Jumat, 06 Juni 2014

nelayan oh nelayan


Pagi ini setelah 3 tahun berkutat menghadapi kuliah dan menjajaki setiap tempat di kota ini, untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di tempat pelelangan ikan kota kendari. Senang?berbalik 180 derajat dari rasa itu. Miris?yah, bisa dibilang begitu melihat kondisi pelelangan yang jauh dari kondisi semestinya. Ikan yang diletakkan dipinggir jajaran pejalan kaki tempat menjajakan ikan tanpa beralaskan meja, apalagi dengan es batu, sebuah prosedur yang harus dipatuhi demi ketahanan pangan atau bahasa umumnya ikan dapat bertahan lebih lama tanpa mengalami penurunan mutu secara drastis.juga ikan yang terpapar matahari, sungguh tidak layak.
Kemudian, melihat ikan-ikan yang sangat banyak dijajakan dari ujung pelelangan keujung yang lain, subhanallah…disatu sisi sangat bersyukur dengan anugerah Allah SWT memberikan SDA disekitar kita yang melimpah ruah tak terhingga. Namun disisi lain, sangat sedih melihat eksploitasi besar-besaran terhadap hasil laut yang ada tepat didepan mata. Mungkin, jika eksploitasi tersebut terjadi lalu ada timbal balik semisal konsumen tersedia, maka ada sedikit kelegaan dihati dalam masalah besar eksploitasi yang akan kita rasakan dampaknya dimasa yang akan datang. Namun pada kenyataannya bahwa ikan-ikan tersebut dibiarkan begitu saja, lalu entah bagaimana ikan yang ada lalu tak terbeli, membusuk begitu saja,lalu dibuang, akan sangat terasa sedih bagi alam, nelayan maupun saya khususnya yang sangat peduli tentang hal ini.
Poin penting yang terakhir, bagi para nelayan dan juga distributor (penjual ikan) yang sampai sekarang masih saja hidup digaris kemiskinan, hidup tak layak tanpa pendidikan, padahal yang seharusnya sangat sejahtera dimuka bumi ini adalah nelayan, mereka memiliki aset pribadi tanpa batas tanpa habis yang diberikan Tuhan yaitu laut. Miris sekali melihatnya pagi ini, ingin sekali meneteskan air mata. Tapi saat ini, sekarang saat menulis ini, air mata tampaknya tak bisa lagi terbendung bagai air didanau lalu turun hujan dan…meluap keluar.
Tapi ada cerita menarik dibalik semua keadaan ini. Saya bertemu dengan bapak distributor lalu membeli barang dagangannya, bercerita santai lalu menceritakan anaknya yang duduk diperguruan tinggi yang tak lama lagi menyelesaikan pendidikannya. Jujur saja, saya terharu, bapak distributor pasti sangat bangga dengan anaknya. Saya hanya bisa mendoakan supaya anaknya sukses, lalu memperbaiki kesejahteraan keluarganya.amin
Saya hanya bisa berangan-angan kelak bisa mengambil andil besar dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat khususnya para nelayan, para masyarakat pesisir terpinggirkan. Semoga Tuhan mengijabah doa saya yang satu ini dan saya tidak lupa.amin

kisah yang berlalu


Sang ratu cahaya belum juga menampakkan wajahnya, pagi ini dingin sekali, menusuk hingga tulang-tulang, bagai menggambarkan hati ini. Peristiwa itu masih melekat erat di otakku, terlintas setiap saat dibenakku membuatku ngeri, entah pada dirimu yang bagai setan tanpa ampun menertawai setiap tetes air mata yang mengalir deras dipipi atau pada diri sendiri yang terlalu bodoh mengatasi emosi, situasi dan tetap bodoh untuk menguasai dirimu di saat seperti itu, atau mungkin juga ngeri pada diri kita yang terlalu menikmati hidangan di atas meja, yang membuat siapapun melihat, menelan air liur atau mengeluarkan air liur tetes demi tetes tapi tak tahu bagaimana rasa didalamnya, rasa sesungguhnya.
Merenung, mungkin aktivitas yang tanpa menguras tenaga namun menguras otak yang baru saja mengumpulkan energy lalu habis lagi. Yah, semuanya telah berakhir namun tak berakhir seperti apa yang kita harapkan, semua yang telah terlewati menguap begitu saja. Saat peristiwa itu terjadi, hanya benci yang ada di hati ini, namun setelah perenungan, seakan tersadar bahwa ini berjalan karena memiliki sebab akibat, juga yang paling penting kesadaran tentang doa yang sebenarnya selalu mengganggu pikiran dan yang selalu terlontar dari hati saat berkomunikasi dengan Tuhan. Ternyata tanpa sadar doa itu baru saja terijabah. Ini adalah jalannya, apapun hasil akhirnya, ini adalah takdir yang selanjutnya hidup terus berjalan apa adanya.
Sedikit takut terlupakan, setelah sekian lama mengukir cerita di awan yang cerah, melukis dikanvas dengan indahnya, bagai tulisan yang terhapus gulungan ombak yang menepi kepantai, sepersekian detik lalu tak berbekas sama sekali.
Sedih kali ini, tak sesedih hari-hari yang telah lalu, mungkin sudah kebal atau terlatih sakit hati. Setidaknya sekarang sudah bisa mengontrol hati ini walaupun tak bisa terhindar dari kecewa. Marah. Geram atau apalah namanya, yang jelas cukup menetralkan perasaan, itu sudah sangat baik untuk menjalankan hidup yang pasti lebih indah.
Sekali lagi terfikir untuk marah, tapi apa gunanya. Semoga jalan didepan yang dari jauh telah menampakkan sinarnya, siap memberikan warna dalam hidup ini. Yah, Dendam atau ikhlas adalah pilihan.