Minggu, 25 September 2016

Jikustik-Akhiri Ini Dengan Indah

Aku tak kan pernah jadi sempurna
Ingin aku tetap seperti adanya
Jangan salahkan 
Jika diriku mengabaikanmu 
Sebuah alasan yang sungguh sempurna'Tuk tinggalkanku



Ketika slamanya pun harus berakhir 
Akhirilah ini dengan indah 
Kau harus relakan setiap kepingan
Waktu dan kenangan

Ketika pelukanku pun tak lagi bisa
Menenangkan hatimu yang sedih 
Aku memilih 'tuk mengakhiri ini dengan indah
Engkau mencoba
Menahan isak tangis yang dalam 
Dengan sisa-sisa ketegaran yang masih kau simpan




Ketika slamanya pun harus berakhir 
Akhirilah ini dengan indah 
Kau harus relakan setiap kepingan
Waktu dan kenangan

Ketika pelukanku pun tak lagi bisa
Menenangkan hatimu yang sedih 
Aku memilih 'tuk mengakhiri ini dengan indah
Ketika slamanya pun harus berakhir 
Akhirilah ini dengan indah 
Kau harus relakan setiap kepingan
Waktu dan kenangan

LAPORAN PRAKTIKUM PENANGANAN LIMBAH PERIKANAN



LAPORAN PRAKTIKUM



PENANGANAN LIMBAH PROSESING
“PEMANFAATAN LIMBAH FILLET IKAN MENJADI BROWNIES IKAN”








OLEH:
ANDI LELA PANCA WARDANI M.
I1A3 11 008







PROGRAM STUDI BDP KONSENTRASI ABALON
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014


I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbagai cara pengolahan untuk membuat produk perikanan telah berkembang pesat.  Selain dipasarkan dalam bentuk segar, ikan juga kini dipasarkan dalam berbagai bentuk produk, misalnya sebagai ikan kaleng, surimi, bakso ikan dan lain sebagainya.  Selain produk-produk tersebut, salah satu inovasi yang kini telah berkembang yaitu pembuatan brownies ikan.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa ikan merupakan sumber protein tinggi dan nutrisi lainnya yang penting bagi tubuh dan aman dikonsumsi. Salah satu tujuan penambahan ikan dalam brownies yaitu diharapkan agar mereka yang enggan mengkonsumsi ikan (Terutama anak-anak) dengan alasan tidak menyukai  cita rasa ikan tetap dapat memperoleh nutrisi tersebut melalui brownies ikan.
Selain bahan baku dari target utama, limbah dari fillet ikan juga dapat digunakan. Dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan perikanan berarti turut membantu mengurangi limbah dan meningkatkan pemanfaatan ikan yang memiliki nutrisi yang tinggi.
Limbah hasil pengolahan produk ikan yang biasanya terdiri atas kepala, tulang, dan isi perut,  Ketika dibuang atau dibiarkan begitu saja, akan menyebabkan pencemaran lingkungan, misalnya menimbulkan bau yang tidak sedap dan dalam jumlah yang banyak dapat mengganggu kualitas perairan.  Selain itu dengan langsung membuang bagian-bagian ikan tersebut, maka telah terjadi pembuangan sejumlah nutrisi penting dari limbah.  Misalnya kepala udang yang dapat menjadi sumber kitin dan kitosan, tulang ikan yang dapat menjadi sumber beberapa mineral, dan isi perut yang dapat diekstrak enzimnya, atau dimanfaatkan untuk pembuatan silase.  Selain itu, biasanya pada kepala dan tulang ikan masih terdapat sisa-sisa daging yang menempel, yang jika dikumpulkan dalam jumlah banyak, dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat berbagai produk makanan olahan.
Limbah hasil processing harus masih dalam keadaan segar jika akan dimanfaatkan kembali.  Kualitasnya harus tetap terjaga seperti halnya bahan baku sebelum diolah.  Untuk itu, cara penanganannya pun tidak jauh berbeda dengan bagian-bagian ikan yang menjadi target utama dalam pengolahan.  Dengan kata lain, penanganan bahan baku pada suhu rendah harus tetap dilakukan, maka untuk dapat memanfaatkan limbah processing hasil perikanan maka dilakukan praktikum penanganan limbah perikanan melalui pembuatan brownies.
B.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum ini adalah dapat memanfaatkan limbah ikan dari hasil processing menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis dan bergizi. Manfaat dari praktikum ini adalah mengetahui cara pengolahan limbah ikan dengan benar melalui pembuatan brownies ikan.


II.       TINJAUAN PUSTAKA
A.      Limbah Industri Perikanan
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis,  bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan.
Menurut Laksmi dan Rahayu (1993), penanganan limbah yang kurang  baik merupakan masalah di dalam usaha industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada usaha penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran. Limbah sebagai buangan industri perikanan dikelompokkan menjadi tiga macam berasarkan wujudnya yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair.
Air limbah adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil proses yang dibuang ke dalam lingkungan. Limbah cair yang dihasikan oleh industri pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7 (netral), yang disebabkan oleh adanya dekomposisi bahan-bahan yang mengandung protein dan banyaknya senyawa-senyawa amonia. Kandungan limbah cair industri perikanan tergantung pada derajat kontaminasi dan juga mutu air yang digunakan untuk proses (Gonzales dalam Heriyanto, 2006).
Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh dekomposisi bahan- bahan organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap, diamina dan amoniak. Limbah cair industri perikanan memiliki kandungan nutrien, minyak, dan lemak yang tinggi sehingga menyebabkan tingginya nilai COD, terutama berasal dari  proses penyiangan usus dan isi perut serta proses pemasakan (Mendez et a1., 1992 dalam Sari, 2005).
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau  bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood, limbah nuklir,  pengawetan buah, ikan, atau daging.
Menurut Anonim (2014), secara garis besar limbah padat terdiri dari: 
a. Limbah padat yang mudah terbakar
b. Limbah padat yang sukar terbakar
c. Limbah padat yang mudah membusuk
d. Limbah yang dapat didaur ulang
e. Limbah radioaktif
f. Bongkaran bangunan
g. Lumpur
Menurut Kusnoputranto (1985) Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah antara lain:
a.         Kandungan Zat Padat
Kandungan zat padat ini diukur dalam bentuk Total Suspended  Solid  (TSS) dan Total Dissolved Solid  (TDS). TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. TDS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air yang sifatnya terlarut dalam air.  
b.        Kandungan Zat Organik
Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD (Biologycal Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik  bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya lima hari pada suhu 20°C).
c.         Kandungan Zat Anorganik
Beberapa komponen zat anorganik yang berperan penting sebagai parameter kualitas air limbah antara lain Nitrogen dalam senyawa Nitrat, Phospor, H2O dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb; dan lain-lain.
d.        Gas
Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke dalam air dan gas H2S, NH3, dan CH4  yang berasal dari proses dekomposisi air  buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO ( Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam air sering digunakan untuk menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organik dalam larutan, semakin rendah DO suatu larutan semakin tinggi kandungan zat organiknya.
e.         Kandungan Bakteriologis
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Analisis bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit, sehingga digunakan parameter mikrobiologis perkiraan terdekat jumlah golongan coliform (MPN/Most Probably Number) dalam sepuluh mililiter  buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mililiter  air buangan.
f.         pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air  jika dibuang ke perairan terbuka. g. Suhu Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tetapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air.
B.       Sistem Penanganan Limbah Cair Industri Perikanan
Selama proses pengolahan, industri pengolahan ikan akan menghasilkan cairan yang berasal dari proses pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk yang mengandung darah, lendir, dan potongan-potongan ikan kecil. Limbah cair industri perikanan mengandung banyak protein dan lemak, sehingga mengakibatkan nilai nitrat dan amonia yang cukup tinggi. Perbedaan itu dipengaruhi oleh tingkat  produksi, jenis bahan mentah, kesegaran, dan jenis produk akhir yang dihasilkan. Air rebusan dalam proses pengolahan ikan merupakan limbah cair industri  pangan yang mengandung berbagai komponen
 flavour  yang menarik untuk dimanfaatkan agar dapat mengurangi pemborosan terhadap biaya pemulihan lingkungan yang tercemar. Limbah cair industri pangan khususnya air rebusan  pindang mengandung banyak protein dan lemak sehingga meningkatkan konsentrasi BOD5 dan TSS yang cukup tinggi. Kadar BOD5 dan TSS tergantung pada tingkat  produksi, jenis bahan mentah, kesegaran, dan pemindangan ikan yang berasal dari  produk akhir yang dihasilkan (Dordland, 1997).
Limbah cair industri pangan mengandung berbagai jenis protein yang begizi tinggi namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga limbah tersebut dapat menimbulkan masalah di lingkungan bila tidak dilakukan proses pengolahan. Limbah cair tersebut berasal dari bekas pemasakan dan penirisan yang biasanya dimanfaatkan untuk kecap ikan, petis ikan dan flavour. Limbah yang dihasilkan oleh industri pangan khususnya hasil olahan ikan meliputi protein, karbohidrat terlarut, serpihan daging, dan komponen lainnya yang hilang selama perebusan (Morita, 2002).
Menurut Sugiharto (1987) ada 5 tahap yang di perlukan dalam pengolahan air limbah, yaitu:
a.              Pengolahan Awal (Pretreatment)
 Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan  padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses  pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah  screen and grit removal, equalization and storage, serta oil separation.
b.             Pengolahan Tahap Pertama ( Primary Treatment)
Pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi ialah neutralization,chemical addition and coagulation,  flotation, sedimentation, dan filtration.
c.              Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
 Tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah yang tak dapat dihilangkan dengan proses fisik. Peralatan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
d.             Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane separation , serta thickening gravity or flotation. Tahap ini dilakukan pemisahan secara kimia untuk lebih memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.
e.              Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.
C.      Pemanfaatan Limbah Padat Industri Perikanan
Limbah padat perikanan merupakan limbah padat yang tidak menimbulkan zat-zat beracun bagi lingkungan, namun merupakan limbah padat yang mudah membusuk, sehingga menyebabkan bau yang sangat menyengat. Limbah padat dapat  berupa kepala, kulit, tulang ikan, potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran  pencernaan (Sugiharto, 1987).
Tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil pengolahan perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan pangan. Pemanfaatan tepung tulang ikan dapat dilakukan dalam bentuk pengayaan (enrichment) sebagai salah satu upaya fortifikasi zat gizi dalam makanan. Tulang ikan banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat (Elfauziah, 2003). Penelitian mengenai kalsium tulang ikan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Nabil (2005) memperoleh hasil bahwa kalsium dari ikan tuna sebesar 23,72-39,24%.
Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk  badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein, lemak, air, dan mineral. Kulit ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan serta serangan mikroba dari luar tubuh. Kulit ikan merupakan salah satu bagian pada ikan yang  banyak dimanfaatkan selain dagingnya. Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan  pangan maupun non pangan. Kulit ikan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam  proses pembuatan kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, tepung ikan, serta sumber kolagen untuk kosmetik. Kandungan protein kolagen yang terdapat pada kulit ikan yaitu sebesar 41-84% (Judoamidjojo, 1981).
D.      Contoh Produk Hasil Pemanfaatan Limbah Industri Perikanan
Limbah Industri perikanan dapat dimanfaatkan hingga menghasilkan beberapa  produk yang bermanfaat. Contoh produk limbah industri perikanan antara lain:

1.      Tepung Tulang Ikan
Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari  penggilingan ikan. Produk yang kaya dengan protein dan mineral ini digunakansebagai bahan baku pakan. Tepung ikan mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga sering digunakan sebagai sumber utama protein pada  pakan unggas, disamping pakan lainnya. Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan yang bermutu  baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Afrianto dan Liviawaty, 2005) :
- Butiran – butirannya harus seragam
- Bebas dari sisa – sisa tulang, mata ikan dan benda asing, warna halus  bersih, seragam, serta bau khas ikan amis
2.        Kitin dan Kitosan
 Limbah padat Crustacea (kulit, kepala, kaki) merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan Crustacea. Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai pakan dan pupuk dengan nilai ekonomi yang rendah. Seiring dengan semakin majunya i1mu pengetahuan kini limbah udang dapat dijadikan bahan untuk membuat kitin dan kitosan (Fahmi, 1997). Kitin adalah senyawa polisakarida terbesar kedua di bumi setelah selulosa dan menjadi bahan utama pembentuk cangkang hewan seperti kulit udang, kepiting, rajungan, kalajengking, cumi-cumi, serangga, laba-laba, ulat sutera dan gurita. Kitin merupakan polimer yang layak menjadi material fungsional sebab memiliki keunggulan dalam hal biokompatibilitas, biodegradabilitas, non toksik dan sifat adsorpsinya. Kitosan merupakan salah satu resin alami yang dapat dibuat dari kulit, kepala dan kaki udang. Kitosan merupakan polimer alami yang bersifat non toksis, lebih ramah lingkungan dan mudah terdegradasi secara alami. Kitosan mempunyai sifat menyerap dan menggumpal yang baik. Senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri diantaranya limbah dari industri percetakan (Hargono, 2007)
3.        Kolagen dan Gelatin
Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih
(white connetive tissue) yang meliputi hampir 30 persen dari total protein pada jaringan dan organ tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat. Demikian juga pada burung dan ikan, sedangkan pada avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Baily and Light, 1989). Molekul kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang memiliki bentuk agak berbeda bergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino utama kolagen. Asam-asam amino aromatik dan sulfur terdapat dalam jumlah yang sedikit. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas dalam berbagai  protein (Chaplin, 2005).
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005). Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam,yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan kedua proses ini terletak  pada proses perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis bahanyang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metodeekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda- beda (Gilsenan,et.al, 2000)
4.        Kulit Tersamak
Salah satu limbah yang dihasilkan dari pengolahan fillet ini ialah kulit ikan. Kulit ikan dibeberapa daerah belum dimanfaatkan dengan optimal padahal melalui  proses penyamakan, kulit ikan ini mempunyai potensi yang besar. Kulit hasil  penyamakan digunakan sebagai bahan baku kerajinan seperti sepatu, tas, dompet, ikat pinggang, dan jaket. Melalui pengembangan teknologi penyamakan kulit, kulit ikan yang semula dianggap sebagai limbah yang kurang termanfaatkan dan tidak mempunyai nilai jual, saat ini justru berpeluang menjadi bahan baku industri kerajinan yang sangat potensial. Menurut Anonim (2005), proses penyamakan kulit pada dasarnya adalah kegiatan mengubah kulit mentah yang bersifat labil yaitu bahan yang cepat membusuk menjadi kulit tersamak (leather) yang sangat stabil untuk jangka waktu tidak terbatas dan mempunyai daya jual yang sangat signifikan. Menurut Purwanti (2010), produk utama yang berasal dari kulit ikan pari tersamak ialah produk kulit yang memanfaatkan bagian mutiara terbesar dari kulit pari, sedangkan produk turunan ialah produk yang berasal dari kulit pari tersamak sisa proses pembuatan  produk kulit utama yang masih dapat dimanfaatkan kembali.



III.    METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum penanganan limbah perikanan melalui pembuatan brownies dilaksanakan pada hari kamis tanggal 13 november 2014, bertempat di Perumahan Dosen Blok B3, Kampus Baru.
B.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum dapat dilihat dari tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Serta Kegunaan Dalam Praktikum
No.
Nama alat dan bahan
Kegunaan
1.
Alat


Mixer
Pencampur bahan

Loyang
Wadah adonan

Spatula
Pengaduk bahan

Kukusan
Mengukus adonan

Cetakan
Mencetak adonan

Kompor
Memasak adonan
2.
Bahan


Daging ikan
Sumber protein

Mentega
Melembutkan tekstur

Gula pasir
Pemanis

Minyak
Pelembut adonan

Telur
pengembang dan pelembut adonan

Tepung terigu
Pengikat adonan/sumber karbohidrat

Soda kue
Pengembang adonan

Cokelat batang
Bahan dasar brownies

Whipe cream
Penghias brownies

Choco chips
Penghias brownies




C.    Prosedur Kerja
Prosedur Kerja  dari praktikum pembuatan brownies adalah sebagai berikut:
1.        Persiapan bahan
-          melepaskan sisa-sisa daging ikan dari limbah fillet ikan yang melekat pada tulang, ekor dan kepala.  Selanjutnya daging ikan yang diperoleh dicuci bersih (suhunya harus dijaga tetap dingin) lalu dicincang halus.
-          Menimbang semua bahan yang akan digunakan
2.        Pembuatan brownies
Dilelehkan dalam suhu panas, ditambahkan minyak ¼ gelas (adonan 1)
200 gr Mentega dan 150 gr cokelat batang dicampur
 


Menambahkan 100 gr daging ikan yang telah digiling
Menambahkan 200 gr gula pasir dan 1 sendok soda kue, aduk hingga rata menggunkaan mixer (dapat ditambahkan pemanis/susu dan cokelat bubuk)
Mencampur adonan 1 dengan kocokan telur
Kocok 5 butir telur menggunakan mixer
 













Menambahkan 150 gr tepung terigu menggunakan mixer berkecepatan rendah, aduk hingga rata
Setelah matang dan dingin, dapat dihiasi dengan menggunakan whipe cream dan choco chips
Dikukus selama 2 jam
Menuangkan adonan kedalam cetakan yang telah diolesi mentega
 















IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil Pengamatan
Hasil pemanfaatan limbah fillet ikan menjadi brownies ikan yang bergizi dan bernilai ekonomis


B.       Pembahasan
Limbah perikanan merupakan sisa buangan dari suatu usaha perikanan. Limbah perikanan jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. Gas yang ditimbulkan dari ikan  sangat menyengat dan mengganggu indera penciuman manusia. Kulit udang dan sisik udang jika dibuang sembarangan akan mengundang lalat yang banyak membawa bibit penyakit, dan masih banyak lagi. Untuk memaksimalkan potensi limbah perikanan dan mengurangi pencemaran limbahnya terhadap lingkungan maka perlu dilakukan suatu terobosan baru dalam memanfaatkan limbah ikan.
Tujuan pengelolaan limbah perikanan yang bersifat ekonomis yaitu meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali bahan yang masih berguna untuk didaur ulang/dimanfaatkan. Sedangkan tujuan pengelolaan yang bersifat non-ekonomis yaitu untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Manfaat limbah perikanan jika diolah dengan baik akan mendatangkan banyak keuntungan. Pemanfaatan limbah perikann diantaranya adalah tulang ikan dapat dimanfaatkan menjadi tepung tulang ikan yang dapat dijadikan makanan ternak, limbah sisik ikan dapat dipermak dan dijadikan cinderamata, kotoran ikan dapat dijadikan pupuk dan lainya.
Salah satu dari banyak manfaat limbah ikan yaitu dari hasil industri fillet ikan, dimana ikan yang telah difillet akan menyisakan daging yang melekat pada tulang ikan. Limbah ikan tersebut dapat termanfaatkan kembali menjadi berbagai jenis produk yang dapat bergizi dan ekonomis tinggi. Salah satu produk potensial adalah brownies ikan.
Pada dasarnya, Brownies ikan sama dengan brownies pada umumnya, hanya saja di dalam adonannya dilakukan penambahan ikan.  Bahan-bahannya pun kurang lebih sama. Brownies ikan ini dimasak dengan cara dikukus.  Setelah matang dan dingin, dapat pula ditambhakan whip cream.
Brownies merupakan produk bakeri yang termasuk dalam kategori cake (Widarti, 2005). Produk bakeri meliputi roti, cookies dan cake merupakan produk yang banyak dikonsumsi (Bakke dan Vickers, 2007). Brownies termasuk ke dalam cake dengan warna coklat kehitaman dan memiliki rasa khas dominan coklat. Produk ini termasuk sebagai intermediate-moisture foods dengan total kadar air lebih rendah 10-20% dari roti (Cauvain dan Young, 2006).
Dari hasil praktikum menunjukkan cita rasa brownies ikan ternyata tidak jauh beda dengan brownies lainnya.  Hal ini ditunjukan dengan uji organoleptik terhadap brownies.  Dari uji organileptik yang dilakukan, diperoleh bahwa brownies ikan memiliki aroma dan rasa khas dari brownies pada umumnya (tidak tercium aroma amis ikan).  Selain itu cita rasanya manis, dan tidak terdapat rasa amis ikan.  Menurut Apriani, dkk. (2011) Brownies memiliki struktur yang lembut dan lembab ketika dimakan. Tekstur brownies yang lembut dan rapuh dipengaruhi oleh komposisi gula yang digunakan dan tidak adanya penggunaan gluten pada adonan (Cauvain dan Young, 2006). Cauvain dan Young (2006) menyatakan bahwa produk sejenis cake termasuk sebagai IMF (intermediate-moisture foods) dengan total kadar air lebih rendah 10-20% dari roti. Brownies memiliki rasa manis legit dengan sedikit rasa pahit yang diinginkan dari coklat.
Aroma dan rasa ikan dapat ditutupi oleh cita rasa dan aroma coklat, karena adonan dasar brownies menggunakan coklat dalam jumlah yang banyak, sehingga dapat mendominasi rasa brownies tersebut  Penambahan ikan juga tidak merubah tekstur, dimana tekstur dari hasil pembuatan brownies memiliki tekstur yang lembut. Selain itu, warna dari brownies juga juga tidak menunjukkan perbedaan, dimana warna dari brownies pada umumnya berwarna cokelat gelap sesuai dengan warna dari bahan dasar dari brownies yaitu cokelat (chocolate).
Ikan merupakan sumber protein tinggi dan nutrisi lainnya yang penting bagi tubuh dan aman dikonsumsi. Salah satu tujuan penambahan ikan dalam brownies yaitu diharapkan agar mereka yang enggan mengkonsumsi ikan (Terutama anak-anak) dengan alasan tidak menyukai  cita rasa ikan tetap dapat memperoleh nutrisi tersebut melalui brownies ikan.
Menurut Sulistiyo (2006), umur simpan produk ini hanya mencapai 3 hari. Produk ini mengalami penurunan kadar air setiap harinya sehingga menyebabkan teksturnya berubah. Kekerasan produk meningkat setiap hari dengan adanya penurunan kadar air. Selain itu, produk ini mulai ditumbuhi mikroba pada hari keempat.


V.       SIMPULAN DAN SARAN
A.           Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari praktikum penanganan limbah perikanan adalah limbah dari hasil perikanan dapat diolah menjadi sesuatu yang dapat bernilai ekonomis dan tentunya mengandung nilai gizi, salah satunya brownies ikan yang berasal dari limbah pembuatan fillet ikan. Brownies ikan ditujukan untuk  mereka yang enggan mengkonsumsi ikan (Terutama anak-anak) dengan alasan tidak menyukai  cita rasa ikan tetap dapat memperoleh nutrisi (utamanya protein) tersebut melalui brownies ikan.
B.       Saran
Saran yang dapat diberikan dari praktek penanganan limbah yaitu sebaiknya produk brownies ikan tersebut dapat dipasarkan, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat umum.


DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. Dan Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius, Yogyakarta.
Cauvain, Stanley P dan Linda S Young. 2006. Baked products : Science, Technology and Practice. Blackwell Publishing Ltd. Garsington Road.
Cauvain, Stanley P dan Linda S Young. 2006. The Chorleywood Bread Process. Woodhead Publishing. Cambridge.
Chaplin, M. 2005. Gelatin. http://www//Isbuc.ac.uk . Diakses 20 November 2014.
Dorland, W. E. Dan Rogers, J. A. 1997. The Fragrance and Flavour Industry. Wayne E. Dorland Co. New York.
Elfauziah, R.2003. Pemisahan kalsium dari tulang kepala ikan patin (Pangasius sp.) [Skripi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Kitin Menjadi Kitosan. Jurnal Kimia Andalas, 3, 1, 61-68.
Hargono, dkk. 2007. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang Untuk Mengadsorbsi Logam Tembaga (Cu2+) Jurnal Teknik Kimia. Universitas Diponegoro, Semarang.
Heriyanto. 2006. Pengaruh rasio COD/TKN pada proses denitrifikasi limbah cair industri  perikanan dengan lumpur aktif. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Judoamidjojo, R Muljono. 1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Angkasa. Bandung. Kusnoputranto, Haryoto. 1985. Kesehatan Lingkungan. FKM UI. Jakarta.
Laksmi, J. dan Rahayu,W., 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Jakarta.
Morita K, Kubota K, Aishima T. 2001. Sensory Characteristics and Volatile Components in  Aromas of Boiled Prawns Prepared According to Experimental Designs. Jounal of  food science.  34: 473-481.  
Nabil, M. 2005. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, IPB. Bogor.
Purwanti, M. D. 2010. Skripsi. Penigkatan Nilai Ekonomi Limbah Kulit Ikan Pari Tersamak. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta. Tjokrokusumo. 1995. Pengantara Konsep Teknologi Bersih. Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH. Yogyakarta.
Sulistiyo, CN. 2006. Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar di PT. Fits Mandiri Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. IPB.