhi kebutuhan makan abalon pada stadia larva.Dimana organisme pada faselarva belum dapat mengkonsumsi makanan dalam bentuk makro, baik itu pakanalami maupun pakan buatan.Hal selain karena pakan tersebut belum sesuai denganbukaan mulutnya, pada fase ini organisme belum memiliki sistem pencernaan yanglengkap sehingga baru bisa mengkonsumsi pakan mikro.
Mikroalga merupakansumber energi utama bagi larva organisme herbivora secara langsung, dan secara taklangsung bagi organisme karnivora.Untuk memenuhi kebutuhan pakan alami abalon pada stadia larva makadilakukan budidaya pakan alami dalam hal ini adalah kultur mikroalga.Keberhasilan dalam mengkultur mikroalga tergantung dari cara mengisolasi sampeldan penanganan pada saat kultur.
Isolasi pakan alami dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi; (2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler, dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan, untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media agar (Maswira, 2007).
Teknik yang dilakukan dalam isolasi Navicula sp. adalah metode pipet danmetode tuang. (1) Metode Tuang.Pada metode tuang, perlu untuk dilakukan isolasi awal untuk memperolehspesies plankton yang diinginkan.Pada tahap ini, kita menggunakan sampel air yangdiduga berisi Navicula.sp dan memasukkannya ke dalam wadah yang telahdipersiapkan. Setelah itu melakukan inkubasi untuk melihat pertumbuhan dariNavicula sp. tersebut.Pemberian aerasi diperlukan untuk pengadukan danpenambahan oksigen di dalam wadah.Pertumbuhan dapat dilihat dengan peubahanwarna yang terjadi pada dinding wadah yang digunakan. Pada metode yangdigunakan ini, keunggulannya adalah tingkat ketelitian yang tinggi tidak diperlukansehingga dapat menghemat tenaga sedangkan kelemahan dari metode ini adalahwaktu yang digunakan untuk mendpatkan kultur murni akan lama, (2) Metode Pipet.Metode pipet digunakan untuk mendapatkan isolasi awal dengan caramengamati di bawah mikroskop pada air yang diduga mengandung Navicula sp.kemudian mengambil spesies tersebut dengan cara memipet dengan miro pipet. Hasilyang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang telah dipersiapkansebelumnya. Pemberian cahaya, pengaturan suhu dan pemberian aerasi perludiperhatikan dalam kultur ini untuk menjaga pertumbuhannya. Pertumbuhan pada jenis ini dapat ditandai dengan perubahan warna pada dinding wadah yangdigunakan. Pada metode ini, tingkat ketelitian diperlukan untuk mengamati spesiesyang akan ditumbuhkan sehingga sangat memakan waktu dan tenaga untukmelakukan pengamatan.
Di dalam proses kultur mikroalga yang terpenting adalah melakukan seleksi spesies-spesies yang akan dijadikan kultivan untuk kepentingan budidaya perikanan secara luas dan tujuan-tujuan khusus lainnya yang bahan bakunya diambil dari sel alga.  Biasanya untuk seleksi spesies calon kultivan, berdasarkan kepada ukuran sel, nilai nutrisi, dan kemudahan teknik kultur pada kondisi dan iklim dimana mereka digunakan.  Banyak jenis mikroalga yang digunakan untuk kepentingan budidaya perikanan, akan tetapi beberapa spesies alga yang popular dan dominan digunakan adalah; Nannochloropsis oculata (2-4 μm), Isochrysis galbana (5-7 μm), Tetraselmis chuii (7-10μm), Chaetocerosgracilis (6-8 μm), Dunaliellatertiolecta (7-9 μm), dan beberapa spesies dari Chlorella sp (3-9 μm).Odum (1996) menyatakan bahwa yang termasuk genera diatom yangmerupakan produsen utama fitoplankton di laut adalah: Nitzchia closterium,Planktoniella, Nitzchia seriata, Coscinodiscus, fragilaria, Chaetoceros,Thalassiosira, Asteriorella, Biduuulphia, Ditylum, Thalassiothrix, Navicula,Rhzosolenia semispira.
Bentik diatom
            Diatom adalah mikroalga uniseluler fotosintetik yang memiliki dinding khas terbuat dari silika.Pola, ukuran, dan ornamentasi dinding sel yang khas menjadi ciri taksonomi jenis-jenis diatom.Diatom memiliki klorofil a, c, alfa, dan betakaroten, serta xantofil (fucoxantin, diadinoxantin, dan diatoxantin) sehingga warnanya menjadi coklat keemasan.Diatom juga dibagi menjadi dua bentuk, yaitu dapat berupa centric diatom maupun pennate diatom.Centric diatom berbentuk simetri radial dan reproduksinya secara oogamy, sedangkan pennate diatom berbentuk kurang lebih simetri bilateral dan bereproduksi secara isogamy.Pembagian diatom atas bentuk dan tipe reproduksi ini juga menjadi ciri taksonomi diatom.Lebih dari 250 genera dengan kurang lebih 100.000 spesies diatom telah ditemukan.Diatom bisa hidup di air laut, air tawar, batu karang, maupun di tanah yang lembab (Armanda, 2013).
      Genera diatom yangmerupakan produsen utama fitoplankton di laut adalah: Nitzchia closterium,Planktoniella, Nitzchia seriata, Coscinodiscus, fragilaria, Chaetoceros,Thalassiosira, Asteriorella, Biduuulphia, Ditylum, Thalassiothrix, Navicula,Rhzosolenia semispira.Ada dua macam cara hidup diatom, yaitu sebagai bentik dan planktonik.Sebagai bentik dapat hidup di atas substrat seperti batu, pasir atau lumpur, ataudapat juga sebagai epifit pada tumbuhan hidup (misalnya perifiton atau epizoikpada hewan.Di hatcheryabalon, diatom seperti Navicula sp, Cocconeis sp, dan Nitschia sp merupakanpakan untuk fase creeping larva abalon (Efenddy, 2000).
Bentik diatom merupakan makanan bagi larva abalon hingga panjang cangkang abalon mencapai 5 mm. Setelah itu, mereka akan berpindah pada pakan makroalga. Selama fase perkembangan larva, abalon menggunakan bentik diatom sebagai nutrisi untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.Masing-masing bentik diatom memiliki suhu dan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing spesiesnya (Parker, et al 2007).
Bentik diatom tersebut merupakan pakan alami yang biasa dikonsumsi larva abalon. Selain karena sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya, bentik diatom tersebut juga memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh larva abalon untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya, Hal ini sesuai dengan pernyataan Parker et al, (2007) bahwa bentik diatom tersebut memiliki jumlah protein, karbohidrat dan lemak yang tinggi yang sangat dibutuhkan larva abalon untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Dimana, diantara jenis bentik diatom tersebut, yang memiliki kandungan protein yang paling tinggi adalah Naviculasp.

Lamun
      Karena sifatnya yang menempel, bentik diatom dapat ditemukan pada ekosistem lamun, karang, pasir, dan batuan di perairan. Namun biasanya pada kegiatan kulturbentik diatom untuk skala laboratorium bersumber diambil dari lamun. Padang lamun (seagrass bed) merupakan tumbuhan berbunga, berbuah, berdaun dan berakar sejati yang tumbuh pada substrat berlumpur, berpasir sampai berbatu yang hidup terendam di dalam air laut dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik.Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara seksual.Lamun memiliki perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti makro alga atau rumput laut (seaweeds).Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih.Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolisme; serta faktor eksternal, seperti zat-zat hara dan tingkat kesuburan perairan (Mann, 2000).
Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan kedalaman 4 meter.Pa dang lamun terbentuk di dasar laut yang masih ditembusi cahaya matahari yang cukup untuk pertumbuhannya.Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 55 jenis lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 12 jenis dominan.Hampir semua substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan disubstrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang.
Ekosistem padang lamun berfungsi sebagai penyuplai energi, baik pada zona bentik maupun pelagis. Detritus daun lamun yang tua didekomposisi oleh sekumpulan jasad bentik (seperti teripang, kerang, kepiting, dan bakteri), sehingga dihasilkan bahan organik, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam bentuk nutrien.Nutrien tersebut tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, tetapi juga bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya zooplankton, dan juvenil ikan/udang (Dahuri, 2003).
Ø  Menghitung kepadatan bentik diatom
Nutrien atau pakan  merupakan faktor yang sangat utama yang menunjang kelangsungan hidup, pertumbuhan maupun perkembangan gonad abalon.  Untuk menghasilkan abalon yang memiliki pertumbuhan yang baik, memerlukan suplai pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dari abalon tersebut. 
Pengontrolan pada saat melakukan isolasi pakan alami harus diperhatikan untuk menunjang pertumbuhan mikroalga pada media isolasi. Pemupukan, pemberian aerasi, dan pemberian cahaya adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keberhasilan isolasi pakan alami tersebut
Pertumbuhan mikroalga dapat dicirikan dalam 5 fase yaitu :
1. Fase induksi/fase istirahat
2. Fase eksponensial
3. Fase penurunan laju pertumbuhan
4. Fase stationer
5. Fase kematian
Kepadatan jenis diatom yang dihitung pada setiap kultur menggunakan rumus (Wickstead, 1965 dalam Wardhana, 2006).
x
f
1
D
=
1
v
q
x
 


Dimana :          D  = Jumlah individu per satuan volume/luas
                        q   = Jumlah individu dalam sub sample
                        f   = Fraksi yang diambil (vol.  subsample per vol. sampel)
                        v   = volume/ luasan awal

Ø  Pakan Buatan
Pakan buatan untuk budidaya abalon telah diberikan di negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Australia.Percobaan pakan di Taiwan menunjukkan bahwa pertumbuhan abalon menggunakan pakan buatan adalah 65% lebih besar daripada abalon yang diberi pakan makroalga.Abalon yang diberi pakan buatan memiliki berat badan yang lebih tinggi, panjang cangkang dan kandungan protein yang relatif tinggi dalam daging abalon dibandingkan dengan abalon yang diberi pakan rumput laut.Pertumbuhan abalon umumnya memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat dan heterogen, nutrisi yang tepat harus disediakan untuk membuat sebuah budidaya yang sukses. (Kuncoro dkk., 2013).
Prasyarat kestabilan pakan untuk abalon antara lain tidak mudah larut, tidak mudah hancur, dan tidak mudah membusuk. Pakan yang mudah larut dan atau hancur akan mudah terbawa aliran air sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh abalon, sementara pakan yang mudah membusuk akan menurunkan kualitas pakan.  ldealnya, pakan tidak keras tetapi tetap utuh dalam jangka waktu dua puluh empat jam dan kemudian mulai hancurterurai. Dengan demikian hewan masih berkesempatan untuk mengkonsumsi sebelum pakan mulai terdegradasi (Setyono, 2010).
Pakan buatan lebih dipilih untuk digunakan dalam operasi budidaya karena biaya yang lebih rendah, mudah disimpan dan kontaminasi bakteri berkurang dibanding  pakan alami atau atau pakan yang dibekukan (Tlusty et al., 2005).
Ø  Photoperiod
Salah satu metode yang dapat memberikan pengaruh terhadap waktu pemijahan adalah dengan metode pencahayaan (photoperiod).Pencahayaan (photoperiode) memberikan pengaruh terhadap waktu kematangan gonad dari induk abalon, sehingga sifatnya yang nokturnal sangat berhubungan dengan waktu untuk melakukan proses pemijahan pada malam hari (Caunihan et al., 2001).
Lundelius & Freeman (1986) dalam Setyono (2004) menyatakan bahwa sinyal panjang hari terang diterima oleh sebuah reseptor cahaya yang terdapat pada ganglion otak.Sinyal tersebut selanjutnya mengaktifkan sel neurosekresi dalam ganglion otak untuk melepaskan hormon yang menstimulasi perkembangan organ reproduksi.
Photoperiode berfungsi sebagai modulator respon terhadap temperatur. Temperatur adalah salah satu faktor kunci dalam pembentukan proses fisiologi semua organisme. Pengaruhnya pada bagian seluler adalah dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas katalisis dari metabolik dan enzim pencernaan.Hal ini juga berhubungan secara langsung dengan laju pertumbuhan dan fungsi-fungsi tubuh lainnya yang berkaitan dengan energi metabolisme (pernapasan, konsumsi pakan, eksresi, dll) dari invertebrata (Ezquivel et al., 2007).
Laju konsumsi pakan dan pertumbuhan juvenil H. discus hannai (panjang cangkang 30 mm) meningkat 20% dan 160% ketika dipelihara dalam kondisi gelap total dibandingkan dalam kondisi terang dan dampak yang sama juga terjadi pada H. discus dan H. sieboldi. Untuk H. rufescens (panjang cangkang 40 mm) laju konsumsi pakan dan pertumbuhan meningkat 24% sampai 26% ketika dipelihara dalam kondisi gelap. Hal yang sama juga ditemukan pada H. iris (Searcy-Bernal and Gorrostieta-Hurtado, 2007).
Setyono (2005) menyatakan bahwa beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa photoperiode memainkan peranan penting pada regulasi siklus reproduksi pada beberapa gastropoda. Setyono (2005) menyatakan bahwa suatu signal photoperiode diterima oleh photoreceptor yang berlokasi di ganglia otak. Signal tersebut kemudian mendorong aktivitas sel-sel neurosecretory dalam ganglia otak untuk melepaskan hormon yang menstimulasi perkembangan organ reproduksi.
Cauihan et al., (2001) bahwa pencahayaan (photoperiode) memberikan pengaruh terhadap waktu kematangan gonad dari induk abalon, sehingga sifatnya yang nokturnal sangat berhubungan dengan waktu untuk melakukan proses pemijahan pada malam hari. Proses pemijahan abalon dipengaruhi oleh faktor alam di luar tubuh abalon (eksogen) dan faktor di dalam tubuh abalon(endogen). Faktor alam yang mempengaruhi pemijahan antara lain adalah perubahan temperatur air laut, kontak dengan udara selama air laut surut rendah, perubahan periode penyinaran (photoperiod), siklus bulan, garnet yang dilepaskan oleh individu lain dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Adapula faktor dari dalam tubuh yang mempengaruhi pemijahan yaitu prostaglandins (PGs) dan beberapa amino yang dihasilkan oleh sel-sel saraf yang diduga sangat berperan penting pada proses pemijahan abalon (Setyono, 2004b).
Pada beberapa tempat di dunia, pengontrolan cahaya digunakan pada pengkondisian abalon.Pada umumnya abalon dipelihara pada ruangan tertutup dengan sumber cahaya dari lampu. Di Jepang, abalon dikondisikan dengan panjang hari konstan sampai empat bulan. Oktarina (2006) dari penelitiannya menyimpulkan fotoperiod dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan dan pertumbuhan abalon dari spesies H.asinina.Abalon dengan perlakuan gelap 24 jam memiliki tingkat pertumbuhan lebih baik jika dibandingkan dengan 12 jam gelap:12 jam terang serta 24 jam terang. Di Amerika Serikat, Haliotis rufescens paling baik berada dalam kondisi gelap total tanpa adanya periode terang sama sekali (Fallu, 1991).
D.      Sarana Budidaya
Saat ini, permintaan daging dan cangkang abalon yang meningkat mengakibatkan terjadinya over eksploitasi populasi abalon di alam.  Salah satu cara untuk menghindari hal ini adalah dengan melakukan produksi abalon di hatchery dan melakukan budidaya abalon sehingga sangat layak untuk dikembangkan. Teknologi produksi perlu dipersiapkan untuk memproduksi biomasa abalon. Hal ini berkaitan dengan reproduksi abalon untuk menghasilkan benih abalon. Karena itulah ilmu dan teknologi mengenai pengembangbiakan abalon dan fasilitasinya sangat diperlukan (Sarida, 2008).
Di duniaabalon dibudidayakan dengan berbagai sistem budidaya.Seperti budidaya hatchery, KJA (Keramba Jaring Apung), KJT (Keramba Jaring Tancap), dan IMTA (Integrated Multi Tropical Aquaculture).

1.        Budidaya Hatchery
Kegiatan budidaya tidak lepas dari usaha penyedian benih untuk menyuplai ketersedian stock benih selama  budidaya. Hatchery dalam konteks yang luas meliputi fasilitas fisik, induk, prosedur pembesaran larva, budidaya pakan alami, disposal produk (telah dibahas pada bab sebelumnya). Hatchery berasosiasi dengan ”artificial propagation” atau perkembangbiakan buatan atau produksi bibit, proses untuk memperoleh organisme yang muda dari induk yang dipelihara.  Hatchery merupakan tempat untuk menetasnya telur. Namun, terdapat perbedaan antara hatchery dengan tempat pemeliharaan(nursery operation).
Hatchery dan program rekayasa adalah format dalam akuakultur yang melibatkan suatu derajat tingkat manipulasi populasi organisme alaminya terhadap beberapa metode budidaya. Selanjutnya untuk dapat melakukan kegiatan budidaya organisme akuatik yang efisien maka kita harus mengetahui kriteria organisme tersebut terlebih dahulu.Suatu tantangan dalam kegiatan budidaya adalah bagaimana menghasilkan produk perikanan yang baik dan berkualitas. Hal ini tentu tidak lepas dari manajemen hatchery yang tepat. Salah satu aspek penting yang diperhatikan dalam kegiatan pembenihan organisme air yaitu kualitas air yang pada area budidaya dapat dimanipulasi seperti halnya kualitas air habitatnya di alam.
Salah satu usaha penerapan teknologi yang dapat dilakukan untuk mengefesiensikan waktu pembenihan adalah melakukan pemijahan buatan pada abalon dewasa.Berbagai metode budidaya berusaha dilakukan dalam pengembangan teknologi budidaya abalon.Akan tetapi keberhasilan dan keberlanjutan suatu budidaya sangat tergantung pada ketersediaan benih, baik benih dari alam maupun dari hatcheri. Produksi benih abalon di hatcheri membutuhkan waktu yang cukup lama. Salah satu penyebab hal ini dapat terjadi karena abalon memijah pada musim-musim tertentu.
Ø  Desain Hatchery
The basic consideration in establishing a fish hatchery are: 1) which site is suitable, 2) the area of the site and the facilities required in relation to the goals and objectives of the hatchery, and 3) how will the hatchery be managed.Pertimbangan yang mendasari pembuatan hatchery adalah sebagai berikut : (1) lokasi yang cocok, (2) kawasan lokasi dan fasilitas yang diperlukan dalam kaitannya dengan tujuan dari hatchery, dan (3) bagaimana hatchery yang akan dikelola.
It is of primary importance to conduct a feasibility study to determine the suitability of the site.Ini merupakan dasar yang penting untuk melakukan studi kelayakan untuk menentukan kesesuaian lokasi.This should be done prior to the establishment of the hatchery.Ini harus dilakukan sebelum pembentukan hatchery.There are three factors that must be considered in designing a fish hatchery: 1) species, 2) production target, and 3) level of financial input.Ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam mendesain hatchery abalonyaitu: (1) spesies, (2) target produksi, dan (3) tingkat pendapatan finansial. In addition, the facility requirements will depend on the nature of organization to run the hatchery. Selain itu, fasilitas persyaratan akan tergantung pada sifat organisasi untuk menjalankan hatchery.For government pilot projects, some laboratory support facilities are required.Pemerintah untuk proyek-proyek percontohan, beberapa fasilitas laboratorium dukungan diperlukan.Otherwise, it may not be necessary as in commercial projectsThe design of the hatchery will also depend on its objectives.Rancangan pusat penetasan juga akan tergantung pada tujuannya. Experimental facilities or production—oriented system for commercial purposes or the combination of both may be incorporated into the design.Percobaan atau fasilitas produksi berorientasi sistem untuk tujuan komersial atau kombinasi keduanya dapat dimasukkan ke dalam rancangan.
The hatchery can be an independent enterprise which is entirely self—sufficient in terms of facilities and manpower or as part of a bigger organization which utilizes its facilities and technical know—how.            Hatchery dapat bebas bekerja sama dengan perusahaan yang sepenuhnya menyediakan dalam hal fasilitas dan tenaga kerja atau sebagai bagian dari sebuah organisasi yang lebih besar dengan memanfaatkan fasilitas teknisdan pengetahuan. The hatchery can be an independent enterprise by itself or vertically integrated with other aquaculture enterprises in an organization.
1.        Kriteria untuk memilih lokasi untuk hatchery abalon
a.       Seawater SupplyPasokan air laut
The seawater used in a hatchery should be clean, clear and relatively free from silt.            Air laut yang digunakan dalam suatu hatchery harus bersih, jelas dan relatif bebas dari lumpur.The water quality should be good with minimal fluctuation in salinity 11 year round. Kualitas air harus baik dengan sedikit fluktuasi salinitas di sepanjang 11 tahun. Suitable sites are usually found near sandy or rocky shores.Sesuai lokasi yang biasanya ditemukan di dekat pantai berpasir atau berbatu.Sites which are not suitable for hatchery include areas which are heavily influenced by rain or turbulence.Lokasi yang tidak cocok untuk hatchery mencakup wilayah yang sangat dipengaruhi oleh hujan atau kerusuhan.River mouths should be avoided as sudden salinity change occurs after a heavy rainfall.Muara sungai harus dihindari karena tiba-tiba terjadi perubahan salinitas setelah hujan yang lebat.An added advantage of having a site on rocky shores is that good quality seawater is relatively near the shoreline. Salah satu keunggulan produk yang memiliki lokasi di pantai batu yang baik adalah kualitas air laut yang relatif dekat dengan pantai. This reduces the cost of piping installation and pumping. Hal ini akan mengurangi biaya pemasangan pipa dan pemompaan. The hatchery site should also be free from any inland water discharges containing agricultural or industrial wastes.Pusat lokasi hatchery juga harus bebas dari segala gangguan misalnya air pertanian atau buangan limbah industri.


m)      Accessibility Akses
Ideally, a hatchery site should be selected in areas where there are active fish farming operations so that the fish larvae produced can be easily transported and distributed to the grow-out ponds and cages.            Idealnya, suatu lokasi hatchery harus dipilih di daerah-daerah di mana terdapat wilayah ikan aktif beroperasi sehingga larva ikan yang dihasilkan dapat dengan mudah diangkut dan didistribusikan ke bak grow-out dan tempat pemeliharaan.The site chosen for a hatchery must have easy access to communication and transportation channels.Lokasi yang dipilih untuk suatu hatchery harus memiliki akses mudah ke aspek komunikasi dan transportasi.
n)        Availability of Power SourceKetersediaan sumber daya
HatcheryA fish hatchery cannot be operated without electricity. Electricity is essential to provide the necessary power to run the equipment and other life support systems of the hatchery. Hence, the site must have a reliable source of power. Installation of a standby generator is absolutely necessary especially in areas with frequent and/or lengthy power failures and fluctuations.loaksiTTabalon tidak dapat dioperasikan tanpa listrik. Listrik penting untuk menyediakan daya yang diperlukan untuk menjalankan peralatan dan lain kehidupan dukungan sistem pusat penetasan. Oleh karena itu, situs harus memiliki sumber daya handal.Instalasi dari siaga generator mutlak diperlukan khususnya di daerah yang sering dan / atau kegagalan panjang dan fluktuasi daya.
o)        TopographyTopografi
Area The ideal would be spacious, situated on flat to gently sloping grounds, well drained and not susceptible to floods, strong wave and tidal actions.yang ideal adalah luas, terletak pada daratan yang agak miring dengan alasan, baik kosong dan tidak rawan banjir, kuat dan gelombang pasang surut yang teraturIt should also be on compact soil and accessible by pase  nnbgnmgnvcmng kg.It is advisable to pay attention to land values early in the site selection phase to ensure that the site is available for purchase or lease and a price consistent with the project budget. Since land with the above characteristics is generally also desirable for other activities, it may be competitive for alternate land usage.Sangat dianjurkan untuk memperhatikan nilai-nilai awal tanah di lokasi seleksi tahap untuk memastikan bahwa lokasi itu tersedia untuk pembelian atau sewa dan harga yang sesuai dengan anggaran proyek. Sejak di atas tanah dengan karakteristik umumnya juga diminati untuk kegiatan lain, hal ini mungkin kompetitif untuk alternatif penggunaan lahan.


2.        Ukuran hatchery
Hatchery design is aimed at achieving certain production targets which in turn determine the size of the hatchery.Desain hatchery ditujukan untuk mencapai target produksi tertentu yang pada gilirannya menentukan ukuran dari hatchery. The capacity is based on an approximate ratio between tank for production of natural food (algae and rotifer) and larval rearing tank.Kapasitas berdasarkan perkiraan rasio antara tangki untuk produksi makanan alami (alga dan diatom) dan tangki pemeliharaan larva.The spawning tank depends on the larval requirement which is based on the number of spawners.Tangki pemijahan bergantung pada larval persyaratan yang didasarkan pada jumlah spawners.
Based on hatchery techniques and practices in Thailand for seabass fry production, the following assumptions are made and used for estimating tank capacitiBerdasarkan teknik hatchery dan praktek di Indonesia untukproduksi abalon, asumsi yang dibuat dan digunakan untuk memperkirakan kapasitas tangki adalah sebagai :
a.    By means of environmental manipulation or induced spawning, the species spawns monthly for six months (whole spawning seaDengan cara manipulasi lingkungan atau dipaksa bertelur, spesies spawns bulanan untuk enam bulan (seluruh musim bertelur).
b.    Survival rate of larvae from day 1 to 50 is 15%.Tingkat kelangsungan hidup larva dari hari 1 sampai 50 adalah 15%. 50-day-old larvae have an average length of 3 cm. 50 hari larva memiliki panjang rata-rata 3 cm.
c.    Production rate of 50-day-old larvae in larval rearing tank is 5 per liter.Produksi rat-rata dalam 50 hari pemeliharaan larva dalam tangki adalah 5 individu per liter.
d.   Larval rearing period is 50 days.Pemeliharaan larva dalam periode 50 hari. One larval rearing tank can be utilized only for three runs in a single spawning season. Satu tangki pemeliharaan larva dapat dimanfaatkan hanya untuk berjalan tiga dalam satu musim bertelur. Since fish spawn monthly, there should be two sets of larval rearing tanks to accommodate monthly production of larvae. Sejak teripang bertelur bulanan, seharusnya ada dua set larval menternak bak untuk menampung bulanan produksi larva.
e.    Tangki kapasitas produksi pakan alami adalah sama seperti yang untuk tangki pemeliharaan larva. The proportion of algal culture tank and rotifer culture tank is 2:1. Proporsi tangki kultur alga  dan kultur tangki diatom adalah 2:1All the 50-day-old larvae are stocked in earthen ponds and nursery cages.The tank capacity for natural food production is the same as that for the larval rearing tank.
f.     Tangki pemijahaninduk, dan produksi pakan alami dan pemeliharaan larva berada terpisah di luar hatchery.
3.    Holding TanksBak penampungan (water receiver tank)
The holding tanks in the seabass hatchery are used for various purposes such as broodstock conditioning and subsequent spawning, incubation, larval rearing and production of natural food.            Tangki ini memegang peranan penting pada hatchery abalon karena digunakan untuk berbagai keperluan seperti broodstock dan beberapa bertelur, inkubasi, pemeliharaan larval dan produksi pakan alami agar penyediaan air selalu berkesinambungan dan suistanaible.The design of various types of holding tanks is shown in Table 1 and Figures 1–3.Desain dari berbagai jenis bak dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1-3.
Table 1.Tabel 2. Tank facilities and capacity used in seabass hatcheries. Tangki fasilitas dan kapasitas yang digunakan dalam tempat pemijahan abalon
Stage Tahap
Facility Fasilitas
Stocking densityJuamKepadatan
Volume needed (ton)Volume diperlukan (ton)
Unit vol.Unit vol. (ton)
Jmlh No. unitjumlahunit
Size, shape, construction materialUkuran, bentuk, bahan bangunan
AdultMatureMMature
spawning tankTangki telur
abalon1 fish/5 tonsabaaa 1 / 5 ton
200
50
4
tangkisquare concrete tank 6m × 6m × 1.5m capacity of 50 tons with water & aera- system (Fig. 1).persegi beton 6m × 6m × 1.5m dengan kapasitas air 50 ton & aera-sistem (Gb. 1).
EggsTelur (MBG)
incubation taninkubasi tank
100 eggs/ liter 100 butir / liter
14
1 +1
14
circular w/ flat or conical shape bottom; 1000 l capacity fiber- glass tank (Fig. 2).datar atau bagian bawah berbentuk kerucut; kapasitas 1000 dan terbuat dari tangki fiberglass (Gb. 2).
LarvaeLarva
larval rearing tanktangki pemeliharaan larva
20–50 larvae per liter 20-50 larva per liter
150
15
10
tangkirectangular concrete tank (1m × 1.5m × 10m) of hollow block cement w/ mild aeration (Fig. 3).segi empat beton (1m × 1.5m × 10m) dari rongga blok semen ringan Aerasi (Gb. 3).
Natural foodPakan alami
starter tank Starter tangki

6 +6
1 +1
6 +6
circular tank flat bottom 1000 liters fiberglass tanktangki berbentuk bulat, bgiandasar rata 1.000 liter tangki fiberglass
Phyto-plankton
algal culture tanTangki- kultur alga

40
10
4
tangki square concrete tank (3 × 3 × 1.2m) with aerationpersegi beton (3 × 3 × 1.2m) dengan Aerasi






4.    PersyaratanFloor Space Requirement lantai ruang
Table 2 describes the space requirements of a production hatchery (Fig. 4) with a capacity of 2 million 50-day-old larvae for a six—month operating season.            Tabel 3.menggambarkan ruang produksi dari hatchery (Gb. 4) dengan kapasitas 2 juta  dengan lama pertumbuhan larva50hari untuk enam bulan musim operasi.

Fig.Gb. 1.A broodstock development/spawning tank.Bangunan tangki penyimpanan benih








Fig.Gb. 2.An incubation tank. Tangki inkubasi








Fig.Gb. 3.A larval rearing tank.Tangki pemeliharaan larva








Keterangan gambar :
(a)    menunjukkan broodstock and spawning tanks
(b)   menunjukkan tangki rearing larvae
Berikut ini merupakan ukuran detail beberapa gambar-gambar diatas :
Table 2.Tabel 3. Space requirements of finfish hatchery with a production capacity of 2 million 50—day—old larvae. Ruang Persyaratan hatchery abalon dengan kapasitas produksi dari 2 juta larva selama 50 hari.
Facility Fasilitas
Dimension (m) Ukuran (m)
Area (m 2 ) Luas (m2)
Staff office Staf kantor
5 × 4 5 × 4
20
Algal culture roomRuang kultur alga
5 × 4 5 × 4
20
Wet laboratoryLaboratorium basah
8 × 10 8 × 10
80
Spawning tankTangki  pemijahan
25 × 6 25 × 6
150
Larval rearing tank Tangki pemeliharaan larva
17 × 10 17 × 10
170
 KulturPhytoplankton culture Phytoplankton
12 × 3 12 × 3
36
Dry laboratory Laboratorium kering
5 × 4 5 × 4
20




5.        Seawater SystemSistem sirkulasi air laut
Seawater can be drawn directly from the sea or from the sump pit.            Air laut yang dapat diambil langsung dari laut atau dari lubang tangki.If the source of water is relatively clear, the water can be pumped directly into the overhead filter tank and stored in the reservoir or storage tank.Jika sumber air relatif jelas, air dapat langsung dipompa ke dalam tangki filter overhead dan disimpan dalam waduk atau tangki penyimpanan. Water is then gravity-fed to various culture tanks through delivery pipes.Air ini kemudian diberikan kepada berbagai kultur bak dikirimmelalui pipa.However, if the water is turbid and contains a high concentration of suspended solids, it must first be pumped into the filter tank. Namun, apabila air keruh dan berisi konsentrasi zattinggiakan dibuang, sebelumnya terlebih dahulu akan dipompa ke dalam tangki filter. In some areas where the water source is far from the shoreline and during low tide where large quantity of water is needed continuously, the sump pit or tube well can be constructed inshore near the hatchery.
Di beberapa daerah di mana sumber air yang jauh dari pantai dan pada saat air surut dimana banyak air diperlukan terus menerus, maka lubang air atau tabung dapat di perdalam dan dibangun di dekat pusat hatchery.The sump pit is connected to an underground pipe which is situated towards the water source. Bah lubang yang terhubung ke sebuah pipa bawah tanah yang terletak terhadap sumber air. The water continuously enters the sump pit through the underground pipe even during low tide. Air bah terus menerus memasuki lubang melalui pipa bawah tanah bahkan saat air surut. Water is then pumped directly from the sump pit or tube well (Fig. 5). Air ini kemudian dipompa langsung dari sumur bah atau tabung baik (Gb. 5). Water from the sump pit or tube well is usually clear because the water is filtered naturally through a layer of sand before entering the pipe so that it can be used directly. However if very clear and clean water is required, it should be pumped through the filter tank before use. Air bah dari lubang atau tabung baik biasanya jelas karena air itu secara alami disaring melalui lapisan pasir sebelum memasuki pipa sehingga dapat digunakan secara langsung. Namun jika sangat jelas dan air bersih diperlukan, harus melalui pompa filter tangki sebelum digunakan.
Pump specification must be decided on properly since the size of the pump depends on the total water requirement per day and maximum pumping time.Pompa spesifikasi harus memutuskan dengan benar sejak dari besarnya tergantung pada pompa air berdasarkan total kebutuhan per hari danwaktu maksimum memompa.Figure 6 indicates the total head suction pipe, discharge value and pump horsepower. Gambar 6 menunjukkan total kepala isapan pipa, pembongkaran dan nilai pompa daya kuda. With these date, pump specification required for such hatchery facilities can be derived.Dengan tanggal tersebut, pompa spesifikasi diperlukan untuk penetasan fasilitas tersebut dapat diturunkan.
Fig.Gb. 5.Seawater intake thru sump pit.Bak asupan air laut melalui lubang.








b.        KJA (Keramba Jaring Apung)
Pemilihan lokasi budidaya kerang abalon dengan metode KJA pada prinsipnya sama dengan pemilihan lokasi pada budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan sistim KJA. Oleh karena itu, budidaya kerang abalon dapat dilakukan secara bersama dengan ikan kerapu bebek dalam jaring yang berbeda ataupun terpisah. Adapun persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:
Ø  Faktor gangguan alam
1.     Gelombang dan Arus
Gelombang yang besar akan mengakibatkan goncangan rakit yang cukup kuat, hal ini akan menyebakan rusaknya konstruksi rakit dan kesulitan dalam bekerja. Selain itu, kekuatan arus juga sangat menentukan.Arus erat kaitannya dengan sirkulasi air dalam wadah pemeliharaan/jaring. Arus yang kuat akan dapat mengakibatkan terlilitnya wadah/jaring. Oleh karena itu, besar gelombang sebaiknya <>
2.     Bukan daerah up-welling
Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari.

3.     Pencemaran:
Kerang abalon merupakan hewan yang bergerak sangat lambat sehingga jika terjadi pencemaran baik pencemaran industri, tambak maupun dari limbah masyarakat setempat akan sulit untuk menghindar, akibatnya akan mengalami kematian secara massal.
4.     Kedalaman perairan:
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3m dari dasar waring/jaring.
5.     Faktor kualitas air.
Tabel 3.Parameter kualita air untuk budidaya kerang abalon (H. asinina).
No
Parameter
Satuan
Nilai rata-rata
1.
Salinitas
ppt
30-33
2.
Suhu
°C
29,5-30
3.
DO
mg/l
5,9-6,11
4.
pH
-
8,2-8,9
5.
Amonia
ppm
<> 
6
Kecerahan
m
>10
Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005

Faktor kualitas air bukan merupakan suatu kendala jika daerah tersebut merupakan daerah budidaya ikan kerapu. Lain halnya pada lokasi yang baru, perlu dilakukan suatu pendekatan dengan cara pengukuran parameter kualitas air serta tindakan uji coba yang bersifat sederhana jika tidak memiliki alat pengukur kualitas air yaitu dengan cara memelihara beberapa ekor kerang abalon pada daerah tersebut, minimal sekitar 2-4 minggu (sekitar 1 bulan), dan parameter yang diamati adalah dapat bertahan hidup dan mampu memakan pakan yang diberikan. Ini yang akan dijadikan sebagai tolak ukur bahwa lokasi tersebut telah mampu mendukung budidaya kerang abalon.
















Gambar 34. Sistem KJA (Karamba Jaring Apung)

c.         KJT (Keramba Jaring Tancap)
Persyaratan lokasi untuk budidaya kerang abalon dengan metode pen-culture adalah sebagai berikut:
1.     Daerah pantai dengan curah hujan rendah
Lokasi sebaiknya mempunyai curah hujan rendah sepanjang tahun, hal ini untuk menghindari fluktuasi parameter air laut terutama salinitas yang mencolok. Pada daerah curah hujan tinggi akan berdanpak sangat buruk pada saat air surut, yaitu air hujan akan tergenang pada lokasi pen-culture, akibatnya salinitas akan turun secara drastis. Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan menimbulkan stress dan membahayakan kehidupan kerang abalon dan berujung pada kematian.
2.         Daerah pantai yang jauh/tidak ada muara sungai
Hal ini bertujuan untuk menghindari abrasi air tawar yang dapat mengakibatkan perubahan kualitas air, terutama salinitas serta partikel dan limbah yang terbawa oleh arus sungai. Keadaan sperti ini memberikan danpak yang buruk terhadap kehidupan kerang abalon.Oleh karena itu, daerah ini sebaiknya tidak dijadikan lokasi buddiaya kerang abalon.
3.         Keadaan pantai yang landai/datar (tidak curam/terjal)
Kedaan pantai yang landai/datar akan memudahkan dalam membangun konstruksi pen-culture, demikian sebaliknya, pada daerah pantai yang terjal akan mengakibatkan sulitnya menempatkan konstruksi/wadah budidaya.
4.         Dasar pantai pasir berkarang dan terdapat alga laut yang tumbuh (ex: padang lamun)
Pemilihan lokasi yang seperti ini untuk mendekatkan keadaan wadah budidaya dalam bentuk habitat asli kerang abalon.Selain itu, pada daerah berpasir suspensi atau partikel lumpur dalam badan air sangat sedikit sehingga kejernihan air tetap terjamin. Adanya alga yang tumbuh pada daerah tersebut akan menjadi tolak ukur untuk kesinambungan ketersediaan pakan serta kelangsungan hidup pakan yang akan diberikan seperti Gracilaria sp. Sebaliknya, pada daerah berlumpur akan terus terjadi kekeruhan akibat partikel tanah yang terbawa dalam badan air yang dapat menimbulkan endapan/sedimen yang pada akhirnya membahayakan kehidupan kerang abalon yaitu kerang abalon dapat tertimbun dalam endapan tersebut sehingga menyulitkan untuk memperoleh oksigen yang akhirnya tingkat mortalitas menjadi tinggi.
5.         Ketinggian air saat surut terendah.
Pada saat surut terendah, sebaiknya lokasi tetap pada daerah yang tergenang air, jika lokasi terletak pada daerah pantai yang kering, maka bagian dalam pen-culture harus digali dengan kedalaman minimal 10-15cm dengan tujuan untuk mempertahankan genangan air saat surut terendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan suhu yang sangat mencolok dan menghindari kekeringan pada kerang abalon yang dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian.
6.         Mudah dijangkau dan diawasi.
Lokasi harus mudah dijangkau (dekat dengan tempat tinggal), bertujuan untuk memudahkan pengawasan setiap saat, terutama kerusakan konstruksi atau hal lain yang dapat menimbulkan kerugian dan membahayakan kehidupan kerang abalon, seperti; adanya predator. Selain itu, dekatnya lokasi juga merupakan tindakan pengamanan yang tepat.
7.         Gelombang/ombak pantai yang tidak terlalu besar
Daerah pantai yang dijadikan lokasi harus terlindung dari hempasan ombak yang cukup besar, bertujuan untuk menghindari kerusakan pada wadah/konstruksi pen-culture. Hal lain, lokasi yang memiliki ombak besar maka usia ekonomis sarana akan menjadi pendek serta akan menambah biaya dalam konstruksi yang harus dibuat kokoh serta perbaikan, tentunya hal ini akan memperkecil margin keuntungan dan bahkan dapat mengakibatkan kerugian.
d.        IMTA (Integrated Multi Tropical Aquaculture)
Implementasi perikanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dilaksanakan, sekaligus menjawab tantangan pemenuhan akan kebutuhan hasil perikanan yang meningkat. IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) untuk mengoptimalkan hasil perikanan melalui pemanfaatan sistem budidaya dengan pendekatan alamiah ekosistem laut sehinggamengopimalkan reduksi limbah, efesiensi pakan dan diversifikasi produk. IMTA adalah salah satu bentuk dari budidaya laut dengan memanfaatkan penyediaan pelayanan ekosistem oleh organisme trofik rendah (seperti kerang dan rumput laut) yang disesuaikan sebagai mitigasi terhadap limbah dari organisme tingkat trofik tinggi (seperti ikan) (White, 2007 dalam Jianguanget al, 2009).IMTA diterapkan sebagai solusi terhadap mitigasi limbah yang dikeluarkan dalam marikultur dan peningkatan efesiensi dari pakan sehingga tidak mencemari lingkungan.
Demikian halnya di Indonesia, IMTA sebagai metode budidaya baru telah mulai dikembangkan meskipun masih secara parsial. Mengingat potensi budidaya yang dimiliki Indonesia dengan perairan laut dangkal sebesar 24,5 juta hektar yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya laut yakni 8,36 juta hektar, lahan pesisir sekitar 1,22 juta hektar, luas perairan umum kolam dan sawah yang dapat digunakan untuk perikanan budidaya masing-masing 139,336 hektar, 541,100 hektar dan 1,538,379 hektar (Hahuri, 2008 dan Nurdjana, 2006 dalam Teguh, 2011). Potensi pengembangan  IMTA  ini  dapat  diterapkan melalui sistem Keramba  Jaring Apung  (KJA)  ataupun Keramba  Jaring  Tancap  (KJT)  yang telah  banyak  diterapkan  di  Indonesia. Sistem  ini  dapat  dimodifikasi  dengan melakukan  pendayagunaan  berbagai organisme dalam suatu ekosistem, ekosistem yang digunakan merupakan  ekosistem  alamiah  ataupun  habitat  asli  dari  organisme tersebut.
Penerapan IMTA di Indonesia yangdilaksanakan pada daerah budidaya laut yang memanfaatkan KJA dan KJT sebagai wadah budidaya bagi organisme kultur.Organisme kultur berasalEkosistem lokal yang terdapat dalam suatu daerah dapat dilaksankan sebagai penyusun dalam sistem IMTA, karena ekosistem lokal memilki adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan organisme introduksi dari luar. Ekosistem lokal perlu dijaga guna menjaga keseimbangan alam, introduksi dari luar akan memberikan pengaruh buruk terhadap kerusakan ekosistem seperti penyebaran penyakit dan pada dasarnya organisme dalam ekosistem laut Indonesia memiliki kemampuan beradaptasi yang baik pada daerahnya.
Penerapan IMTA pada gagasan ini dilaksanakan pada perairan karang ataupun Teluk yang memiliki arus yang relative tenang.Organisme yang berasal dari ekosistem lokal yang dimanfaatkan adalah ikan kerapu, kakap dan baronang, karena ketiga ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggai serta pembenihan dari ikan karang ini telah diketahui sehingga pasokan benih sebagai unsur budidaya telah terpenuhi. Organime dalam ekosistem lokal yang bertindak sebagai detritifor adalah bulu babi, teripang dan abalon yang mampu memanfaatkan sisa pakan dan feses pada budidaya KJA dan KJT, karena secara alami ketiga jenis organisme tersebut terdapat di Indonesia terutama abalonyang telah berhasil dibudidayakan di Balai Budidaya Laut,Lombok. Kerang hijaudan kerang darah telah mampu dibudidayakan secara baik hampir diseluruh perairan di Indonesia sehingga dalam pemanfaatanya tidak megalami kesulitan terutama terkait pembenihan,kemampuan kerang sebagai filter feeder dapat memanfaatkan partikel tersuspensi.Tumbuhan laut seperti rumput laut yang mudah dibudidayakan di Indonesia seperti Euchemasp dan Gracilariaspmemiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dapat berguna sebagai penyerap inorganik atau limbah dalam bentuk larutan dalam sistem budidaya sehingga dapat termanfaatkan.Sistem IMTA yang diterapkan di Indonesia dapat terlihat pada gambar dibawah.


Gambar 35. Aplikasi Sistem IMTA di Indonesia melalui Ekosistem Lokal



V.      SIMPULAN
Adapun simpulan yang diperoleh dari ulasan paper ini adalah sebagai berikut:
-          Kegiatan budidaya abalon dapat menjadi solusi terbaik untuk mengatasi eksploitasi abalon di alam, mengingat permintaan pasar dunia yang terus melonjak.
-          Pembenihan merupakan tahap penting dalam kegiatan budidaya dan benih yang dihasilkan dapat di restockingke perairan untuk mendukung keberlanjutan populasi abalon di alam.
-          Kegiatan budidaya abalon dapat dilakukan di kolam/bak (hatchery), KJA dan KJT dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lingkungan (suistainable aquaculture).









DAFTAR PUSTAKA
ACIAR.  2009.  Final Report: Abalon industry enhancement in eastern indonesia.  Kemitraan Australia Indonesia.
Agus, M. 1992.   Pengaruh substrat terhadap Laju Pertumbuhan Lola Trochus niloticus di Perairan Labuangan Kecamatan Mallusetahi Kabupaten Barru.  Tesis Fakultas Peternakan Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin.  Ujung Pandang.
Astutie, A.P., Sudarno., Kusdarwati, R. 2012.Induksi Kematangan Gonad Induk Jantan Kerang Abalon (Haliotis asinina) dengan Metode Laserpunktur.Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan vol. 4.1.
Buschmann, H., A., Hernández-González, M., Astudillo, C., Lucía Fuente, L., Alfonso Gutierrez, A., Aroca, G., 2005.  Seaweed cultivation, product development and integrated aquaculture studies in Chile.  World Aquaculture 36: 51-53Bose, A.N. Ghosh, S.N., Yang, C.T., dan Mitra, A. 1993., Coastal Aquaculture Engineering. London. Auckland.
Caunihan, R.T., D.C. Mc Namara., D.C. Souter., E.J. Jebreen., N.P. Preston., C.R. Johnson., and B.M. Degnan. 2001. Pattern, synchrony and predictablity of spawning of the tropical abalons (Haliotis asinina) from Heron Reff. Australia. Marine Ecology Progress Series.213 : 193–202.
Chow, F., Macchiavello, J., Cruz, S. S., Fonk, E., Olivares, J. 2001.  Utilization of Gracilaria chilensis (Rhodophyta: Gracilariaceae) as a biofilter in the Depuration of effluents from tank cultures of fish, oysters, and sea urchins.  Worls Aquaculture Society 32: 215-220. 
Effendy, I.J.  2000.  Study on Early Developmental Stages of Donkey Ear Abalon (Haliotis asinina).  Linneaus 1758.  Institute of Aquakulture College of Fisheries University of the Philippines in the Visayas.  Miag-ao, Illoilo.  Philippine.
Effendy, I.J, 2007. Pengembangan teknologi pembenihan danbudidaya abalon (Haliotis asinina) di Indonesia.Dalam : Prosiding Seminar Nasional Muluska dalam penelitian, konservasi dan ekonomi. BRKP DKP RI bekerja sama dengan Jur. Ilmu Kelautan, FPIK Undip, Semarang : 2007 :22-26.
Esquivel, Z. G., S. M. Magallón, and M. A. González-Gómez. 2007. Effect of temperature and photoperiod on the growth, feed consumption, and biochemical content of juvenile green abalon, Haliotis fulgens, fed on a balanced diet. Aquaculture 262 : 129–141.
Fallu, R. 1991. Abalon Farming. Fishing News Book. England. Fallu, R. 1991. Abalon  farming. Fishing News Book. Oxford.
Feisal, F. 2005. Embriogenesis dan perkembangan larva abalon mata tujuh (Haliotis asinina Lin. 1758). [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Feisal, F., Tampubolon, P. 2010. Morfologi dan Tingkah Laku Reproduksi Abalon Mata Tujuh (Haliotis asinina Lin. 1758).Jurnal Moluska Indonesia.vol.1: 27-33.
Fishblogs. 2009. Budi daya kerang Abalon. Www. abalon/budi daya-abalon.html Laut-Lombok, Ntb. file:///I:/abalon/satriokelautan.wordpress.htm
Grubert M. A.,  2005.  Factors influencing the reproductive development and early life history of blacklip (Haliotis rubra) and greenlip abalon (H. laevigata).Thesis.University of Tasmania, Launceston, Australia.
Hamzah, M.S.dan Sangkala, 2009.Studi pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan siput abalon tropis (Haliotis asinina) pada kondisi suhu dan salinitas yang berbeda.Dalam : Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2009, Teknologi Budidaya Perikanan. Pusat Penelitian dan pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta Tgl 03-04 Desember 2009 :476-481.
Hamzah, M.S., Dwiono, S.A.P. dan Safriyadi, H. 2012.Pertumbuhan dan kelangsungan hidup anak siput abalon tropis (Haliotis asinina) dalam bak beton pada kepadatan berbeda.Dalam : Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia dan Dep. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor :191-197.
Hamzah, M,S., Sigit, A., Safriyadi, H,. 2012. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Anak Siput Abalon Tropis Haliotis asinine Dalam Bak Beton Pada Kepadatan Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.vol.IV.no.2. Lombok.
Hamzah, M.S,.2013. Studi Pertumbuhan Dan Daya Komsumsi Pakan Alami Anakan Siput Abalon Tropis (Haliotis asinina) pada Kondisi Suhu Berbeda.
Hanniffy, D., dan Kraan, S., 2007.  BIOPURALG: reducing the environmental impact of land based aquaculture through cultivation of seaweeds.  Irish Seaweed Centre, MRI National University of Ireland.Galway.
Huchette,.2009. France Haliotis:Leading the way to suistainable abalon farming. Galway.
Hayashi, L., Yokoya, S., N., Ostini, S., Pereira, R., Braga, S., E., Oliveira, E., 2008.  Nutrients removed by Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) in integrated cultivation with fishes in re-circulating water. Aquaculture 227: 185-191.
Kuncoro, A., A.Sudaryono., A.Sujangka., H.Setyabudi., Suminto. 2013. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan dengan Sumber Protein yang Berbeda Terhadap Efisiensi Pakan, Laju Pertumbuhan, dan Kelulushidupan Benih Abalon Hybrid.Journal of Aquaculture Management and Technology.Vol(2)3: 56-63
Leighton, P. 2008. Abalon Hatchery Manual. Aquaculture Explained. No.25
Leighton, D. L., 2008. Abalon Hatchery Manual. Aquaculture Technical Section, Aquaculture Development Division. Co. Dublin, Ireland.
Litaay, M dan De Silva, S.S. 2002.Spawning Season, Fecundity and Proximate Composition of The Gonads of Wild-Caught Blacklip Abalon (Haliotis rubra) from Port Fairy Waters South Eastern Australia.Aquat.Living Resour. 16 (2003) 353–361.
Litaay, M., Agus, M., Verawati,St dan Rusmidin, 2012. Variasi genetik abalon tropis Haliotis asinina, L. Asal Sulawesi Selatan. Makalah disampaikan pada ICAL 2012, Semarang, 23-24 Nopember 2012 : 10 hal.
Nurfajrie., Suminto., Sri, R,. 2014. Pemanfaatan Berbagai Jenis Makroalga Untuk Pertumbuhan Abalon (Haliotis squamata) dalam Budidaya Pembesaran. Journal ofAquaculture Management and Technology Vol. 3, No. 4, Tahun 2014,142-150.
Neori, A., Chopin, T., Troell, M., Buschmann, H., A., Kraemer, P., G., Halling, C., Shpigel, M., Yarish, C., 2004.  Integrated aquaculture: Rationale, evolution and state of the art emphasizing seaweed biofiltration in modern mariculture.  Aquakultur 231, 361-391.
Oktarina, S. 2006. Pengaruh perbedaan fotoperiode terhadap pertumbuhan abalon (Haliotis asinina Linnaeus, 1758). [skripsi]. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro: Semarang.
Parker, F. M, Davidson. K, Freeman. S, Hair. S, Daume. 2007. Investigstion Of Optimal Temperature and Light Conditions for Three Bentik Diatom and Their Suitability To Commercial Scale Nursery Culture Of abalon (Haliotis Laevigata). Journal Of Shellfish Research. Vol 26 (3):751-7 61.
Rusdi.I.MP., Hanafi.A. M.Sc., Marzuki.M., 2010. Peningkatan Sintasan Benih Abalon (Haliotis squamata) di Hatchery Melalui Optimalisasi Pakan dan Lingkungan. Laporan Akhir. 43 hal.
Saleh. M., dan Suwoyo.D., 2008. Rangsang Kejut Suhu Sistim Basah dalam Proses Pemijahan Massal AbalonHaliotis sp.Perekayasa Muda BBPBAP Jepara.17 hal
Setyono, D.E.D. 2004a. Abalon (Haliotis asinina) : 2 Factors Effect Gonad Maturation. Oseana. Vol. XXIX, Nomor 4.
Setyono, D.E.D. 2004b. Broodstock Conditioning of The Tropical Abalon (Haliotis asinina) in The Laboratory.Oseana. 36: 1–13.
Setyono, D.E.D. 2010.Pembakuan Sistem Reproduksi Benih Abalon Tropis Di Upt Loka Pengembangan Bio Industri Laut Mataram.Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Suminto., Dyah Anggun, P.S., Susilowati. 2010. Presentase Perbedaan Pengaruh Tingkat Kematangan Gonad Terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Telur Dalam Pembenahan Buatan Abalon (Haliotis asinine). Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang. vol. 6. 2010. 79 – 87.
Sofyan, Y, Bagja, I. 2006. Pembenihan Abalon (Haliotis asinina). Lombok: Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok, Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Tang,  U.M.,  2002.    ManajemenPembenihan  Ikan.    UNRI  Press.  Pekanbaru.Tisna, K.  2008.Teknik Budidaya Abalon (Haliotis asinina).  Juknis Abalon BBL Lombok.  Pacitan-Jawa Timur.Tisna, K.  2008.Teknik Budi daya Abalon (Haliotis asinina).  Juknis Abalon BBL Lombok.  Pacitan-Jawa Timur.
Tisna, K. 2008. Cara Mengkultur Benthic Diatom Dari Skala Lab Sampai SkalaMassal Untuk Suplai Pakan Larva Abalon. Pacitan, Jawa Timur.http://kekerangan.blogspot.com/2008/07/cara-mengkultur benthiciatom dari.html. Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.