Diujung telepon engkau selalu bersuara seperti biasa
membuatku selalu merindukan 'Rumah'
suaramu seperti candu, menyembuhkan sakau bagi pecandu narkoba
engkau selalu berkata agar aku menjaga diri dan selalu berdoa kepada Tuhan
tahukah kamu?
namamu selalu kusebut dalam setiap doa-doaku, setiap derap langkahku
setiap tarikan nafasku, setiap pagi dan malamku, dibangun dan lelapku
tahukah kamu?
dibalik keceriaanku, selalu terselip kekhawatiranku yang membuncah didada
tapi tak tau harus berbuat apa
tahukah kamu?
dalam keegoisanku yang sedang aku jalani saat ini
untuk melangkah jauh darimu
terdapat penyesalan yang amat sangat menyiksa setiap harinya
tapi sekali lagi, aku bisa apa
sekali-kali kubiarkan tangis ini pecah membelah malam
dan pula dilain kesempatan
disaat hati ini sudah terasa sesak penuh kegundahan
kubiarkan semuanya mengalir agar terdapat sedikit kelegaan
aku tidak pernah menyerah akan keadaan ini
tidak akan kubiarkan sedikitpun
hanya menunggu waktu terbaik untuk kita
yang selalu kuyakini akan tiba
blog berbagi kisah
Minggu, 23 Juli 2017
Sabtu, 12 November 2016
Laporan Praktikum Sea Farming Sea Ranching
LAPORAN PRAKTIKUM
SEA
RANCHING DAN SEA FARMING
“TERIPANG
PASIR (Holuthuria Scabra)”
Diajukkan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan
Mata Kuliah
Sea Ranching Dan Sea Farming
OLEH :
ANDI
LELA PANCA WARDANI M.
I1A3 11 008
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN KONS. ABALON
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia terdiri dari
sekitar 17.000 pulau dan mempunyai panjang pantai sekitar 81.000 km. Dengan
kondisi alam dan ikilm yang hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang
tahun, maka memungkinkan banyaknya jenis biota ekonomis penting yang hidup di perairan
pantai. Salah satu di antaranya adalah teripang. Komoditi perikanan ini
mempunyai prospek cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi, baik di pasar lokal
maupun intemasional. Jenis biota ini dikenal pula dengan nama ketimun laut,
suala, sea cucumber (Inggris), beche de-mer (Perancis), atau dalam istilah pasaran internasional dikenal dengan
nama teat fish.
Komoditi ini mempunyai
nilai ekonomis penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari
hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari
protein 82 %, lemak 1,7 %, kadar air 8,9 %, kadar abu 8,6 %, dan karbohidrat
4,8 %. Teripang dipasarkan dalam beberapa bentuk produk di antaranya adalah
Teripang kering (beche de-mer), usus asin (konowata), gonad kering (konoko),
otot kering, teripang kaleng, kerupuk teripang, dan lain-lain. Pasaran utama
dari teripang tersebut di antaranya beberapa negara Eropa, Jepang, Singapura,
Malaysia, dan Amerika. Sedangkan negara pemasok utama teripang di pasaran
internasional antara lain Singapura, Hongkong, Filipina, Kaledonia Baru,
Maldives, India, Srilanka, dan Indonesia.
Perkembangan ekspor teripang Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data ekspor dari Direktorat Jenderal Perikanan tahun 1990, ekspor teripang pada tahun 1984 berjumlah 1.318,1 ton dan pada tahun 1988 meningkat hampir tiga kali lipatnya, yaitu menjadi 3.408,1 ton. Sedangkan nilainya naik hampir delapan kali lipat, yaitu dari US$ 1.547.945 pada tahun 1984 menjadi US$ 8.266.262 pada tahun 1988. Sampai saat ini, ekspor teripang yang terus meningkat dari tahun ke tahun tersebut sebagian besar masih berasal atau diambil dari alam. Jika mengandalkan stok alami yang jumlahnya terbatas dan tergantung dari musim, maka ekspor teripang tersebut, belum dapat dijamin kontinuitasnya. Untuk mengatasi kendala tersebut maka budi daya teripang cukup prospektif di masa mendatang. Sampai saat ini, hasil budi daya teripang belum banyak memberi kontribusi devisa negara walaupun budi daya teripang ini telah mulai banyak dilakukan oleh masyarakat di daerah Sulawesi Tenggara, Riau, Lampung, dan lain-lain.
Perkembangan ekspor teripang Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data ekspor dari Direktorat Jenderal Perikanan tahun 1990, ekspor teripang pada tahun 1984 berjumlah 1.318,1 ton dan pada tahun 1988 meningkat hampir tiga kali lipatnya, yaitu menjadi 3.408,1 ton. Sedangkan nilainya naik hampir delapan kali lipat, yaitu dari US$ 1.547.945 pada tahun 1984 menjadi US$ 8.266.262 pada tahun 1988. Sampai saat ini, ekspor teripang yang terus meningkat dari tahun ke tahun tersebut sebagian besar masih berasal atau diambil dari alam. Jika mengandalkan stok alami yang jumlahnya terbatas dan tergantung dari musim, maka ekspor teripang tersebut, belum dapat dijamin kontinuitasnya. Untuk mengatasi kendala tersebut maka budi daya teripang cukup prospektif di masa mendatang. Sampai saat ini, hasil budi daya teripang belum banyak memberi kontribusi devisa negara walaupun budi daya teripang ini telah mulai banyak dilakukan oleh masyarakat di daerah Sulawesi Tenggara, Riau, Lampung, dan lain-lain.
Dengan banyaknya
permintaan pasar pada teripang maka perlu dilakukannya program sea farming dan
sea ranching guna peningkatan stok serta perbaikan lingkungan yang nantinya
menyeimbangkan ekosistem di alam akibat permintaan pasar yang tinggi selama
ini. Pasaran teripang di dalam negeri cukup potensial pula. Akan tetapi,
tampaknya konsumen komoditas-ini masih terbatas di kalangan menengah ke atas.
Teripang kering banyak dijumpai di pasar swalayan di kota-kota besar dan dalam
bentuk masakan banyak dijumpai di restoran yang menyajikan hidangan laut. Salah
satu faktor yang dapat menjamin kelangsungan usaha budi daya teripang adalah
tersedianya benih yang tepat waktu dengan ukuran seragam, dan dengan kualitas
serta kuantitas yang baik. Teknologi budi daya teripang relatif sederhana dan
tidak memerlukan modal yang besar sehingga dapat dilakukan oleh nelayan atau
petani ikan. Di samping itu, teknologi pascapanennya sudah lama dikenal oleh
masyarakat yang berdiam di sekitar pantai. Usaha budi daya teripang akan lebih
baik hasilnya kalau dilakukan secara terpadu, yaitu mulai pembenihan,
pembesaran, dan pengolahan pascapanennya. Potensi perairan Indonesia yang cukup
besar untuk pengembangan budi daya teripang harus dimanfaatkan dalam upaya
memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, meningkatkan devisa, dan
menjaga kelestarian sumber daya hayati. Suatu hal yang perlu dipahami bahwa
budi daya teripang tidak akan merusak lingkungan atau sumber daya itu sendiri.
Lain halnya jika dilakukan penangkapan teripang dari alam. Dengan demikian,
melalui usaha sea farming dan sea ranching teripang, pelestarian sumber daya
hayati khususnya sumber daya ikan ikut pula terjaga.
B.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk
mengetahui tahap-tahap kegiatan sea farming dan sea ranching pada teripang.
Manfaat dari praktikum ini adalah dapat melakukan kegiatan sea farming dan sea
ranching dengan baik agar nantinya dapat meningkatkan stok persediaan suatu
organisme dan memperbaiki ekosistem dalam suatu lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Klasifikasi
Teripang Pasir (Holothuria scabra)
Hartati, dkk. (2001)
mengklasifikasikan teripang pasir (Holothuria
scabra) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum :Echinodermata
Sub-filum : Echinozoa
Kelas : holothuroidea
Sub-kelas : Aspidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : holothuridae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria scabra
Gambar 1. Morfologi Teripang Pasir
(Holothuria scabra)
B.
Morfologi
dan Anatomi
Bentuk tubuh teripang
adalah bulat panjang (Elongated
sylindrical) di sepanjang sumbu oral-aboral, yaitu sumbu yang mehubungkan
bagian anterior dan posterior.Mulut dan anus terletak pada ujung poros yang
berlawanan, yaitu mulut pada bagian anterior dan anus pada bagian
posterior.Mulut teripang dikelilingi oleh tentakel-tentakel yang dapat
dijulurkan dan ditarik kembali dengan cepat.Tentakel-tentakel ini merupakan
modifikasi dari kaki tabung yang berfungsi untuk menangkap makanan (Martoyo, dkk., 2007).
Teripang bertekstur lunak,
berdaging, berbentuk silindris memanjang seperti ketimun. Ukuran tubuh teripang
berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai hewan dioecious
(individu berkelamin jantan terpisah dengan individu berkelamin betina),
teripang jantan dan betina sulit dibedakan secara morfologis. Perbedaan akan
tampak jelas bila dilihat di bawah mikroskop dengan menyayat bagian organ
kelamin jantan dan betina. Organ kelamin betina berwarna kekuningan dan berubah
menjadi kecoklatan bila sudah matang. Sementara organ kelamin jantan berwarna
bening keputihan (Dunia, 2014).
Teripang bersifat dioceos atau gonochoristic,
ada individu jantan dan betina, namun tidak terlihat adanya dimorfisma
kelamin. Perbedaan hanya terlihat dengan melakukan pengamatan terhadap
gonadnya. Gonad jantan berisi spermatozoa dan gonad betina berisi ova (sel
telur), terutama terlihat pada gonad dalam fase matang (mature)secara
mikroskopis. Komposisi jenis kelamin teripang pada populasi alaminya
cenderungseimbang (DARSONO et al. 1995). Keadaan ini memungkinkan untuk
mendapatkan induk jantan dan betina dalam probabilitas yang sama. Spekulasi ini
masih diterapkan dalam pemijahan, karena belum ditemukannya karakter morfologi
untuk identifikasi kelamin individu teripang. Sementara dapat disebutkan adanya
perbedaan "kerapatan" jumlah papillae pada bagian tubuh
teripang yang memberikan kesan rabaan "kasar" pada jantan
"halus" pada betina. Hal ini perlu konfirmas lebih lanjut, mengingat
persepsi tiap orang bisa berbeda terhadap kesan rabaan tersebut (Darsono,
1999).
C.
Habitat
dan Penyebaran
Teripang dapat ditemukan hamper diseluruh perairan
pantai, mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang lebih
dalam. Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relative tenang.
Umumnya masing-masing jenis memiliki habitat yang spesifik. Misalnya, teripang
putih banyak ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir bercampur lumpur pada
kedalaman 1-40 m (yusron 2001).
Teripang putih sering juga ditemukan di perairan
yang dangkal dan banyak ditumbuhi lamun/sea grass. Di habitatnya, terdapat
jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter
(sendiri). Misalnya, teripang putih membentuk kelompok antara 3-10 ekor. Daerah
persebaran teripang pasir di Indonesia adalah jawa tengah, jawa timur, bali,
NTB, NTT, Irian, Sulawesi tenggara, Sulawesi selatan, pantai barat sumatera,
sumatera utara, dan aceh (Hartati, dkk.,
2001).
D.
Makanan
dan Kebiasaan Makan
Teripang dibagi menjadi dua yaitu pemakan plankton (Famili
Dendrochirotae) dan pemakan partikel/substrat (selain Famili
Dendrochirotae).Teripang pemakan plankton menyaring dan mengumpulkan plankton
dengan bantuan tentakelnnya yang
berlendir (Darsono 1999). Makanan teripang berupa plankton dan kandungan
detritus yang berada dalam pasir. Dalam
usus ditemukan sejumlah makanan khas yang berupa pasir, serpihan karang, hancuran karang,
diatom, foraminifera, dan lain-lain yang ditemukan dalam usus teripang. Makanan
yang disukai teripang diantarannya adalah organisme kecil, protozoa, diatom,
nematoda, algae, foraminifera, radiolaria dan detritus yang berada diantara
partikel kecil atau hancuran karang. Teripang hidup secara menetap, sehingga
makanannya tergantung pada makanan yang
dibawa oleh air laut. Teripang mempunyai cara makanan yang bersifat Polyphagus yaitu detritus feeder feeder
dengan cara memakan, menyaring dan
menghisap partikel pasir, lumpur, detritus juga air.
E.
Daur
Hidup dan Reproduksi
Teripang hidup di alam terdiri atas dua periode
yaitu sebagai planktonik dan bentik, planktonik hidup melayang-layang di air,
pada masa larva yaitu stadia aurikularia hingga diolaria, sedangkan bentik
hidup melekat pada substrata tau benda lain yakni pada stadia penctactula
hingga menjadi teripang dewasa.
Teripang umumnya memijah pada perairan sekitar
lingkungan tempat hidupnya pada daerah subtropis, hamper setiap spesies
mempunyai waktu memijah tertentu, biasanya terjadi 1 atau 2 bulan setiap
tahunnya, sedangkan di daerah tropis tidak mempunyai waktu atau musim pemijahan
tertentu, jadi spesies-spesies di daerah tropis memijah sepanjang tahun
(Yusron, 2001).
F.
Manfaat
teripang
Dalam kehidupan sehari-hari teripang dimanfaatkan
sebagai obat untuk beberapa penyakit, dan bahan pangan. Sebagai contoh, di Cina
dilaporkan bahwa tubuh dan kulit teripang jenis Stichopus
japonicus berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit ginjal, paru-paru basah,
anemia, anti-inflamasi, dan mencegah arteriosklerosis serta penuaan jaringan
tubuh. Selain itu, ekstrak murni teripang mempunyai kecenderungan menghasilkan
holotoksin yang efeknya sama dengan antimycin berkadar 6,25-
25mikrogram/mililiter. Sementara di Indonesia, teripang dimanfaatkan terutama
sebagai bahan makanan.
Sebagai bahan pangan, teripang mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82%. Di
samping itu, teripang mengandung asam lemak tidak jenuh jenis W-3
yang penting bagi kesehatan jantung (Dunia, 2014).
Beberapa jenis teripang yang memiliki
potensi nilai ekonomi tinggi yang dimanfaatkan antara lain teripang susu (Holothuria
fuscogilva), teripang pasir (Holothuria scabra), teripang nenas (Tlenota
ananas), dan teripang dada merah (Holo-thuria edulis). Dari beberapa
jenis teripang tersebut, jenis teripang susu lebih disukai. Hal ini disebabkan
harga untuk jenis ini relatif cukup tinggi berkisar antara
Rp120.000,--Rp140.000,-/kg bila dibandingkan jenis teripang dada merah yang
dihargai sekitar Rp 9.000,--Rp10.000,-/kg (Warsito dan Nurapriayanto, 2008).
G.
Teknologi Sea Farming
Indonesia merupakan negara kepulauan yang
memiliki lautan hampir 80% dari total seluruh habitat laut. Dengan luas lautan
ini, pengembangan teknologi perikanan sangat mungkin dilakukan guna memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Diantara sistem perikanan yang dikembangkan adalah
sistem budidaya sea ranching dan sea farming. Dua sistem yang tidak
terpisahkan ini memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan perikanan dan
memicu perkembangan teknologi yang lebih maju dari penerapannya. Di Indonesia
sejak tahun 2004 di beberapa perairan seperti Semak Daun, Kepulauan Seribu,
mulai digalakkan kegiatan sea farming. Sea
farming adalah sistem pemanfaatan
ekosistem perairan laut berbasis marikultur dengan tujuan untuk meningkatkan
stok sumberdaya ikan (fish resources enhancement)
bagi keberlanjutan perikanan tangkap dan aktivitas berbasis kelautan lainnya
seperti ekowisata bahari.
Jika dilihat dari aspek kelembagaan, Sea farming pada dasarnya merupakan
sebuah sistem yang terdiri dari tiga sub-sistem yaitu sub-sistem input,
sub-sistem marikultur (proses) dan sub-sistem output. Sub-sistem input
merupakan prasyarat awal pembentukan kelembagaan sea farming yang memiliki
fungsi utama sebagai penyedia faktor pendukung (supporting factors) bagi beroperasinya sea farming di lokasi yang dituju. Dalam sub-sistem ini, faktor
paling penting adalah berfungsinya demarcated
fishing rights sebagai persyaratan
batas sistem operasi sea farming secara geografis (system boundary). Pembentukan sistem fishing
rights ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan riset partisipatif hingga mencapai kesepakatan lokal. Penentuan fishing rights ini tidak dapat dilepaskan dari analisis
kesesuaian ekosistem sebagai penyokong keberhasilan operasi sea farming secara teknis-ekologis.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mensikapi
tangkap lebih (overfishing) yang
terjadi di beberapa kepulauan di Indonesia salah satunya di Kepulauan Seribu.
Dalam kondisi overfishing ikan yang
ditangkap melebihi kemampuan reproduksi dan pertumbuhan alamiahnya sehingga stok
menjadi berkurang dan terus berkurang (SPKKAKS, 2008). Ikan yang dibudidayakan
di sana adalah ikan kerapu bebek dan kerapu macan.
Di samping untuk meningkatkan budidaya dan
peningkatan taraf ekonomi masyarakat, tujuan utama sea farming adalah untuk restocking. Diamana tujuan utama sea farming adalah restocking atau stock
enhancement ke perairan Kepulauan Seribu. Sistem tersebut melibatkan aktivitas
keramba jaring apung (KJA), penculture, dan restocking di alam. KJA dan
penculture sudah berjalan, sementara restocking dalam sistem sea ranching belum dilakukan.
H.
Teknologi Sea Ranching
Sea ranching adalah pemeliharaan ikan dalam suatu perairan dan kawasan tersebut memiliki
isolasi alamiah sehingga ikan yang ditebar (restocking)
bisa dipastikan tidak dapat berpindah tempat dan dapat ditangkap kembali.
Kegiatan ranching ini dilakukan hanya pada beberapa organisme tertentu yang
memungkinkan tidak berpindah jauh dari tempat pelepasan seperti organisme echinodermata, ikan-ikan karang dan
beberapa organisme dari filum crutacea.
Sea ranching berbeda dengan maricultur, namun dalam pelaksanaanya ada
pentahapan dimana prinsip marikultur dipertimbangkan sebagai bagian yang
penting dalam konsep sea ranching, karena sebelum pelepasan ikan keperairan
dilakukan kegiatan budidaya pada stadia dimana ikan berbeda dengan marikultur. Sea ranching akan sangat tergantung dari
karakteristikm geografi dan hidrografi wilayah, sehingga elemen teknologi yang
dipergunakan akan sangat disesuaikan dengan lokasi. Dalam skala besar
dianologikan dengan kegiatan melepaskan benih ikan ke perairan alami tanpa
adanya pemberian pakan, jadi alam yang memelihara dan kita tinggal
menangkapnya. Sedangkan marikultur adalah adanya suatu area tertentu di
perairan pantai yang banyak terdapat kumpulan KJA, rakit-rakit dan beberapa
wadah pemeliharaan dengan tetap memperhatikan pakan dan pemeliharaan diwadah
terkontrol.
Dalam Sistem sea
ranching dan sea farming terdapat
dua bentuk tujuan yang diterapkembangkan. Untuk tujuan Harvest type, sea farming dan sea ranching diarahkan pada tujuan
untuk pemanenan secara menyeluruh atau total guna mencapai profit. Sedangkan
untuk tujuan Reqruite type pemanenan
hanya dilakukan sebagian dengan harapan sebagian organisme lainnya dapat
menghasilkan generasi baru, sehingga konsep ini lebih mengarah pada restocking yang konservatif.
I.
Sistem Sea Ranching dan Sea Farming Teripang
Sistem sea
ranching dan sea farming ini
tidak dapat dipisahkan karena berjalan secara sistematis dan saling berkaitan
satu sama lain. Beberapa organisme yang menjadi komoditas unggulan dan bernilai
ekonomis tinggi menjadi sasaran dalam penerapan sistem ini, selain itu
organisme tersebut harus dapat bertahan hidup dalam kondisi alamiah dan tidak
jauh bermigrasi, salah satunya adalah organisme dari filum echinodermata
seperti teripang. Teripang memiliki nilai ekonomis
dan mampu bertahan hidup dalam kondisi alamiah. Sehingga menjadi organisme yang
baik dikembangkan dalam sistem sea
ranching dan sea farming ini.
Sebab beberapa kendala yang ditemukan dalam sistem ini adalah ketersediaan
bibit yang memadai dalam farming center.
Bibit yang berasal dari alam biasanya lebih tahan dan dapat beradaptasi karena
mengalami seleksi alam, sehingga bibit yang bertahan benar-benar unggul. Sea
Raching dan Sea Farming teripang
dapat dilakukan dengan
tetap memperhatikan aspek lingkungan dan ekologi organisme.
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Waktu pelaksanaan
praktikum ini yakni selama 1 bulan dan bertempat di kolam hatchery abalone Desa
Tapulaga Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe.
B.
Alat
dan Bahan
alat yang digunakan pada praktikum ini
terdiri dari pipa, jarring, tali dan patok, sedangkan bahan yang digunakan
adalah teripang pasir (Holothuria scabra).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
B.
Pembahasan
produk teripang masih
menggantungkan ketersediaan stok populasi alami yang makin menurun secara
drastic. Untuk memenuhi pasar , eksploitasi teripang cenderung berlebihan.
Pemulihan populasi alami (recruitment) teripang relative lambat dan tidak
mengejar laju eksploitasinya. Keprihatinan akan kelestarian sumberdaya dan
kelangsungan produksi teripang, mendesak upaya untuk menghasilkan produk
teripang yang berbasis budidaya.
Berikut adalah skema
kegiatan sea farming dan sea ranching untuk perbaikan lingkungan dan penigkatan
stok seiring permintaan pasar yang kian mningkat.
1.
Pemilihan
Induk
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih induk teripang yang
baik adalah tubuh tidak cacat, ukuran besar dengan berat 400 gr dan panjang
tubuh minimal 20 cm, berkulit tebal. Umumnya berat tubuh teripang berpengaruh
langsung atau berkolerasi terhadap berat gonad dan indeks kematangan gonad
serta fekunditas. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan
dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung
ditempatkan pada palka perahu. Untuk pengumpulan/pengankutan calon induk pada
siang hari sebaliknya wadah penampungan atau palka ditutup rumput laut atau
ilalang laut untuk menghindarkan calon induk dari sinar matahari secara
langsung. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan dengan
wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung ditempatkan
pada palka perahu.
Gambar 3. Induk teripang pasir (Holothuria scabra)
Untuk medapatkan induk sudah matang gonad dan siap
untuk memijah perlu penanganan yang baik dalam pemeliharaan terutama mengenai
kondisi lingkungan dan mutu pakan. Pakan alami
teripang dapat berupa plankton, detritus, sisa-sisa bahan organik atau
sisa-sisa endapan di dasar laut yang ada disekitar lingkungan kolam
pemeliharaan. Pakan tambahan berfungsi untuk menambah kesuburan perairan pada
umumnya berupa campuran kotoran hewan dan dedak halus dengan perbandingan 1 :
1. Pakan diberikan sebanyak 0,2 - 0,5kg/m2/2 minggu dengan cara
ditempatkan dalam karung goni yangberlubang-lubang sehingga keluar sedikit demi
sedikit. Setiap satu kantong goni biasanya dapat diisi 10 - 15 kg pakan
tambahan yang dapat mencukupi luasan 30 - 50 kg pakan tambahan yang dapat
mencukupi luasan 30 - 50 m2.
Keberhasilan pemijahan tergantung pada
tingkat kematangan gonad (maturity) induk yang di beri treatment, juga didasarkan ukuran teripang. Sementara induk yang
didapatkan mempunyai antara 200-300 gram, dikarenakan sulit untuk mendapatkan
induk yang mempunyai berat 300 gram ke atas. Untuk bisa memastikan antara induk
jantan dan betina, pemijahan dilakukan dengan menempatkan beberapa individu
pada satu akuarium (300 l air).
2.
Produksi
benih
Induk dalam keadaan matang gonad siap
untuk dpijahkan secara induksi (induced spawning). Sebelum pemijahan
dilakukan, perlu disiapkan ketersediaan pakan hidup berupa algae sel tunggal
(diatome planktonik) seperti Dunaliella sp., Chaetoceros sp., isochrysis
sp., Phaeodactylum sp. untuk pakan larva teripang fase planktonik. Fertilisasi teripang
berlangsung secara eksternal.
a.
Pemijahan alami : Pada pemijahan tipe ini, teripang
akan memijah secara alami tanpa adanya rangsang buatan. Teripang jantan
biasanya akan mengelurakan sperma terlebih dulu lalu merangsang betina untuk
memijah dengan selang waktu sekitar 30 menit. Induk teripang biasanya dipelihara di bak pemijahan. Faktor yang
menyebabkan teripang memijah antara lain perubahan suhu yang mencolok akibat
pengangkutan dari alam ke tempat pemijahan, perbedaan tekanan air dan oksigen
saat transportasi dari alam ke tempat pemijahan, atau memamg sudah waktunya
memijah.
b.
Pemijahan dengan pembedahan : Metode ini dilakukan dengan cara
membelah teripang pada bagian bawah tubuhnya, dari anus menuju ke atas. Setelah
dibelah, gonad dikeluarkan dan diletakkan pada wadah kering. Pada teripang
betina, akan ditemukan kantung telur yang kemudian ditoreh dan telur dimasukkan
ke tempat pemijahan yang berisi air laut bersih. Sementara pada teripang
jantan, akan ditemukan testis yang kemudian dipotong menjadi beberapa bagian.
Dengan demikian sperma dapat keluar dan ditampung di wadah lain yang berisi air
laut. Setelah itu, sperma dan telur dicamput menjadi satu kemudian diaduk lalu
didiamkan. Telur yang diabuahi dipanen dan dipindahkan ke tempat pemeliharaan larva. Metode ini jarang digunakan (hanya terbatas pada
penelitian), karena memiliki beberapa kelemahan. Beberapa diantaranya adalah
angka fertilitasnya rendah yaitu di bawah 20%, dan membutuhkan banyak induk.
c.
Pemijahan dengan perangsang kejut suhu : Prinsip yang digunakan pada
metode ini adalah dengan cara meningkatkan suhu air. Peningkatan suhu air dapat
dilakukan dengan cara menjemur bak pemijahan di bawah terik matahari, merebus
air, atau pemanasan dengan menggunakan pemanas elektrik sehingga suhu air
menjadi 5-7o lebih tinggi dari suhu sebelumnya. Setelah teripang memijah, teripang tersebut dipindahkan ke wadah lain yang
berisi air laut bersih untuk melanjutkan pemijahan. Pemijahan ini akan
berlangsung sekitar 15-20 menit. Adanaya sperma akan merangsang teripang betina
untuk mengelurkan sel telurnya.
d.
Desikasi dan penyemprotan : Pada metode ini, induk teripang
yang akan dipijahkan dikeluarkan dari dalam bak dan kemudian ditempatkan pada
tempat kering selama 1/2 sampai dengan 1 jam. Setelah itu, induk teripang
tersebut disemprot air laut bertekanan tinggi selama 5-10 menit. Pada tahapan
berikutnya, induk dimasukkan kembali ke dalam bak pemijahan. Setelah 1,5-2 jam
kemudian induk teripang akan mulai bergerak aktif, induk jantan mulai memijah
dan kemudian diikuti dengan induk betina.
3.
Pemeliharaan
larva dan juvenil
Telur-telur teripang berbentuk bulat
berwarna putih bening berukuran 177 mikron, setelah fertilisasi telur-telur ini
mengalami pembelahan sel menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel hingga multi sel.
Gambar 4. Perkembangan larva teripang
Ukuran rata-rata sel tersebut sekitar 194 mikron, selang 10 - 12
jam kemudian akan membentuk stadium gastrula yang berukuran antara 390,50 -
402,35 mikron. Setelah lebih dari 32 jam, telur akan menetas menjadi larva dan
membentuk stadium auricularia yang terbagi menjadi stadium awal, tengah dan
akhir.
Ukuran larva teripang pada stadium ini
rata-rata antara 812,50 - 987,10 mikron. Pada stadium ini larva mulai diberi
plankton jenis Dunaliella sp, Phaeodactylum sp, dan Chaeoceros sp sebanyak 40 -
60 x 10 Selama stadium auricularia awal sampai menjelang stadium akhir, larva
lebih banyak hidup dipermukaan air. Kepadatan larva yang dikehendaki selama stadium
ini kira-kira 300 - 700 ekor per liter. Jika kepadatan terlalu tinggi, larva
akan bergerombol menjadi satu, berbentuk bola, dan berada di dasar bak. Bila
dibiarkan, larva ini akan mati.
Sepuluh hari kemudian, larva berkembang
membentuk stadium doliolaria. Pada stadium ini larva berbentuk lup, mempunyai
sabuk dan dua tantakel yang menjulur ke luar. Larva dengan ukuran antara 614,78
- 645,70 mikron ini dapat bergerak cepat ke depan. Badan bagian belakang
berbentuk cincin datar. Pada setiap sudut terdapat lima kelompok cilia (bulu
getar).
Stadium auricularlia dan doliolaria
bersifat planktonis. Selang tiga belas hari kemudian doliolaria berubah ke
stadium pentaculata. Larva berwarna coklat kekuningan dengan panjang antara
1000 - 1200 mikron. Badan berbentuk tubuler dengan lima buah tentakel pada
pangkal bagian depan dan sebuah kaki tabung pendek pada pangkal belakang,
kurang lebih delapan belas hari, kaki tabung dan tentakel terlihat lebih jelas
dan dapat bintil-bintil dipermukaan kulitnya.
Larva pada stadium pentacula mempunyai
kebiasaan berada di pinggiran bak bagian bawah dan sedikit menyukai di bawah
permukaan air. Selintas selama pemeliharaan diusahakan antara 32 - 34 per mil
dan suhu antara 27 - 290C. Segera setelah larva berada di dasar
laut, diberi makanan berupa suspensi rumput laut jenis Sargassum dn Ulva.
Saat mencapai tingkat doliolaria atau
umur 10 - 12 hari dengan ukuran panjang tubuh 4 - 5 mm, maka tempatkan kolektor
(tempat untuk menempel) yang berbentuk kisi-kisi miring terbuat dari screen net
250 mikron atau plastic berukuran 60 x 60 x 70 cm, berfungsi sebagai tempat
perlekatan.
Sebaiknya kolektor yang dipasang telah
ditempeli diatom sehingga pada saat juvenil menempel, pakan yang dibutuhkan
telah tersedia. Lima belas hari setelah menempel pada kolektor, juvenil dapat
dilihat dengan mata dan dihitung. Kepadatan yang baik antara 5 - 10 ekor tiap
kolektro, atau kepadatan optimum dalam satu bak pemeliharaan adalah 200 - 500
ekor/m. Cara ini dilakukan terus menerus sampai benih tersebut berusia 1,5 – 2
bulan. Pada saat tersebut ukuran benih teripang telah mencapai ukuran antara
1,5 - 2 cm.
Gambar 5. Tahap juvenile
teripang
4.
Pengadaptasian
dan penebaran benih teripang ke alam
Adaptasi
teripang dilakukan di dalam keramba jaring berukuran 3X2X1 m3 yang
dipasang di perairan. Proses adaptasi yang dilakukan yaitu dengan cara meletakkan wadah yang berisi teripang di
dalam keramba dan secara perlahan-lahan wadah benih diangkat dan benih teripang
diadaptasikan selama 1 minggu. Selama masa adaptasi teripang tidak diberi
makanan tambahan.makanan teripang makanan alami berupa plankton, detritus,
sisa-sisa bahan organik atau sisa-sisa endapan di dasar perairan.
Tahap
adaptasi ini bertujuan untuk mengurangi tingkat stres akibat perpindahan dari
sumber beinh hingga lokasi kegiatan. Sebuah percobaan di kaledonia baru
menunjukkan bahwa kelangsungan hidup teripang dapat ditingkatkan dua kali lipat
di bulan pertama dengan melakukan
adaptasi di dalam wadah adaptasi terkecuali akibat predator yang berukuran
lebih besar.
Setelah
masa adaptasi keramba jaring diangkat dan teripang akan tumbuh dan berkembang
secara alami di alam. Waktu pelepasan teripang ke alam bisa menjadi penting
karena mereka memiliki perilaku diurnal,
yang mungkin membuat mereka kurang rentan terhadap predator pada waktu
tertentu. Misalnya, juvenil teripang memiliki siklus menggali setiap hari
dimana mereka bersembunyi di lumpur pada siang hari dimana mereka bersembunyi
di lumpur pada siang hari, dan akan kurang rentan terhadap predator visual selama
siang hari, sehingga malam hari merupakan waktu yang tepat untuk melakukan
pelepasan teripang di alam.
Gambar 6. Wadah adaptasi teripang
5.
Pertumbuhan
teripang
Pertumbuhan juwana teripang secara
absolut sangat lambat, dalam waktu hampir tiga bulan juwana yang pada awalnya
berukuran berat rata-rata kurang dari 0,1 gram tumbuh menjadi rata-rata sekitar
satu gram. Lambatnya pertumbuhan ini diperkirakan oleh karena tidak cocoknya
pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan dalam pendederan ini adalah diatom
planktonik ditambah pelet buatan. Juwana teripang bersifat bentik, sehingga
lebih memerlukan pakan yang "setling" tidak melayang dalam kolom air
(WEIDEMEYER, 1994). Pakan yang sesuai untuk anakan teripang ini adalah diatome
perifitik (ITO & KITAMURA 1998). Juwana teripang dengan berat rata-rata
satu gram tersebut terus dipelihara untuk dilihat laju pertmbuhannya (DARSONO et
al.1999a). Dalam sembilan bulan pemeliharaan diperoleh individu anakan
teripang dengan berat terbesar 25.491 gram, dengan rata-rata berat sekitar 20
gram. Kalau dihitung dari awal
pemeliharaan larva) sampai diperoleh anakan teripang dengan berat
sekitar 20 gram diperlukan waktu tidak kurang dari setahun. Rata-rata laju
pertumbuhan akan teripang diperoleh angka 2,175 gram/bulan. anakan teripang
sekitar 20 gram dianggap sebagai "benih" teripang.
Besar juvenile (1-2g)
dapat di tempatkan di “bag net” (4 m2 jaring pena dengan lubang yang
kasar) di setiap kolam dengan kepadatan 150 juvenil/m2. makanan
tidak dibutuhkan di kolam dengan produksi alami yang bagus. Ketika
produktivitas menurun, pertumbuhan bagus menghasilkan tambahan pellet udang
(pupuk ayam atau Sargassum sp, dapat
juga digunakan, tetapi pertumbuhan tidak bagus). Penambahan substrat pasir
berlumpur ke bag net tidak memperbaiki pertumbuhan atau kelangsungan hidup.
Pertumbuhan rata-rata 0.08-0.1 g/hari selama 3 minggu.
Di Vietnam,
teripang pasir berukuran besar (50-500 g) di simpan dalam kolam memiliki
pertumbuhan rata-rata dari 2,2 sampai 3,2 gram/hari. Pertumbuhan rata-rata ini bervariasi
berbanding terbalik dengan kepadatan stok pada kisaran 106-170 g/m2. kelangsunggan hidup meningkat (88-97%) sampai
awal musim hujan ketika terjadi kematian secara besar-besaran karena adanya
stratifikasi dan salinitas rendah yang mematikan.
Di New
Caledonia, juvenile ukuran 1 g telah dibesarkan di kolam yang terbuat dari
tanah dengan kepadatan 1,4 juvenile/m2. pengamatan
pertumbuhan rata-rata selama setahun rata-rata 0,8 g/hari (24 g/bulan).
6.
Pemanenan
dan Pemasaran
Lama pemeliharaan tergantung pada ukuran
panen yang diinginkan dan juga tergantung dan pada ukuran benih yang
ditebarkan. Untuk teripang pasir biasanya dipanen setelah mencapai ukuran
200-250 g/ekor atau panjang mencapal 15 - 20 cm. Untuk mencapai ukuran tersebut
biasanya dicapai selama pemeliharaan 5 - 6 bulan dengan ukuran tebar 30-40
g/ekor. Panenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan pada saat air surut,
sebelum teripang membenamkan diri ke dalam pasir/lumpur. Dari 1 unit kurungan
ukuran 400 m2 (20 x 20 m) dapat dipanen antara 600-1000 Kg, dengan tingkat
sintasan sebesar 80%.
Teripang yang telah mencapai ukuran pasar (umur 20 bulan) dapat dipanen langsung dan dipasarkan. Untuk
tujuan recruitmen, teripang
hanya dipanen sebagian dan sebagian lainnya
dibiarkan di alam.
Proses pemanenan teripang dalam
kegiatan sea ranching dan seafarming dapat dilakukan saat teripang telah dewasa
dan setelah musim-musim pemijahan, namum untuk kegiatan recruit type pemanenan
dilakukan pada saat musim pemijahan untuk kegiatan produksi benih di hatchery. Hal
yang perlu diperhatikan dalam proses pemanenan adalah waktu , pemanenan
dilakukan pada saat pagi atau sore hari ketika air sedang surut. Ukuran berapa
individu teripang boleh dipanen ,
teripang dipanen ketika telah mencapai
berat 200 g/ ekor. Penagturan waktu berkaitan musim reproduksi alaminya ,
biasanya dilakukan setelah musim pemijahan yaitu pada bulan oktobers sampai
November.
Teripang merupakan salah satu komoditi perikanan yang
bernilai ekonomi tinggi, baik di pasar
lokal maupun pasar internasional. Jenis biota ini dikenal dengan nama
ketimun laut, suala, sea
cucumber(Inggris), beche demer(Prancis) atau dalam istilah pasaran
internasional dikenal dengan nama teat fisth.
Pasaran utama teripang dari Indonesia adalah Jepang,
Hongkong, Korea, Taiwan, Cina, Thailand,
Singapura dan Malaisia. Bentuk
produk yang dipasarkan yaitu teripang kering, otot kering, teripang usu
asin dan teripang kripik yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi. Tingginya nilai ekonomi komoditi teripang karena kandungan
atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian kandungan nutris
teripang dalam kondisi kering terdiri
dari protein 82%, lemak 1,7%, kadar abu 8,6% dan karbohidrat 4,8% (Martoyo,
2000).
Selain itu teripang juga dipasarkan dalam bentuk prodak
farmasi seperti Jelly Gamat Gold G
terbuat dari teripang spesies Stichopus variegatus yaitu spesies terbaik dan
satu-satunya spesies yang mengandung Gamapeptide. Gamapeptide bermanfaat
untuk mencegah inflamasi, mengurangi rasa sakit, 3x mempercepat penyembuhan
luka, mengaktifkan pertumbuhan dan mengaktifkan sel-sel, membuat kulit lebih
muda dan meningkatkan kecantikan, menstabilkan emosi, memelihara sirkulasi
darah (Gamapeptide tidak ditemukan pada spesies teripang lain).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Simpulan yang dapat
diambil dari praktikum ini adalah tahap-tahap dari kegiatan sea ranching dan
sea farming merupakan suatu system yang berkesinambungan namun perbedaannya
terletak pada salah satu kegiatan sea ranching yaitu adanya kegiatan
re-stocking (pengembalian benih kea lam untuk perbaikan lingkungan/ekosistem di
suatu perairan). Kegiatan seafarming dan sea ranching terdiri dari pemeliharaan
induk, produksi benih, pemeliharaan larva, release,
perawatan hingga mencapai dewasa (maturity), panen serta pemasaran.
B.
Saran
Saran yang dapat
diberikan dari praktikum ini adalah sebaiknya kegiatan seafarming dan sea
ranching perlu dilakukan karena dapat mengurangi laju eksploitasi di alam dan juga
dapat memperbaiki lingkungan yang mulai rusak atau tidak seimbang.
DAFTAR
PUSTAKA
Darsono,
P. 1999. Perkembangan pembenihan teripang pasir, Holothuria scabraJaeger, Di
Indonesia. Dalam:Pesisir dan Pantai Indonesia I. PuslitbangOseanologi-LIPI, Jakarta, 35-45.
Dunia, P. 2014. Teknik Budidaya Teripang. http://www.pustakadunia.com. Diakses pada Hari Minggu Tanggal 11 Januari 2015.
Hartati,
R., Pronggenis, D., Nur, T., WidiaNingsih. 2001. Aplikasi perangsangan dan
pemijahan pada induk dan pemeliharaan larva teripang Holothuria scabra. Majalah Ilmu Kelautan. 22(VI):173-179.
ITO, S. and H. KITAMURA 1998. Technical development in seed
production of the Japanese sea cucumber, Stichopus japonicus. Beche-de-mer,
Inform. Bull. 10 : 224 -28.
Martoyo,
J,. A. Nugroho, dan W. Tjahyo. W. 2007. Budidaya Teripang. PenerbitPT. Penebar Swadaya. 69p.
Warsito,
H., Nurapriayanto, I. 2008. Kajian
sosial ekonomi budidaya teripang oleh masyarakat Aisandami, papua. V (3) : 273-280.
Yusron,
E. 2001. Struktur komunitas teripang (holothuroidea) di rataan terumbu karang
perairan pantai Morella, Ambon. Dalam: pesisir dan pantai Indonesia. IV.
P2O-LIPI:227-233.
Langganan:
Postingan (Atom)