Sabtu, 12 November 2016

Laporan Praktikum Sea Farming Sea Ranching



LAPORAN PRAKTIKUM
SEA RANCHING DAN SEA FARMING
TERIPANG PASIR (Holuthuria Scabra)

Diajukkan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah
Sea Ranching Dan Sea Farming

OLEH :
ANDI LELA PANCA WARDANI M.
I1A3 11 008


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipJRIpdLYSQe3mi9OyrZYFM_eJJWni2x8VIPDxkyCO4PstIfO_gB62tpOCk2w24l2V0BGPMnDITbg0YwDvZ2V8HvMlf7SDXu6W7SzZ9DowQtEKjCQo_eFKUwn2y2Jb8THb5eMmFMuVuVU/s1600/Logo+Universitas+Halu+Oleo+UHO.png
 






PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN KONS. ABALON
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015



I.         PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Indonesia terdiri dari sekitar 17.000 pulau dan mempunyai panjang pantai sekitar 81.000 km. Dengan kondisi alam dan ikilm yang hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun, maka memungkinkan banyaknya jenis biota ekonomis penting yang hidup di perairan pantai. Salah satu di antaranya adalah teripang. Komoditi perikanan ini mempunyai prospek cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi, baik di pasar lokal maupun intemasional. Jenis biota ini dikenal pula dengan nama ketimun laut, suala, sea cucumber (Inggris), beche de-mer (Perancis), atau dalam  istilah pasaran internasional dikenal dengan nama teat fish.
Komoditi ini mempunyai nilai ekonomis penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein 82 %, lemak 1,7 %, kadar air 8,9 %, kadar abu 8,6 %, dan karbohidrat 4,8 %. Teripang dipasarkan dalam beberapa bentuk produk di antaranya adalah Teripang kering (beche de-mer), usus asin (konowata), gonad kering (konoko), otot kering, teripang kaleng, kerupuk teripang, dan lain-lain. Pasaran utama dari teripang tersebut di antaranya beberapa negara Eropa, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Amerika. Sedangkan negara pemasok utama teripang di pasaran internasional antara lain Singapura, Hongkong, Filipina, Kaledonia Baru, Maldives, India, Srilanka, dan Indonesia.
Perkembangan ekspor teripang Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data ekspor dari Direktorat Jenderal Perikanan tahun 1990, ekspor teripang pada tahun 1984 berjumlah 1.318,1 ton dan pada tahun 1988 meningkat hampir tiga kali lipatnya, yaitu menjadi 3.408,1 ton. Sedangkan nilainya naik hampir delapan kali lipat, yaitu dari US$ 1.547.945 pada tahun 1984 menjadi US$ 8.266.262 pada tahun 1988. Sampai saat ini, ekspor teripang yang terus meningkat dari tahun ke tahun tersebut sebagian besar masih berasal atau diambil dari alam. Jika mengandalkan stok alami yang jumlahnya terbatas dan tergantung dari musim, maka ekspor teripang tersebut, belum dapat dijamin kontinuitasnya. Untuk mengatasi kendala tersebut maka budi daya teripang cukup prospektif di masa mendatang. Sampai saat ini, hasil budi daya teripang belum banyak memberi kontribusi devisa negara walaupun budi daya teripang ini telah mulai banyak dilakukan oleh masyarakat di daerah Sulawesi Tenggara, Riau, Lampung, dan lain-lain.
Dengan banyaknya permintaan pasar pada teripang maka perlu dilakukannya program sea farming dan sea ranching guna peningkatan stok serta perbaikan lingkungan yang nantinya menyeimbangkan ekosistem di alam akibat permintaan pasar yang tinggi selama ini. Pasaran teripang di dalam negeri cukup potensial pula. Akan tetapi, tampaknya konsumen komoditas-ini masih terbatas di kalangan menengah ke atas. Teripang kering banyak dijumpai di pasar swalayan di kota-kota besar dan dalam bentuk masakan banyak dijumpai di restoran yang menyajikan hidangan laut. Salah satu faktor yang dapat menjamin kelangsungan usaha budi daya teripang adalah tersedianya benih yang tepat waktu dengan ukuran seragam, dan dengan kualitas serta kuantitas yang baik. Teknologi budi daya teripang relatif sederhana dan tidak memerlukan modal yang besar sehingga dapat dilakukan oleh nelayan atau petani ikan. Di samping itu, teknologi pascapanennya sudah lama dikenal oleh masyarakat yang berdiam di sekitar pantai. Usaha budi daya teripang akan lebih baik hasilnya kalau dilakukan secara terpadu, yaitu mulai pembenihan, pembesaran, dan pengolahan pascapanennya. Potensi perairan Indonesia yang cukup besar untuk pengembangan budi daya teripang harus dimanfaatkan dalam upaya memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, meningkatkan devisa, dan menjaga kelestarian sumber daya hayati. Suatu hal yang perlu dipahami bahwa budi daya teripang tidak akan merusak lingkungan atau sumber daya itu sendiri. Lain halnya jika dilakukan penangkapan teripang dari alam. Dengan demikian, melalui usaha sea farming dan sea ranching teripang, pelestarian sumber daya hayati khususnya sumber daya ikan ikut pula terjaga.
B.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui tahap-tahap kegiatan sea farming dan sea ranching pada teripang. Manfaat dari praktikum ini adalah dapat melakukan kegiatan sea farming dan sea ranching dengan baik agar nantinya dapat meningkatkan stok persediaan suatu organisme dan memperbaiki ekosistem dalam suatu lingkungan.



II.      TINJAUAN PUSTAKA
A.      Klasifikasi Teripang Pasir (Holothuria scabra)
Hartati, dkk. (2001) mengklasifikasikan teripang pasir (Holothuria scabra) adalah sebagai berikut:
Kingdom     : Animalia
         Filum     :Echinodermata
                  Sub-filum     : Echinozoa
                                Kelas     : holothuroidea
                                        Sub-kelas      : Aspidochirotacea
                                                  Ordo     : Aspidochirotida
                                                                Famili     : holothuridae
                                                                           Genus     : Holothuria
                                                                                  Spesies     : Holothuria scabra












Gambar 1. Morfologi Teripang Pasir (Holothuria scabra)
B.       Morfologi dan Anatomi
Bentuk tubuh teripang adalah bulat panjang (Elongated sylindrical) di sepanjang sumbu oral-aboral, yaitu sumbu yang mehubungkan bagian anterior dan posterior.Mulut dan anus terletak pada ujung poros yang berlawanan, yaitu mulut pada bagian anterior dan anus pada bagian posterior.Mulut teripang dikelilingi oleh tentakel-tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik kembali dengan cepat.Tentakel-tentakel ini merupakan modifikasi dari kaki tabung yang berfungsi untuk menangkap makanan (Martoyo, dkk., 2007).
           





Teripang bertekstur lunak, berdaging, berbentuk silindris memanjang seperti ketimun. Ukuran tubuh teripang berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai hewan dioecious (individu berkelamin jantan terpisah dengan individu berkelamin betina), teripang jantan dan betina sulit dibedakan secara morfologis. Perbedaan akan tampak jelas bila dilihat di bawah mikroskop dengan menyayat bagian organ kelamin jantan dan betina. Organ kelamin betina berwarna kekuningan dan berubah menjadi kecoklatan bila sudah matang. Sementara organ kelamin jantan berwarna bening keputihan (Dunia, 2014).
Teripang bersifat dioceos atau gonochoristic, ada individu jantan dan betina, namun tidak terlihat adanya dimorfisma kelamin. Perbedaan hanya terlihat dengan melakukan pengamatan terhadap gonadnya. Gonad jantan berisi spermatozoa dan gonad betina berisi ova (sel telur), terutama terlihat pada gonad dalam fase matang (mature)secara mikroskopis. Komposisi jenis kelamin teripang pada populasi alaminya cenderungseimbang (DARSONO et al. 1995). Keadaan ini memungkinkan untuk mendapatkan induk jantan dan betina dalam probabilitas yang sama. Spekulasi ini masih diterapkan dalam pemijahan, karena belum ditemukannya karakter morfologi untuk identifikasi kelamin individu teripang. Sementara dapat disebutkan adanya perbedaan "kerapatan" jumlah papillae pada bagian tubuh teripang yang memberikan kesan rabaan "kasar" pada jantan "halus" pada betina. Hal ini perlu konfirmas lebih lanjut, mengingat persepsi tiap orang bisa berbeda terhadap kesan rabaan tersebut (Darsono, 1999).
C.      Habitat dan Penyebaran
Teripang dapat ditemukan hamper diseluruh perairan pantai, mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relative tenang. Umumnya masing-masing jenis memiliki habitat yang spesifik. Misalnya, teripang putih banyak ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir bercampur lumpur pada kedalaman 1-40 m (yusron 2001).
Teripang putih sering juga ditemukan di perairan yang dangkal dan banyak ditumbuhi lamun/sea grass. Di habitatnya, terdapat jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter (sendiri). Misalnya, teripang putih membentuk kelompok antara 3-10 ekor. Daerah persebaran teripang pasir di Indonesia adalah jawa tengah, jawa timur, bali, NTB, NTT, Irian, Sulawesi tenggara, Sulawesi selatan, pantai barat sumatera, sumatera utara, dan aceh (Hartati, dkk., 2001).
D.      Makanan dan Kebiasaan Makan
Teripang dibagi menjadi dua yaitu pemakan plankton (Famili Dendrochirotae) dan pemakan partikel/substrat (selain Famili Dendrochirotae).Teripang pemakan plankton menyaring dan mengumpulkan plankton dengan bantuan tentakelnnya yang  berlendir (Darsono 1999). Makanan teripang berupa plankton dan kandungan detritus  yang berada dalam pasir. Dalam usus ditemukan sejumlah makanan khas yang berupa  pasir, serpihan karang, hancuran karang, diatom, foraminifera, dan lain-lain yang ditemukan dalam usus teripang. Makanan yang disukai teripang diantarannya adalah organisme kecil, protozoa, diatom, nematoda, algae, foraminifera, radiolaria dan detritus yang berada diantara partikel kecil atau hancuran karang. Teripang hidup secara menetap, sehingga makanannya tergantung pada  makanan yang dibawa oleh air laut. Teripang mempunyai cara makanan yang bersifat  Polyphagus yaitu detritus feeder feeder dengan  cara memakan, menyaring dan menghisap partikel pasir, lumpur, detritus juga air.
E.       Daur Hidup dan Reproduksi
Teripang hidup di alam terdiri atas dua periode yaitu sebagai planktonik dan bentik, planktonik hidup melayang-layang di air, pada masa larva yaitu stadia aurikularia hingga diolaria, sedangkan bentik hidup melekat pada substrata tau benda lain yakni pada stadia penctactula hingga menjadi teripang dewasa.
Teripang umumnya memijah pada perairan sekitar lingkungan tempat hidupnya pada daerah subtropis, hamper setiap spesies mempunyai waktu memijah tertentu, biasanya terjadi 1 atau 2 bulan setiap tahunnya, sedangkan di daerah tropis tidak mempunyai waktu atau musim pemijahan tertentu, jadi spesies-spesies di daerah tropis memijah sepanjang tahun (Yusron, 2001).
F.       Manfaat teripang
Dalam kehidupan sehari-hari teripang dimanfaatkan sebagai obat untuk beberapa penyakit, dan bahan pangan. Sebagai contoh, di Cina dilaporkan bahwa tubuh dan kulit teripang jenis Stichopus japonicus berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit ginjal, paru-paru basah, anemia, anti-inflamasi, dan mencegah arteriosklerosis serta penuaan jaringan tubuh. Selain itu, ekstrak murni teripang mempunyai kecenderungan menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimycin berkadar 6,25- 25mikrogram/mililiter. Sementara di Indonesia, teripang dimanfaatkan terutama sebagai bahan makanan. Sebagai bahan pangan, teripang mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82%. Di samping itu, teripang mengandung asam lemak tidak jenuh jenis W-3 yang penting bagi kesehatan jantung (Dunia, 2014).
Beberapa jenis teripang yang memiliki potensi nilai ekonomi tinggi yang dimanfaatkan antara lain teripang susu (Holothuria fuscogilva), teripang pasir (Holothuria scabra), teripang nenas (Tlenota ananas), dan teripang dada merah (Holo-thuria edulis). Dari beberapa jenis teripang tersebut, jenis teripang susu lebih disukai. Hal ini disebabkan harga untuk jenis ini relatif cukup tinggi berkisar antara Rp120.000,--Rp140.000,-/kg bila dibandingkan jenis teripang dada merah yang dihargai sekitar Rp 9.000,--Rp10.000,-/kg (Warsito dan Nurapriayanto, 2008).
G.      Teknologi Sea Farming
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lautan hampir 80% dari total seluruh habitat laut. Dengan luas lautan ini, pengembangan teknologi perikanan sangat mungkin dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Diantara sistem perikanan yang dikembangkan adalah sistem budidaya sea ranching dan sea farming. Dua sistem yang tidak terpisahkan ini memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan perikanan dan memicu perkembangan teknologi yang lebih maju dari penerapannya. Di Indonesia sejak tahun 2004 di beberapa perairan seperti Semak Daun, Kepulauan Seribu, mulai digalakkan kegiatan sea farming.  Sea farming  adalah sistem pemanfaatan ekosistem perairan laut berbasis marikultur dengan tujuan untuk meningkatkan stok sumberdaya ikan (fish resources enhancement) bagi keberlanjutan perikanan tangkap dan aktivitas berbasis kelautan lainnya seperti ekowisata bahari.
Jika dilihat dari aspek kelembagaan, Sea farming pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang terdiri dari tiga sub-sistem yaitu sub-sistem input, sub-sistem marikultur (proses) dan sub-sistem output. Sub-sistem input merupakan prasyarat awal pembentukan kelembagaan sea farming  yang memiliki fungsi utama sebagai penyedia faktor pendukung (supporting factors) bagi beroperasinya sea farming di lokasi yang dituju. Dalam sub-sistem ini, faktor paling penting adalah berfungsinya demarcated fishing rights  sebagai persyaratan batas sistem operasi sea farming  secara geografis (system boundary). Pembentukan sistem  fishing rights  ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan riset partisipatif hingga mencapai kesepakatan lokal. Penentuan fishing rights  ini tidak dapat dilepaskan dari analisis kesesuaian ekosistem sebagai penyokong keberhasilan operasi sea farming secara teknis-ekologis.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mensikapi tangkap lebih (overfishing) yang terjadi di beberapa kepulauan di Indonesia salah satunya di Kepulauan Seribu. Dalam kondisi overfishing ikan yang ditangkap melebihi kemampuan reproduksi dan pertumbuhan alamiahnya sehingga stok menjadi berkurang dan terus berkurang (SPKKAKS, 2008). Ikan yang dibudidayakan di sana adalah ikan kerapu bebek dan kerapu macan.
Di samping untuk meningkatkan budidaya dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat, tujuan utama sea farming adalah untuk restocking. Diamana tujuan utama sea farming adalah restocking atau stock enhancement ke perairan Kepulauan Seribu. Sistem tersebut melibatkan aktivitas keramba jaring apung (KJA), penculture, dan restocking di alam. KJA dan penculture sudah berjalan, sementara restocking dalam sistem sea ranching belum dilakukan.

H.      Teknologi Sea Ranching
Sea ranching adalah pemeliharaan ikan dalam suatu  perairan dan kawasan tersebut memiliki isolasi alamiah sehingga ikan yang ditebar (restocking) bisa dipastikan tidak dapat berpindah tempat dan dapat ditangkap kembali. Kegiatan ranching ini dilakukan hanya pada beberapa organisme tertentu yang memungkinkan tidak berpindah jauh dari tempat pelepasan seperti organisme echinodermata, ikan-ikan karang dan beberapa organisme dari filum crutacea.
Sea ranching berbeda dengan maricultur, namun dalam pelaksanaanya ada pentahapan dimana prinsip marikultur dipertimbangkan sebagai bagian yang penting dalam konsep sea ranching, karena sebelum pelepasan ikan keperairan dilakukan kegiatan budidaya pada stadia dimana ikan berbeda dengan marikultur. Sea ranching akan sangat tergantung dari karakteristikm geografi dan hidrografi wilayah, sehingga elemen teknologi yang dipergunakan akan sangat disesuaikan dengan lokasi. Dalam skala besar dianologikan dengan kegiatan melepaskan benih ikan ke perairan alami tanpa adanya pemberian pakan, jadi alam yang memelihara dan kita tinggal menangkapnya. Sedangkan marikultur adalah adanya suatu area tertentu di perairan pantai yang banyak terdapat kumpulan KJA, rakit-rakit dan beberapa wadah pemeliharaan dengan tetap memperhatikan pakan dan pemeliharaan diwadah terkontrol. 
Dalam Sistem sea ranching dan sea farming terdapat dua bentuk tujuan yang diterapkembangkan. Untuk tujuan Harvest type, sea farming dan sea ranching diarahkan pada tujuan untuk pemanenan secara menyeluruh atau total guna mencapai profit. Sedangkan untuk tujuan Reqruite type pemanenan hanya dilakukan sebagian dengan harapan sebagian organisme lainnya dapat menghasilkan generasi baru, sehingga konsep ini lebih mengarah pada restocking yang konservatif.
I.     Sistem Sea Ranching dan Sea Farming Teripang
Sistem sea ranching dan sea farming ini tidak dapat dipisahkan karena berjalan secara sistematis dan saling berkaitan satu sama lain. Beberapa organisme yang menjadi komoditas unggulan dan bernilai ekonomis tinggi menjadi sasaran dalam penerapan sistem ini, selain itu organisme tersebut harus dapat bertahan hidup dalam kondisi alamiah dan tidak jauh bermigrasi, salah satunya adalah organisme dari filum echinodermata seperti teripang. Teripang memiliki nilai ekonomis dan mampu bertahan hidup dalam kondisi alamiah. Sehingga menjadi organisme yang baik dikembangkan dalam sistem sea ranching dan sea farming ini. Sebab beberapa kendala yang ditemukan dalam sistem ini adalah ketersediaan bibit yang memadai dalam farming center. Bibit yang berasal dari alam biasanya lebih tahan dan dapat beradaptasi karena mengalami seleksi alam, sehingga bibit yang bertahan benar-benar unggul. Sea Raching dan Sea Farming teripang dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan dan ekologi organisme.



III.   METODE PRAKTIKUM
A.      Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum ini yakni selama 1 bulan dan bertempat di kolam hatchery abalone Desa Tapulaga Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe.
B.       Alat dan Bahan
alat yang digunakan pada praktikum ini terdiri dari pipa, jarring, tali dan patok, sedangkan bahan yang digunakan adalah teripang pasir (Holothuria scabra).


IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil


 












B.       Pembahasan
produk teripang masih menggantungkan ketersediaan stok populasi alami yang makin menurun secara drastic. Untuk memenuhi pasar , eksploitasi teripang cenderung berlebihan. Pemulihan populasi alami (recruitment) teripang relative lambat dan tidak mengejar laju eksploitasinya. Keprihatinan akan kelestarian sumberdaya dan kelangsungan produksi teripang, mendesak upaya untuk menghasilkan produk teripang yang berbasis budidaya.
Berikut adalah skema kegiatan sea farming dan sea ranching untuk perbaikan lingkungan dan penigkatan stok seiring permintaan pasar yang kian mningkat.
 



1.        Pemilihan Induk
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih induk teripang yang baik adalah tubuh tidak cacat, ukuran besar dengan berat 400 gr dan panjang tubuh minimal 20 cm, berkulit tebal. Umumnya berat tubuh teripang berpengaruh langsung atau berkolerasi terhadap berat gonad dan indeks kematangan gonad serta fekunditas. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung ditempatkan pada palka perahu. Untuk pengumpulan/pengankutan calon induk pada siang hari sebaliknya wadah penampungan atau palka ditutup rumput laut atau ilalang laut untuk menghindarkan calon induk dari sinar matahari secara langsung. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung ditempatkan pada palka perahu.
Gambar 3. Induk teripang pasir (Holothuria scabra)
Untuk medapatkan induk sudah matang gonad dan siap untuk memijah perlu penanganan yang baik dalam pemeliharaan terutama mengenai kondisi lingkungan dan mutu pakan. Pakan alami teripang dapat berupa plankton, detritus, sisa-sisa bahan organik atau sisa-sisa endapan di dasar laut yang ada disekitar lingkungan kolam pemeliharaan. Pakan tambahan berfungsi untuk menambah kesuburan perairan pada umumnya berupa campuran kotoran hewan dan dedak halus dengan perbandingan 1 : 1. Pakan diberikan sebanyak 0,2 - 0,5kg/m2/2 minggu dengan cara ditempatkan dalam karung goni yangberlubang-lubang sehingga keluar sedikit demi sedikit. Setiap satu kantong goni biasanya dapat diisi 10 - 15 kg pakan tambahan yang dapat mencukupi luasan 30 - 50 kg pakan tambahan yang dapat mencukupi luasan 30 - 50 m2.
Keberhasilan pemijahan tergantung pada tingkat kematangan gonad (maturity) induk yang di beri treatment, juga didasarkan ukuran teripang. Sementara induk yang didapatkan mempunyai antara 200-300 gram, dikarenakan sulit untuk mendapatkan induk yang mempunyai berat 300 gram ke atas. Untuk bisa memastikan antara induk jantan dan betina, pemijahan dilakukan dengan menempatkan beberapa individu pada satu akuarium (300 l air).
2.        Produksi benih
Induk dalam keadaan matang gonad siap untuk dpijahkan secara induksi (induced spawning). Sebelum pemijahan dilakukan, perlu disiapkan ketersediaan pakan hidup berupa algae sel tunggal (diatome planktonik) seperti Dunaliella sp., Chaetoceros sp., isochrysis sp., Phaeodactylum sp. untuk pakan larva teripang fase planktonik. Fertilisasi teripang berlangsung secara eksternal.
Pemijahan teripang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.         Pemijahan alami : Pada pemijahan tipe ini, teripang akan memijah secara alami tanpa adanya rangsang buatan. Teripang jantan biasanya akan mengelurakan sperma terlebih dulu lalu merangsang betina untuk memijah dengan selang waktu sekitar 30 menit. Induk teripang biasanya dipelihara di bak pemijahan. Faktor yang menyebabkan teripang memijah antara lain perubahan suhu yang mencolok akibat pengangkutan dari alam ke tempat pemijahan, perbedaan tekanan air dan oksigen saat transportasi dari alam ke tempat pemijahan, atau memamg sudah waktunya memijah.
b.        Pemijahan dengan pembedahan : Metode ini dilakukan dengan cara membelah teripang pada bagian bawah tubuhnya, dari anus menuju ke atas. Setelah dibelah, gonad dikeluarkan dan diletakkan pada wadah kering. Pada teripang betina, akan ditemukan kantung telur yang kemudian ditoreh dan telur dimasukkan ke tempat pemijahan yang berisi air laut bersih. Sementara pada teripang jantan, akan ditemukan testis yang kemudian dipotong menjadi beberapa bagian. Dengan demikian sperma dapat keluar dan ditampung di wadah lain yang berisi air laut. Setelah itu, sperma dan telur dicamput menjadi satu kemudian diaduk lalu didiamkan. Telur yang diabuahi dipanen dan dipindahkan ke tempat pemeliharaan larva. Metode ini jarang digunakan (hanya terbatas pada penelitian), karena memiliki beberapa kelemahan. Beberapa diantaranya adalah angka fertilitasnya rendah yaitu di bawah 20%, dan membutuhkan banyak induk.
c.         Pemijahan dengan perangsang kejut suhu : Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah dengan cara meningkatkan suhu air. Peningkatan suhu air dapat dilakukan dengan cara menjemur bak pemijahan di bawah terik matahari, merebus air, atau pemanasan dengan menggunakan pemanas elektrik sehingga suhu air menjadi 5-7o lebih tinggi dari suhu sebelumnya. Setelah teripang memijah, teripang tersebut dipindahkan ke wadah lain yang berisi air laut bersih untuk melanjutkan pemijahan. Pemijahan ini akan berlangsung sekitar 15-20 menit. Adanaya sperma akan merangsang teripang betina untuk mengelurkan sel telurnya.
d.        Desikasi dan penyemprotan : Pada metode ini, induk teripang yang akan dipijahkan dikeluarkan dari dalam bak dan kemudian ditempatkan pada tempat kering selama 1/2 sampai dengan 1 jam. Setelah itu, induk teripang tersebut disemprot air laut bertekanan tinggi selama 5-10 menit. Pada tahapan berikutnya, induk dimasukkan kembali ke dalam bak pemijahan. Setelah 1,5-2 jam kemudian induk teripang akan mulai bergerak aktif, induk jantan mulai memijah dan kemudian diikuti dengan induk betina.
3.        Pemeliharaan larva dan juvenil

Telur-telur teripang berbentuk bulat berwarna putih bening berukuran 177 mikron, setelah fertilisasi telur-telur ini mengalami pembelahan sel menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel hingga multi sel.

Gambar 4. Perkembangan larva teripang
Ukuran rata-rata sel tersebut sekitar 194 mikron, selang 10 - 12 jam kemudian akan membentuk stadium gastrula yang berukuran antara 390,50 - 402,35 mikron. Setelah lebih dari 32 jam, telur akan menetas menjadi larva dan membentuk stadium auricularia yang terbagi menjadi stadium awal, tengah dan akhir.
Ukuran larva teripang pada stadium ini rata-rata antara 812,50 - 987,10 mikron. Pada stadium ini larva mulai diberi plankton jenis Dunaliella sp, Phaeodactylum sp, dan Chaeoceros sp sebanyak 40 - 60 x 10 Selama stadium auricularia awal sampai menjelang stadium akhir, larva lebih banyak hidup dipermukaan air. Kepadatan larva yang dikehendaki selama stadium ini kira-kira 300 - 700 ekor per liter. Jika kepadatan terlalu tinggi, larva akan bergerombol menjadi satu, berbentuk bola, dan berada di dasar bak. Bila dibiarkan, larva ini akan mati.
Sepuluh hari kemudian, larva berkembang membentuk stadium doliolaria. Pada stadium ini larva berbentuk lup, mempunyai sabuk dan dua tantakel yang menjulur ke luar. Larva dengan ukuran antara 614,78 - 645,70 mikron ini dapat bergerak cepat ke depan. Badan bagian belakang berbentuk cincin datar. Pada setiap sudut terdapat lima kelompok cilia (bulu getar).
Stadium auricularlia dan doliolaria bersifat planktonis. Selang tiga belas hari kemudian doliolaria berubah ke stadium pentaculata. Larva berwarna coklat kekuningan dengan panjang antara 1000 - 1200 mikron. Badan berbentuk tubuler dengan lima buah tentakel pada pangkal bagian depan dan sebuah kaki tabung pendek pada pangkal belakang, kurang lebih delapan belas hari, kaki tabung dan tentakel terlihat lebih jelas dan dapat bintil-bintil dipermukaan kulitnya.
Larva pada stadium pentacula mempunyai kebiasaan berada di pinggiran bak bagian bawah dan sedikit menyukai di bawah permukaan air. Selintas selama pemeliharaan diusahakan antara 32 - 34 per mil dan suhu antara 27 - 290C. Segera setelah larva berada di dasar laut, diberi makanan berupa suspensi rumput laut jenis Sargassum dn Ulva.
Saat mencapai tingkat doliolaria atau umur 10 - 12 hari dengan ukuran panjang tubuh 4 - 5 mm, maka tempatkan kolektor (tempat untuk menempel) yang berbentuk kisi-kisi miring terbuat dari screen net 250 mikron atau plastic berukuran 60 x 60 x 70 cm, berfungsi sebagai tempat perlekatan.
Sebaiknya kolektor yang dipasang telah ditempeli diatom sehingga pada saat juvenil menempel, pakan yang dibutuhkan telah tersedia. Lima belas hari setelah menempel pada kolektor, juvenil dapat dilihat dengan mata dan dihitung. Kepadatan yang baik antara 5 - 10 ekor tiap kolektro, atau kepadatan optimum dalam satu bak pemeliharaan adalah 200 - 500 ekor/m. Cara ini dilakukan terus menerus sampai benih tersebut berusia 1,5 – 2 bulan. Pada saat tersebut ukuran benih teripang telah mencapai ukuran antara 1,5 - 2 cm.
Gambar 5. Tahap juvenile teripang
4.        Pengadaptasian dan penebaran benih teripang ke alam
Adaptasi teripang dilakukan di dalam keramba jaring berukuran 3X2X1 m3 yang dipasang di perairan. Proses adaptasi yang dilakukan yaitu dengan cara  meletakkan wadah yang berisi teripang di dalam keramba dan secara perlahan-lahan wadah benih diangkat dan benih teripang diadaptasikan selama 1 minggu. Selama masa adaptasi teripang tidak diberi makanan tambahan.makanan teripang makanan alami berupa plankton, detritus, sisa-sisa bahan organik atau sisa-sisa endapan di dasar perairan.
Tahap adaptasi ini bertujuan untuk mengurangi tingkat stres akibat perpindahan dari sumber beinh hingga lokasi kegiatan. Sebuah percobaan di kaledonia baru menunjukkan bahwa kelangsungan hidup teripang dapat ditingkatkan dua kali lipat di bulan pertama  dengan melakukan adaptasi  di dalam wadah adaptasi  terkecuali akibat predator yang berukuran lebih besar.
Setelah masa adaptasi keramba jaring diangkat dan teripang akan tumbuh dan berkembang secara alami di alam. Waktu pelepasan teripang ke alam bisa menjadi penting karena mereka memiliki  perilaku diurnal, yang mungkin membuat mereka kurang rentan terhadap predator pada waktu tertentu. Misalnya, juvenil teripang memiliki siklus menggali setiap hari dimana mereka bersembunyi di lumpur pada siang hari dimana mereka bersembunyi di lumpur pada siang hari, dan akan kurang rentan terhadap predator visual selama siang hari, sehingga malam hari merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pelepasan teripang di alam.
Gambar 6. Wadah adaptasi teripang
5.        Pertumbuhan teripang
Pertumbuhan juwana teripang secara absolut sangat lambat, dalam waktu hampir tiga bulan juwana yang pada awalnya berukuran berat rata-rata kurang dari 0,1 gram tumbuh menjadi rata-rata sekitar satu gram. Lambatnya pertumbuhan ini diperkirakan oleh karena tidak cocoknya pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan dalam pendederan ini adalah diatom planktonik ditambah pelet buatan. Juwana teripang bersifat bentik, sehingga lebih memerlukan pakan yang "setling" tidak melayang dalam kolom air (WEIDEMEYER, 1994). Pakan yang sesuai untuk anakan teripang ini adalah diatome perifitik (ITO & KITAMURA 1998). Juwana teripang dengan berat rata-rata satu gram tersebut terus dipelihara untuk dilihat laju pertmbuhannya (DARSONO et al.1999a). Dalam sembilan bulan pemeliharaan diperoleh individu anakan teripang dengan berat terbesar 25.491 gram, dengan rata-rata berat sekitar 20 gram. Kalau dihitung dari awal  pemeliharaan larva) sampai diperoleh anakan teripang dengan berat sekitar 20 gram diperlukan waktu tidak kurang dari setahun. Rata-rata laju pertumbuhan akan teripang diperoleh angka 2,175 gram/bulan. anakan teripang sekitar 20 gram dianggap sebagai "benih" teripang.
Besar juvenile (1-2g) dapat di tempatkan di “bag net” (4 m2 jaring pena dengan lubang yang kasar) di setiap kolam dengan kepadatan 150 juvenil/m2. makanan tidak dibutuhkan di kolam dengan produksi alami yang bagus. Ketika produktivitas menurun, pertumbuhan bagus menghasilkan tambahan pellet udang (pupuk ayam atau Sargassum sp, dapat juga digunakan, tetapi pertumbuhan tidak bagus). Penambahan substrat pasir berlumpur ke bag net tidak memperbaiki pertumbuhan atau kelangsungan hidup. Pertumbuhan rata-rata 0.08-0.1 g/hari selama 3 minggu.
Di Vietnam, teripang pasir berukuran besar (50-500 g) di simpan dalam kolam memiliki pertumbuhan rata-rata dari 2,2 sampai 3,2 gram/hari.  Pertumbuhan rata-rata ini bervariasi berbanding terbalik dengan kepadatan stok pada kisaran 106-170 g/m2.  kelangsunggan hidup meningkat (88-97%) sampai awal musim hujan ketika terjadi kematian secara besar-besaran karena adanya stratifikasi dan salinitas rendah yang mematikan.
Di New Caledonia, juvenile ukuran 1 g telah dibesarkan di kolam yang terbuat dari tanah dengan kepadatan  1,4 juvenile/m2.  pengamatan pertumbuhan rata-rata selama setahun rata-rata 0,8 g/hari (24 g/bulan).
6.        Pemanenan dan Pemasaran
Lama pemeliharaan tergantung pada ukuran panen yang diinginkan dan juga tergantung dan pada ukuran benih yang ditebarkan. Untuk teripang pasir biasanya dipanen setelah mencapai ukuran 200-250 g/ekor atau panjang mencapal 15 - 20 cm. Untuk mencapai ukuran tersebut biasanya dicapai selama pemeliharaan 5 - 6 bulan dengan ukuran tebar 30-40 g/ekor. Panenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan pada saat air surut, sebelum teripang membenamkan diri ke dalam pasir/lumpur. Dari 1 unit kurungan ukuran 400 m2 (20 x 20 m) dapat dipanen antara 600-1000 Kg, dengan tingkat sintasan sebesar 80%.
Teripang yang telah mencapai ukuran pasar (umur 20 bulan)  dapat dipanen langsung dan dipasarkan. Untuk tujuan recruitmen, teripang  hanya dipanen sebagian dan sebagian lainnya dibiarkan di alam.
            Proses pemanenan teripang dalam kegiatan sea ranching dan seafarming dapat dilakukan saat teripang telah dewasa dan setelah musim-musim pemijahan, namum untuk kegiatan recruit type pemanenan dilakukan pada saat musim pemijahan untuk kegiatan produksi benih di hatchery. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemanenan adalah waktu , pemanenan dilakukan pada saat pagi atau sore hari ketika air sedang surut. Ukuran berapa individu  teripang boleh dipanen , teripang  dipanen ketika telah mencapai berat 200 g/ ekor. Penagturan waktu berkaitan musim reproduksi alaminya , biasanya dilakukan setelah musim pemijahan yaitu pada bulan oktobers sampai November.
Teripang merupakan salah satu komoditi perikanan yang bernilai ekonomi tinggi, baik di pasar  lokal maupun pasar internasional. Jenis biota ini dikenal dengan nama ketimun laut, suala,  sea cucumber(Inggris), beche demer(Prancis) atau dalam istilah pasaran internasional dikenal dengan nama teat fisth.
Pasaran utama teripang dari Indonesia adalah Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Cina, Thailand,  Singapura dan Malaisia.  Bentuk produk yang dipasarkan yaitu teripang kering, otot kering, teripang usu asin  dan teripang kripik yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tingginya nilai ekonomi komoditi teripang karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian kandungan nutris teripang dalam kondisi  kering terdiri dari protein 82%, lemak 1,7%, kadar abu 8,6% dan karbohidrat 4,8% (Martoyo, 2000).





https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQA3hwNkt2lcOUkd5LF3rphob4ITgrH8G3Sy2IZfTa_w8pzySjT


https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTkxfc7cg27YXk6u9WF6eE26N65oVbLA-EN8WYTvt6cbTf3lCFHoA
 




           
Selain itu teripang juga dipasarkan dalam bentuk prodak farmasi seperti Jelly Gamat Gold G terbuat dari teripang spesies Stichopus variegatus yaitu spesies terbaik dan satu-satunya spesies yang mengandung Gamapeptide. Gamapeptide bermanfaat untuk mencegah inflamasi, mengurangi rasa sakit, 3x mempercepat penyembuhan luka, mengaktifkan pertumbuhan dan mengaktifkan sel-sel, membuat kulit lebih muda dan meningkatkan kecantikan, menstabilkan emosi, memelihara sirkulasi darah (Gamapeptide tidak ditemukan pada spesies teripang lain).
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT1eokFxeoQv8HNzR2HmIFuQaDFTyNN7GpmcoaAoYMvPl4ZEzde
V.      SIMPULAN DAN SARAN
A.      Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah tahap-tahap dari kegiatan sea ranching dan sea farming merupakan suatu system yang berkesinambungan namun perbedaannya terletak pada salah satu kegiatan sea ranching yaitu adanya kegiatan re-stocking (pengembalian benih kea lam untuk perbaikan lingkungan/ekosistem di suatu perairan). Kegiatan seafarming dan sea ranching terdiri dari pemeliharaan induk, produksi benih, pemeliharaan larva, release, perawatan hingga mencapai dewasa (maturity), panen serta pemasaran.
B.       Saran
Saran yang dapat diberikan dari praktikum ini adalah sebaiknya kegiatan seafarming dan sea ranching perlu dilakukan karena dapat mengurangi laju eksploitasi di alam dan juga dapat memperbaiki lingkungan yang mulai rusak atau tidak seimbang.



DAFTAR PUSTAKA
Darsono, P. 1999. Perkembangan pembenihan teripang pasir, Holothuria     scabraJaeger, Di Indonesia. Dalam:Pesisir dan Pantai Indonesia I.           PuslitbangOseanologi-LIPI, Jakarta, 35-45.

Dunia, P. 2014. Teknik Budidaya Teripang. http://www.pustakadunia.com. Diakses pada Hari Minggu Tanggal 11 Januari 2015.

Hartati, R., Pronggenis, D., Nur, T., WidiaNingsih. 2001. Aplikasi perangsangan dan pemijahan pada induk dan pemeliharaan larva teripang Holothuria scabra. Majalah Ilmu Kelautan. 22(VI):173-179.
ITO, S. and H. KITAMURA 1998. Technical development in seed production of the Japanese sea cucumber, Stichopus japonicus. Beche-de-mer, Inform. Bull. 10 : 224 -28.
Martoyo, J,. A. Nugroho, dan W. Tjahyo. W. 2007. Budidaya Teripang. PenerbitPT.          Penebar Swadaya. 69p.
Warsito, H., Nurapriayanto, I. 2008. Kajian sosial ekonomi budidaya teripang oleh masyarakat Aisandami, papua.  V (3) : 273-280.
Yusron, E. 2001. Struktur komunitas teripang (holothuroidea) di rataan terumbu karang perairan pantai Morella, Ambon. Dalam: pesisir dan pantai Indonesia. IV. P2O-LIPI:227-233.